Kementerian LHK Apreasiasi Peran “Taniyuk”  Terhadap Petani Karet di OKI  Sumsel.

Staf Khusus Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang juga Guru Besar Universitas Indonesia, Prof. Imam Prastudjo, bertandang ke stan Taniyuk, saat dilangsungkannya Pestival Perhutanan Sosial Nasional, di Manggala Wanabakti, Senin (5/6). Taniyuk, perusahaan startup yag menjadi jembatan petani karet Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan dengan perushaan industri yang memproduksi sarung tangan karet untuk pasaran ekspor. Adanya intervenasi Taniyuk harga lateks petani stabil di harga Rp 29.000/kg.

Satu lembaga startup, “Taniyuk” telah berhasil memberikan jaminan stabilitas harga lateks petani  karet Ogan Komerin Ilir, Sumatera Selatan, pada tingkat harga Rp 29.000/kg.  Kini  tak kurang  dari  500 petani anggota Kelompok  Usaha Perhutanan  Sosial- KUPS  dari Hutan Tanaman  Rakyat, berpenghasilan  Rp  250 ribu  hingga Rp  300 ribu perhari.  Dalam upaya mengekspansi usahanya,  Taniyuk, siap melatih petani karet di semua wilatah di Indonesia.

TROPIS.CO – JAKARTA,  Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan sangat mengapresiasi peran yang dimainkan  perusahaan  Starup Taniyuk,  dalam mempercepat peningkatan kesejahteraan  petani karet di Indonesia, terutama petani yang sudah tergabung dalam Kelompok Usaha  Perhutanan  Sosial – KUPS di  Sumatera Selatan.

“ Keterlibatan “ Tani Yuuk” tidak sebatas  membeli produk karet petani, tetapi juga memberikan pelatihan dalam upaya memperbaiki  kualitas agar pendapatan petani  meningkat,”kata  Dirjen Perhutanan  Sosial Kemitraan Lingkungan, Bambang Supriyanto.

Bambang memberikan contoh adanya intervensi  “Taniyuk”  pada kelompok usaha  perhutanan sosial di Lubuk Seberuk, Ogan Komerin Ilir,  Sumatera  Selatan. Jauh sebelumnya,  petani yang tergabung dalam kelompok Perhutaan  Sosial  karya Kelantan Makmur ini, hanya memproduksi bongkahan atau lam dengan  perkembangan harga yang sangat berfluktuatif, dan cenderung  turun, dalam kisaran Rp 9000 hingga  Rp 4000/kg .

“ Tapi dengan berbagai pelatihan yang dilakukan  “Taniyuk”, petani di Lubuk Seberuk, sudah mampu memproduksi  lateks  berkualitas baik dengan harga sangat stabil, Rp 29.000/kg, “ jelas Bambang.  Dan lateks petani ini, lanjutnya,  oleh   “Taniyuk” bersama  mitra kerjanya, dikembangkan menjadi sarung tangan berkualitas ekspor. “ Kini pendapatan petani karet di Lubuk Seberuk  bisa mencapai  Rp 250 ribu hingga Rp 300  ribu perhari.

Disebutkan, bahwa hingga Maret kemarin,  jumlah petani  yang terdaftar di Taniyuk  mendekati  500 orang, walau dalam  penyetoran  lateknya silih berganti.  Adapun kemampuan produksi lateks  mereka mencapai  2 ton perhari perhektar.  Program  Taniyuk, memang tidak berhenti di Lubuk Siberuk, atau pada HTR Lempuing, namun terus  terus  berekspansi, diawali dengan  sosialisasi  kepada kelompok tani, sekaligus pelatihan  agar teknis  produksi  lebih baik.

Dengan demikian melalui  pelatihan itu, diharapkan,  produktivitas dan kualitas lateks petani meningkat. “ Tentu nantinya, pendapatan mereka juga membaik, hingga mendorong  peningkatan kesejahteraan  keluarganya,”kata Bambang  Supriyanto.

Adanya intervensi  Taniyuk, diakui Bambang, telah mampu mencegah  petani untuk mengkonversikan  tanaman karetnya  pada  tanaman lain, terutama ke tanaman kelapa sawit.  Sebelumnya, kecenderungan petani mengganti tanaman karetnya ke kelapa sawit sangat tinggi, lantaran kecewa  terhadap perkembangan harga karet, khususnya bongkahan Lam,  turun drastis hingga mencapai Rp  4000/kg.

“ Adanya intervensi Taniyuk yang kemudian memberikan pelatihan menggunakan dana  CSR perusahaan  mitranya, petani  tak lagi memproduksi lam tapi langsung memproduksi lateks, sesuai  permintaan  perusahaan,”kata Bambang Supriyanto.

Ekosistem yang modern.

Vincent Luhur, CEO Taniyuk, saat menerima kunjungan  Dirjen  Gakkum Kementerian Lingkungan  Hidup dan Kehutanan  Rasio  Ridho Sani dan  Staf khusus Menteri Lingkungan Hidup dan kehutanan, Imam Prasudjo, di stan “Taniyuk” pada Pestival PeSoNa di Manggala  Wanabakti Jakarta,  Senin (5/6), sempat menjelaskan  terkait dengan  peran yang dimainkan “Taniyuk” dalam bermitra dengan  Kelompok Usaha Perhutanan Sosial petani karet di  Sumatera  Selatan.

Kata  Vincent, bahwa  Taniyuk merupakan startup  agribisnis yang menjembati  petani  karet dengan  inudstri pengolahan produk karet.  Pendekatan menggunakan aplikasi  yang berkomitment penuh dalam  menjamun kestabilan harga, tanpa  terpengaruh  oleh fluktuasi  pasar global.

“Kami bekerja sama dan membina lebih dari 1200 petani kecil untuk menghasilkan lateks premium dari tanaman karet melalui Ekosistem yang Modern, memberikan keuntungan signifikan bagi semua pihak, bersinergi untuk Ekosistem Pertanian yang Berkelanjutan,”jelasnya.

Taniyuk, lanjutnya,  berkerja sama dengan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, berperan sebagai  Bapak Angkat, bagi  Petani Karet di kawasan Hutan Tanaman Rakyat (HTR).  Sekaligus juga  menjaga serta melestarikan kawasan hutan di Indonesia.  “Pembelian lateks premium cair dilakukan setiap hari dengan harga Rp  29.000/kg, dan lateks  ini  digunakan sebagai bahan baku produksi sarung tangan medis dan diekspor ke Amerika Serikat,” jelas Viencent Luhur.

Ditambahkannya,  bahwa  Setiap hari seorang petani dapat menghasilkan lateks kering yang berpotensi untuk menciptakan 2.000 sarung tangan lateks medis untuk melindungi 1.000 tenaga medis di Dunia. Dan  petani karet kecil di Sumatera Selatan telah membuktikan peran mereka itu.  Dan lanjutnya lagi,   Taniyuk,  berusaha  menciptakan ekosistem yang berkelanjutan, berperan  menjadi jembatan yang menghubungkan industri pertanian dari hulu ke hilir melalui platform digital.

Lebih   dari itu, dalam  upaya terus melakukan ekspansi usahanya dalam meningkatkan  produksi lateks nasional, Taniyuk, kata  Vincent Luhur, siap untuk memberikan pelatihan kepada kelompok perhutanan sosial yang komoditas andalanya,  tanaman karet. “ Kita akan berusaha memberikan peran yang terbaik dalam meningkatkan kepercayaan petani karet, bahwa tanaman karet sangat prospektif dan menguntungkan bila terus dikembangkan.”