Stok Naik, Tapi Produksi dan Ekspor Minyak Sawit Indonesia Turun

Ketua Umum GAPKI Eddy Martono (tengah) didampingi Wakil Ketua Umum III Urusan Organisasi Satrija Budi Wibawa, dan Media Relation GAPKI Fenny A. Sofyan. Foto: GAPKI
Ketua Umum GAPKI Eddy Martono (tengah) didampingi Wakil Ketua Umum III Urusan Organisasi Satrija Budi Wibawa, dan Media Relation GAPKI Fenny A. Sofyan. Foto: GAPKI

TROPIS.CO,JAKARTA – Produksi crude palm oil (CPO) bulan Februari 2024 diperkirakan mencapai 3.883 ribu ton atau turun 8,25 persen dari 4.232 ribu ton pada Januari 2024.

Hal yang sama juga berlaku pada produksi palm kernel oil (PKO) diperkirakan turun sekitar 8,24 persen dari 402 ribu ton pada Januari 2024 menjadi 369 ribu ton pada Februari 2024.

“Turunnya produksi ini disebabkan antara lain jumlah hari kerja pada bulan Februari yang lebih sedikit dibandingkan bulan Januari,” tutur Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indomesia (Gapki) Eddy Martono saat membuka Halalbihalal GAPKI dengan Media di Jakarta, Selasa (30/4/2024).

Menurutnya, total konsumsi dalam negeri pada bulan Februari juga mengalami penurunan 4,02 persen dibandingkan bulan Januari 2024 yaitu dari 1.942 ribu ton menjadi 1.864 ribu ton.

Baca juga: Begini Kinerja Industri Minyak Sawit Tahun 2023 dan Prospek di Tahun 2024

Konsumsi pada bulan Februari untuk pangan, oleokimia dan biodiesel mengalami penurunan secara berurutan menjadi 769 ribu ton, 175 ribu ton dan 920 ribu ton dari 800 ribu ton, 187 ribu ton dan 957 ribu ton pada bulan Januari atau turun masing-masing sebesar 3,87 persen, 6,42 persen dan 3,77 persen.

Penurunan konsumsi juga antara lain disebabkan jumlah hari kalender Februari yang lebih sedikit dari bulan Januari.

Di sisi ekspor, kinerja total ekspor bulan Februari mengalami penurunan 26,48 persen yaitu dari 2.810 pada bulan Januari menjadi 2.166 ribu ton pada bulan Februari.

Secara volume, penurunan terbesar terjadi pada olahan CPO dari 1.933 ribu ton menjadi 1.495 ribu ton (-438 ribu ton), diikuti dengan CPO dari 367 ribu ton menjadi 152 ribu ton (-215 ribu ton), dan oleokimia dari 393 ribu ton menjadi 364 ribu ton (-29 ribu ton).

Baca juga: Tekan Emisi hingga 132 Juta Ton CO2, Mandatori Biodiesel Hemat Devisa Rp122 Triliun

Ekspor olahan PKO naik dari 106 ribu ton menjadi 129 ribu ton (+23 ribu ton).

Akibat dari penurunan volume yang besar tersebut, nilai ekspor bulan Februari hanya mencapai US$1.808 juta, turun dari US$ 2.304 juta pada bulan Januari, meskipun harga CPO cif Rotterdam naik dari US$ 958 per ton menjadi US$ 965 per ton.

Penurunan volume ekspor dari bulan Januari ke Februari yang terbesar terjadi untuk tujuan India yakni sebesar 287 ribu ton dari 527 ribu ton menjadi 240 ribu ton (-54,45 persen).

Lantas diikuti tujuan Pakistan sebesar 97 ribu ton dari 284 ribu ton menjadi 187 ribu ton (-34,15 persen) dan tujuan Afrika sebesar 91 ribu ton dari 39 ribu ton menjadi 548 ribu ton (-14,24 persen) serta tujuan China sebesar 49 ribu ton dari 375 ribu ton menjadi 326 ribu ton (-13,07 persen).

Baca juga: GAPKI dan Polri Kolaborasi Jaga Keamanan dan Kepastian Hukum Industri Kelapa Sawit Indonesia

Lalu Bangladesh sebesar 43 ribu ton dari 77 ribu ton menjadi 34 ribu ton (-55,84 persen) serta Uni Eropa sebesar 27 ribu ton dari 368 ribu ton menjadi 341 ribu ton (-7,34 persen).

Secara YoY sampai dengan bulan Februari tahun 2024 terhadap 2023, ekspor tujuan Pakistan meningkat 54,93 persen dari 304 ribu ton menjadi 471 ribu ton, tujuan EU naik 2,20 persen dari 909 ribu ton menjadi 929 ribu ton sedangkan ekspor untuk tujuan China turun 47,37 persen dari 1.332 ribu ton menjadi 701 ribu ton.

Tujuan Bangladesh turun 42,78 persen dari 194 ribu ton menjadi 111 ribu ton, tujuan Afrika turun 19,24 persen dari 769 ribu ton menjadi 621 ribu ton dan tujuan India turun 17,45 persen dari 928 ribu ton menjadi 766 ribu ton.

“Dengan stok awal Februari sebesar 3.032 ribu ton, produksi CPO dan PKO 4.252 ribu ton, konsumsi dalam negeri 1.864 ribu ton dan ekspor 2.166 ribu ton, maka stok akhir Februari 2024 diperkirakan sekitar 3.259 ribu ton atau meningkat sekitar 7,49 persen dibandingkan stok bulan Januari 2024,” pungkas Eddy Martono. (*)