Catatan Tiga Minggu Belajar Digital Bersama Petani Hutan Seperti Tamasya Pengetahuan

Tamasya Kelola Kawasan

Waktu diskusi singkat, kami harus kembali masuk kereta untuk menuju pemberhentian kereta berikutnya. Melesat lorong waktu, kereta tiba di tamasya kelola kawasan.

Berbeda dengan pemberhentian pertama dimana kami bertemu para petani dan pendampingnya yang sedang berkumpul di rumah. Di pemberhentian kedua ini kami berada di bentangan alam luas.

Para petani dan pendamping berkumpul dalam kelompok-kelompok, berpencar dengan beragam kesibukan. Ada yang memegang alat mengambil titik koordinat digital, mencatat angka dan menulis diatas buku catatan, memanggul patok kayu sembari menenteng cat dan kuas.

Sesekali mereka berhenti, mengamati cermat satu titik dan mendiskuskannya. Setelah diambil kata sepakat, patok kayu ditancap ke tanah.

Saya melepas pandangan, bentangan alam luas yang sedang diambil titik serta dipasang patok oleh para petani ini beragam bentuknya. Ada yang berhutan lebat, rimbun dengan beragam tajuk pohon.

Sayup terdengar ragam suara penghuninya. Tetapi, ada juga pohonnya sudah jarang. Banyak juga lahan-lahan yang dikelola baik oleh petani hutan, ditanami berbagai jenis tanaman. Saya mendekat ke salah satu kelompok, dan menanyakan apa yang mereka lakukan.

Dan mereka menjawab; “Kami sedang melakukan penataan hutan yang diberikan amanah pengelolaannya kepada kami. Dan kawasan hutan ini dibagi dalam beberapa blok, hingga menjadi dasar kami merancang perencanaan teknisnya..”

Seperti di bagian ini, lanjut ketua kelompok, kami tetapkan sebagai blok pemanfaatan. Sudah ada pohon karet, buah-buahan lokal serta diselingi padi juga dan sayuran. Disebelah sana kami sepakati sebagai blok lindung, agar sumber daya alam tetap terjaga.

“Apakah ada hambatan saat melakukan penataan kawasan?” tanya saya.

“Selain kondisi medan yang tak semuanya bisa dilewati, kemudian keterbatasan sumber daya, juga konflik karena adanya klaim para pihak atau sengketa pemanfaatan,” jelasnya lagi.

Karena itu, dengan amanah izin kepada kami, penanganannya kami lakukan secara persuasif dan prosedural berdasarkan regulasi. Kami lakukan komunikasi antar pihak untuk membangun kesepakatan, bisa juga mengundang pihak ketiga sebagai mediator.

“Kami pahamkan kepada banyak pihak tentang Perhutanan Sosial sebagai program nasional Pemerintah yang legal dan mendapatkan posisi setara dengan izin kehutanan lainnya”, imbuhnya.

Saya menerawang, ini sebuah kerja partisipatif yang dialasi ketulusan. Perencanaan kehutanan dirancang bersama oleh para petani, oleh “urang kampung” (bahasa Banjarmasin, orang desa).