Didukung Ford Foundation, BRWA Kelola Registrasi Wilayah Adat di Tapanuli Utara dan Luwu Utara Seluas 186 Ribu Hektare

Tim Terpadu BRWA melakukan verifikasi data sosial hutan adat bersama warga lokal di wilayah adat Sitolu Ompu di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Foto: BRWA
Tim Terpadu BRWA melakukan verifikasi data sosial hutan adat bersama warga lokal di wilayah adat Sitolu Ompu di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Foto: BRWA

TROPIS.CO, JAKARTA – Hari Bumi, diperingati tiap 22 April, menjadi momen refleksi untuk menyadari peran penting masyarakat adat dan komunitas lokal sebagai penjaga alam.

Sayangnya, sebagai pelindung hutan dan biodiversitas, belum semua mendapat pengakuan dasar atas wilayah adatnya.

Ford Foundation, sebagai lembaga filantropi yang berfokus pada keadilan iklim bagi masyarakat adat, konsisten mendukung Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) dalam melakukan proses registrasi untuk memitigasi penyusutan area 82 juta hektare hutan di Indonesia.

Salah satu implementasi programnya adalah proses registrasi wilayah adat seluas 186 ribu hektare di Tapanuli Utara, Sumatera Utara, dan Luwu Utara, Sulawesi Selatan.

Baca juga: Pendanaan Hijau Supernova Ecosystem Targetkan Konservasi 700 Ribu Hektar dan Lapangan KeInovasirja bagi 13 Ribu Masyarakat Adat

“Sejak tahun 2010 hingga Maret 2024, BRWA telah berhasil meregistrasikan 28,2 juta hektare wilayah adat, di mana 72 persen diantaranya merupakan ekosistem penting yang harus dijaga yaitu mangrove, karst, areal koridor satwa, dan area kunci biodiversitas.”

Kerja sama dengan Ford Foundation dan juga beberapa pihak lainnya diharapkan dapat mengakselerasi proses capaian perlindungan hutan teregistrasi, terverifikasi, dan tersertifikasi di Tapanuli Utara dan Luwu Utara,” ujar Kasmita Widodo, Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), dalam keterangan persnya pada Senin (22/4/2024).

Semakin besar wilayah adat yang teregistrasi dan diakui, maka area biodiversitas dan ekosistem hutan yang terjaga akan semakin luas.

“Dalam menjalankan kehidupannya, masyarakat adat dan komunitas lokal telah menerapkan tata kelola pelestarian dan konservasi alam.”

Baca juga: Ikke Nurjanah Dipercaya sebagai Duta Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Nasional

“Upaya yang berlandaskan pada kearifan lokal ini terbukti efektif dalam praktik pengelolaan sumber daya sekaligus melindungi alam dan keanekaragaman hayati di dalamnya,“ tuturnya.

Lebih lanjut, Widodo menjelaskan penerapan kearifan lokal pada wilayah adat mencakup pada area tanah, hutan, dan air beserta isinya dilakukan berdasarkan tata kelola yang diatur oleh hukum adat, praktik pengelolaan wilayah perairan, dan larangan penggunaan alat tangkap yang merusak, serta melakukan rotasi tanam dan diversifikasi tanaman pada wilayah perladangan untuk memulihkan unsur hara.

“Peringatan Hari Bumi dapat menjadi momen bagi semua pihak untuk terus mendukung upaya pengakuan masyarakat adat dan komunitas lokal untuk menjaga dan mengelola wilayah adatnya.”

“Dengan demikian, peran mereka sebagai penjaga bumi melalui konservasi dan pengelolaan sumber daya alam yang sesuai dengan tradisi dan budaya dapat terus berlangsung,” imbuhnya.

Baca juga: Himpunan Alumni Fahutan IPB University Ajak Rimbawan Berkontribusi Pemikiran demi Kelola Kehutanan Menuju Indonesia Emas 2045