Potensi Besar Wisata Kearifan Lokal Kampung Adat Kuta Ciamis

TROPIS.CO, CIAMIS – Gelar Budaya Nyuguh dan Pemanfaatan Obyek Pemajuan Kebudayaan Dalam Rangka Sekolah Lapang Kearifan Lokal dilaksanakan di Kampung Adat Kuta, Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Kampung Adat Kuta mempunyai Hutan Adat Leuweung Gede seluas ±31 Hektare.

Hutan Adat Leuweung Gede ditetapkan melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. SK. 1301/MENLHK-PSKL/PKTHA/PSL.1/3/2018 tanggal 28 Maret 2018. Hutan Adat tersebut ditetapkan dengan alas hukum Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis nomor 15 Tahun 2016 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Kampung Kuta, dengan lampiran peta wilayah adat seluas ± 97 hektar.

Setelah melalui proses verifikasi dan validasi, areal wilayah adat Masyarakat Hukum Adat (MHA) Kampung Kuta yang dapat ditetapkan menjadi hutan adat seluas ± 31 hektar, yang oleh masyarakat setempat disebut sebagai Leuweng Gede.

Areal hutan adat yang ditetapkan dimaksud merupakan hamparan hutan primer yang masih sangat terjaga vegetasi dan ekosistemnya melalui serangkaian aturan adat yang sangat ketat. Sedangkan peruntukan lahan lainnya dalam wilayah adat Kampung Kuta sebagaimana tercantum dalam peraturan daerah dimaksud berupa perkebunan, pemukiman dan sebagainya dikeluarkan dari Lokasi Hutan Adat.

Terdapat sebuah tradisi yang di Kampung Adat Kuta yang terjaga sampai saat ini, sangat menarik yang ada di Kampung Kuta yang bernama Tradisi Nyuguh.

Nyuguh berarti memberi, dengan demikian Tradisi Nyuguh adalah memberi sesajen dan mengantarkan utusan Padjadjaran menyebrang Sungai Cijolang. Dalam pelaksanaannya Tradisi Nyuguh berperan penting dalam menanamkan nilai-nilai kearifan lokal yang ada di Kampung Kuta.

Tujuan khusus dari sarasehan ini adalah bermaksud untuk mengetahui prosesi pelaksanaan Tradisi Nyuguh pada masyarakat Kampung Kuta, bentuk pariwisata budaya yang ada dalam pelaksanaan Tradisi Nyuguh, serta mengetahui peran nilai sosial dan budaya dalam Tradisi Nyuguh sebagai kontrol sosial pada masyarakat Kampung Kuta.

Tradisi Nyuguh yang ada di Kampung Kuta sangat efektif dalam mewariskan nilai-nilai kearifan lokal, dan yang membuat Kampung Kuta bisa tetap bertahan ditengah derasnya arus globalisasi dan modernisasi sekarang ini adalah masyarakat Kampung Kuta yang tetap memegang teguh budaya pamali, serta adanya sikap toleransi dari masyarakat luar yang ada di sekitar Kampung Kuta yang membuat masyarakat Kampung Kuta merasa nyaman dan tidak merasa didiskriminasi karena adanya perbedaan dalam menanamkan nilai-nilai kearifan lokal.

Selain kaya akan budaya dan tradisi, Kampung Kuta juga kaya akan potensi wanatani berbasis budaya. Komoditas wanatani di Kampung Kuta seperti aren, kopi, kapolaga, singkong dan kelapa.

Masyarakat Adat Kampung Kuta baik tua dan muda saat ini masih mengelola komoditas yang ada di wilayahnya dengan menggunakan teknologi dan pengetahuan tradisional secara turun temurun. Olahan komoditas tersebut menjadi gula aren, gulape (kuliner dari singkong dan aren, kapolaga dan beberapa jenis kuliner lainnya.

Tahun 2022, Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat melakukan sekolah lapang kearifan lokal yang diperuntukkan kepada penguatan dan pendokumentasian terkait dengan obyek pemajuan kebudayaan.

Dalam rangka saresehan budaya, bersamaan dengan pelaksanaan Tradisi Nyuguh akan dilakukan festival budaya Kampung Kuta yang di dalamnya terdapat wisata mengenai edukasi, seni, dan kuliner yang akan dilaksanakan pada tanggal 22 September 2022.

Hadir dalam dialog Gelar Budaya Nyuguh dan Pemanfaatan Obyek Pemajuan Kebudayaan Dalam Rangka Sekolah Lapang Kearifan Lokal dilaksanakan di Kampung Adat Kuta, yaitu Dr. Herry Yogaswara dari BRIN, Benekdictus Permadi dari Kemenparekraf, Yuli Prasetyo Nugroho dari KLHK dan Chyntia Dian Astuty dari KADIN Indonesia.

Dialog tersebut dilakukan secara partisipatif dan tatap muka dengan masyarakat. Masyarakat menanyakan terkait dengan menjaga kebudayaan agar tidak luntur dan tetap berkembang di anak-anak muda.

Melalui kurasi obyek pemajuan kebudayaan ini diharapkan dan menggali potensi serta menjaga kebudayaan yang merupakan sumber dari kekayaan Masyarakat Kampung Kuta. Kebudayaan di Kampung Kuta tidak terlepas dari sumberdaya alam yang dimilikinya.

Akan tetapi dalam pemanfaatan, dan pengembangan obyek pemajuan kebudayaan khususnya terkait dengan hasil wanatani ini perlu mendapat sentuhan dari berbagai stakeholder dan pemerintah. Oleh karena itu Masyarakat Kampung Kuta berharap terdapat pembinaan berkelanjutan baik dari pemerintah maupun dari sektor swasta seperti KADIN Indonesia.

Dalam dialog budaya tersebut, kedepannya, Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, Direktorat PKTH, KLHK, Divisi Ekonomi Kreatif Digital, Kemenparekraf, BRIN dan KADIN Indonesia bergotong royong mengembangkan budaya dan komoditas wanatani berbasis pengetahuan dan teknnologi tradisional.