TROPIS.CO – JAKARTA, Program Perhutanan Sosial yang diorientasikan mempercepat pengentasan kemiskinan masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan hutan, pada hakekatnya suatu strategi dalam upaya membangun Indonesia dari pinggir.
Nunu Nugraha, Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam percakapan dengan TROPIS.CO, dalam berulang kesempatan, menegaskan bahwa program Perhutanan Sosial, merupakan program strategis nasional yang bermisikan percepatan pemerataan atas kesenjangan penguasaan kawasan hutan dalam decade sebelumnya.
Dengan memberikan akses kelola terhadap kawasan hutan, maka diharapkan ketimpangan penguasaan kawasan hutan yang berakibat pada terjadinya ketimpangan ekonomi, akan memberikan kesempatan masyarakat untuk lebih berkreasi pada kegiatan yang produktif.
“ Ketimpangan itu akan diatasi melalui pendekatan 3 pilar, pemberian akses lahan, kesempatan berusaha di sekitar kawasan hutan, dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang juga sekaligus menguatkan kapasitas kelembagaan, sebagai wadah mereka untuk berkreasi,”kata Nunu Nugraha.
Terhadap akses kelola lahan, lanjutnya, bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, telah mengalokasikan kawasan hutan seluas 12,7 juta hektar untuk dikelola masyarakat melalui program perhutanan sosial dalam 5 skema; Hutan Adat, Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, dan Kemitraan Lingkungan.
Dari luas areal yang dialokasikan itu, hingga Maret kemarin, sudah dapat direaliasikan tak kurang dari 5,3 jutab hektar, melibatkan sekitar 1,2 juta kepala keluarga yang tergabung dalam hampir 10 ribu Kelompok Usaha Perhutanan Sosial. Adapun sisanya, sekitar 7,8 jutaaan, diharapkan akan terwujud pada tahun 2030.
“Peraturan Presiden No 28 tahun 2023, tertanggal 4 Mei 2023, telah mengatur strategi percepatan tersebutm dan melibatkan sedikitnya 10 kementerian dan lembaga terkait,”ujarnya lagi.
“ Andai nanti bisa terealisasi semua, sedikitanya 5 juta kepala keluarga yang selama ini terkesan termarjinalkan, dengan diberikan akses kelola, ekonomi mereka akan lebih baik,”tambah Nunu.
Diperjelas oleh Nunu Nugraha, bahwa dalam skema Hutan Desa atau HD, hak pengelolaan diberikan kepada lembaga desa untuk kesejahteraan masyarakat desa. Hutan Kemasyarakatan atau HKm, hutan negara yang pemanfaatan ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat.
Sedangkan Hutan Tanaman Rakyat atau HTR, merupakan hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur, dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan.
Lalu Hutan Adat (HA), kawasan hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat hutan adat yang kemudian dikelola secara langsung oleh masyarakat adat dalam upaya percepatan aspek ekonomi warganya. Dan skema terakhir adalah Kemitraan Kehutanan, dimana adanya kerjasama antara masyarakat setempat dengan pengelola hutan, pemegang Izin Usaha Pemanfaatan hutan, jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan atau pemegang izin usaha industri primer hasil hutan.
Adapun pelaku Perhutanan Sosial adalah kesatuan masyarakat secara sosial yang terdiri dari warga Negara Republik Indonesia, yang tinggal di kawasan hutan, atau di dalam kawasan hutan negara, yang keabsahannya dibuktikan lewat Kartu Tanda Penduduk, dan memiliki komunitas sosial berupa riwayat penggarapan kawasan hutan dan tergantung pada hutan, dan aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan.