Presiden Jokowi Perlu Evaluasi Kebijakan Food Estate

Tofan Mahdi, Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), menjadi narasumber dalam acara Evaluasi 2022 and Proyeksi 2023: Kebijakan Luar Negeri dan Diplomasi Indonesia di Kampus Universitas Paramadina, Jakarta. Foto: Universitas Paramadina
Tofan Mahdi, Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), menjadi narasumber dalam acara Evaluasi 2022 and Proyeksi 2023: Kebijakan Luar Negeri dan Diplomasi Indonesia di Kampus Universitas Paramadina, Jakarta. Foto: Universitas Paramadina

TROPIS.CO, JAKARTA – Guna menghadapi ancaman krisis pangan, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) gencar menerapkan kebijakan food estate di sejumlah daerah.

Namun, program tersebut berpotensi jadi bumerang bagi Indonesia di masa depan.

Demikian disampaikan Ahli politik lingkungan internasional dari Universitas Paramadina, Ica Wulansari dalam acara Evaluasi 2022 and Proyeksi 2023: Kebijakan Luar Negeri dan Diplomasi Indonesia di Kampus Universitas Paramadina, Jakarta, Kamis (15/12/2022).

Hadir sebagai pembicara lain ahli pekerja migran, yang juga dosen Hubungan Internasional Universitas Paramadina, Benni Yusriza dan Tofan Mahdi, Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).

Baca juga: Bukan Food Estate, Pemberdayaan Keanekaragaman Pangan Lokal Solusi Hadapi Ancaman Krisis

Moderator acara ini adalah Anton Aliabbas, Kepala Centre for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE).

Ica menjelaskan kebijakan food estate yang dilakukan pemerintah tidak selaras dengan kebutuhan warga setempat.

Di sisi lain, dalam jangka panjang, kebijakan tersebut akan menjadikan lahan tidak subur dan gangguan keseimbangan ekosistem.

“Karena itu, kebijakan food estate di tahun 2023 perlu mendapat peninjauan kembali untuk memitigasi kemungkinan efek negatif ini,” kata Sekretaris Program Sarjana Hubungan Internasional Universitas Paramadina ini.

Baca juga: COP27: Prediksi Pemanasan Global Memburuk, Indonesia Perlu Adaptasi

Dirinya mengakui berlarutnya konflik Rusia-Ukraina telah menyebabkan krisis di sektor pangan semakin buruk.

Keterlibatan Rusia yang merupakan produsen bahan aktif pupuk telah menjadikan harga pupuk global tidak terkendali dan naik mencapai 80 persen.