Satu lembaga startup, “Taniyuk” telah berhasil memberikan jaminan stabilitas harga lateks petani karet Ogan Komerin Ilir, Sumatera Selatan, pada tingkat harga Rp 29.000/kg. Kini tak kurang dari 500 petani anggota Kelompok Usaha Perhutanan Sosial- KUPS dari Hutan Tanaman Rakyat, berpenghasilan Rp 250 ribu hingga Rp 300 ribu perhari. Dalam upaya mengekspansi usahanya, Taniyuk, siap melatih petani karet di semua wilatah di Indonesia.
TROPIS.CO – JAKARTA, Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan sangat mengapresiasi peran yang dimainkan perusahaan Starup Taniyuk, dalam mempercepat peningkatan kesejahteraan petani karet di Indonesia, terutama petani yang sudah tergabung dalam Kelompok Usaha Perhutanan Sosial – KUPS di Sumatera Selatan.
“ Keterlibatan “ Tani Yuuk” tidak sebatas membeli produk karet petani, tetapi juga memberikan pelatihan dalam upaya memperbaiki kualitas agar pendapatan petani meningkat,”kata Dirjen Perhutanan Sosial Kemitraan Lingkungan, Bambang Supriyanto.
Bambang memberikan contoh adanya intervensi “Taniyuk” pada kelompok usaha perhutanan sosial di Lubuk Seberuk, Ogan Komerin Ilir, Sumatera Selatan. Jauh sebelumnya, petani yang tergabung dalam kelompok Perhutaan Sosial karya Kelantan Makmur ini, hanya memproduksi bongkahan atau lam dengan perkembangan harga yang sangat berfluktuatif, dan cenderung turun, dalam kisaran Rp 9000 hingga Rp 4000/kg .
“ Tapi dengan berbagai pelatihan yang dilakukan “Taniyuk”, petani di Lubuk Seberuk, sudah mampu memproduksi lateks berkualitas baik dengan harga sangat stabil, Rp 29.000/kg, “ jelas Bambang. Dan lateks petani ini, lanjutnya, oleh “Taniyuk” bersama mitra kerjanya, dikembangkan menjadi sarung tangan berkualitas ekspor. “ Kini pendapatan petani karet di Lubuk Seberuk bisa mencapai Rp 250 ribu hingga Rp 300 ribu perhari.
Disebutkan, bahwa hingga Maret kemarin, jumlah petani yang terdaftar di Taniyuk mendekati 500 orang, walau dalam penyetoran lateknya silih berganti. Adapun kemampuan produksi lateks mereka mencapai 2 ton perhari perhektar. Program Taniyuk, memang tidak berhenti di Lubuk Siberuk, atau pada HTR Lempuing, namun terus terus berekspansi, diawali dengan sosialisasi kepada kelompok tani, sekaligus pelatihan agar teknis produksi lebih baik.
Dengan demikian melalui pelatihan itu, diharapkan, produktivitas dan kualitas lateks petani meningkat. “ Tentu nantinya, pendapatan mereka juga membaik, hingga mendorong peningkatan kesejahteraan keluarganya,”kata Bambang Supriyanto.
Adanya intervensi Taniyuk, diakui Bambang, telah mampu mencegah petani untuk mengkonversikan tanaman karetnya pada tanaman lain, terutama ke tanaman kelapa sawit. Sebelumnya, kecenderungan petani mengganti tanaman karetnya ke kelapa sawit sangat tinggi, lantaran kecewa terhadap perkembangan harga karet, khususnya bongkahan Lam, turun drastis hingga mencapai Rp 4000/kg.
“ Adanya intervensi Taniyuk yang kemudian memberikan pelatihan menggunakan dana CSR perusahaan mitranya, petani tak lagi memproduksi lam tapi langsung memproduksi lateks, sesuai permintaan perusahaan,”kata Bambang Supriyanto.
Ekosistem yang modern.
Vincent Luhur, CEO Taniyuk, saat menerima kunjungan Dirjen Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani dan Staf khusus Menteri Lingkungan Hidup dan kehutanan, Imam Prasudjo, di stan “Taniyuk” pada Pestival PeSoNa di Manggala Wanabakti Jakarta, Senin (5/6), sempat menjelaskan terkait dengan peran yang dimainkan “Taniyuk” dalam bermitra dengan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial petani karet di Sumatera Selatan.
Kata Vincent, bahwa Taniyuk merupakan startup agribisnis yang menjembati petani karet dengan inudstri pengolahan produk karet. Pendekatan menggunakan aplikasi yang berkomitment penuh dalam menjamun kestabilan harga, tanpa terpengaruh oleh fluktuasi pasar global.
“Kami bekerja sama dan membina lebih dari 1200 petani kecil untuk menghasilkan lateks premium dari tanaman karet melalui Ekosistem yang Modern, memberikan keuntungan signifikan bagi semua pihak, bersinergi untuk Ekosistem Pertanian yang Berkelanjutan,”jelasnya.
Taniyuk, lanjutnya, berkerja sama dengan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, berperan sebagai Bapak Angkat, bagi Petani Karet di kawasan Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Sekaligus juga menjaga serta melestarikan kawasan hutan di Indonesia. “Pembelian lateks premium cair dilakukan setiap hari dengan harga Rp 29.000/kg, dan lateks ini digunakan sebagai bahan baku produksi sarung tangan medis dan diekspor ke Amerika Serikat,” jelas Viencent Luhur.
Ditambahkannya, bahwa Setiap hari seorang petani dapat menghasilkan lateks kering yang berpotensi untuk menciptakan 2.000 sarung tangan lateks medis untuk melindungi 1.000 tenaga medis di Dunia. Dan petani karet kecil di Sumatera Selatan telah membuktikan peran mereka itu. Dan lanjutnya lagi, Taniyuk, berusaha menciptakan ekosistem yang berkelanjutan, berperan menjadi jembatan yang menghubungkan industri pertanian dari hulu ke hilir melalui platform digital.
Lebih dari itu, dalam upaya terus melakukan ekspansi usahanya dalam meningkatkan produksi lateks nasional, Taniyuk, kata Vincent Luhur, siap untuk memberikan pelatihan kepada kelompok perhutanan sosial yang komoditas andalanya, tanaman karet. “ Kita akan berusaha memberikan peran yang terbaik dalam meningkatkan kepercayaan petani karet, bahwa tanaman karet sangat prospektif dan menguntungkan bila terus dikembangkan.”