Segera Dibentuk Lembaga Uji Kelayakan Lingkungan Hidup Menggantikan Peran Komisi Penilai Amdal

Kepala Badan Standarisasi dan Instrumen Lingkungan HIdup dan Kehutanan,. Ary Sudijanto, saat pembukaan Rakernas Amdal 2023, bersama Menteri LHK Siti Nurbaya, Dirjen PKTL Hanif Faisol, dan Direktur PDLUK, Laksmi Widyayanti. Raskernas sepakat mempercepat terbentuknya Lembaga Uji Kelayakan LIngkungan Hidup sebagai pengganti Komisi Penilai Amdal.

TROPIS.CO, JAKARTA – Peran  Komisi Penilai Amdal bakal diganti dengan Lembaga Uji Kelayakan Lingkungan Hidup yang implementasi pengujiannya oleh Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup.

Suatu upaya mempercepat proses pelayanan sekaligus meningkatkasn kualitas pengujian dokumen lingkungan.

Pelaksanaan amanah Peraturan Pemerintah 22/2021, terkait Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pemerintah segera membentuk Lembaga Uji Kelayakan   Lingkungan  Hidup, LUK-LH sebagai pengganti Komisi Penilai Amdal,KPA.  Dengan LUK-LH diharapkan ada satu pemahaman dalam menilai pentingnya Analisasi  Mengenai Dampak Lingkungan terhadap suatu usaha dan kegiatan yang diyakini akan memberikan efek negative terhadap lingkungan hidup.

“Dengan system uji kelayakan kita ingin mengembalikan  Amdal sebagai kajian ilmiah,”kata Ary Sudijanto, saat mengemukakan dasar  pemikiran,  system KPA, Komisi Penilai Amdal,  diganti  dengan system  uji kelayakan pada  Rakernas Amdal 2023 yang berlangsung di Jakarta, Rabu hingga Jumat, pekan lalu.

Selain itu, lanjut Kepala Badan Standarisasi Instrumen  Lingkungan Hidup dan Kehutanan BSI LHK ini, untuk lebih  memastikan pelaksanaan standarisasi itu sesuai dengan  NSPK, dan  mengatasi  bottleneck  yang selama ini sangat dirasakan dalam penilaian  Amdal. “Nantinya, LUK –LH hanya ada  satu berkedudukan di pusat yang didalamnya  tergabung para ahli  berserifikat  penguji  Amdal,”jelas Ary Sudijanto.

Dijelaskan  Ary, bahwa  Komisi Penilai  Amdal dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota. Sehingga sangat dimungkinkan adanya perbedaan tingkat pemahaman Amdal oleh anggota KPA. Sementara

TUK dibentuk oleh LUK- hanya ada satu LUK yakni di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sehingga memiliki kesamaan standar dan pemahaman dalam pengujian yang dilakukan anggota TUK-LH.

Ary Sudijanto menyebut dasar pemikiran pergantian KPA ke LUK-LH agar hasil kajian Amdal lebih ilmiah dan berkualitas. Selama ini, karena banyak KPA kemungkinan ada perbedaan pemahaman terhadap Amdal dari kalangan anggota penguji. Kini distandarisasikan.

Sebelumnya, Menteri lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, saat pembukaan Rakernas, sempat meyinggung soal keberadaan  Amdal ini. Kata Menteri  Siti Nurbaya, dokumen lingkungan, berupa  Amdal  adalah environmental and  social safeguard, yakni  suatu instrumen yang dapat digunakan untuk mengamankan dan melindungi kepentingan lingkungan dan kepentingan masyarakat serta menjaga keseimbangan 3P,  Profit (Bisnis), Planet (Lingkungan) dan People (Masyarakat).

“Amdal yang baik adalah yang dapat bermanfaat sebagai dasar pengambilan keputusan kelayakan dan dapat digunakan sebagai alat untuk  meminimalkan dampak akibat usaha dan/atau kegiatan serta sebagai acuan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan,”ungkap Menteri Siti Nurbaya.

Sementara itu, selama ini,  prosedure mendapatkan dokumen lingkungan, selalu dipersepsikan sangat panjang,  berbelit-belit, memakan waktu dan biaya serta manfaat makna yang belum dirasakan dari arti peirjinan AMDAL. Karenanya,  dengan alasan itu,  pemerintah akan terus berupaya, agar  menemukan jalan kesederhanaannya,  kemudahan dalam prosedur birokratis dan administrative.

Keputusan politik terkait keinginan  tersebut, kata Menteri  Siti Nurbaya,  sudah diterbitkan,  yakni Permen  No  18./2021,  sebagai pelaksanaan  ketentuan Pasal 106 huruf b, huruf c, dan huruf d,  Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021.  Dan  PP No 22 ini,  terkait  dengan  Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dewan Pengarah.

Di dalam struktur LUK- LH, Menteri, diposisikan  sebagai  Ketua Dewan  Pengarah. Anggotanya,  unsur pemerintah setingkat pejabat tinggi madya.  Wakil  perguruan tinggi, dan wakil organisasi non pemerintah, seperti pemerhati lingkungan.  Adapun Ketua LUK- LH,  dijabat seorang pejabat tinggi madya, setingkat eselon I. Sementara Sekretaris dijabat  pejabat tinggi pratama yang membidangi  Amdal. Atau pejabat  setara  dengan pengalaman 3 tahun dalam penilai Amdal.

Di struktur bawahnya, ada  empat divisi.  Devisi  Tim  Uji kelayakan Lingkungan Hidup. Ada unit divisi yang menangani sertifikasi  dan kapasitas kompetensi.  Divisi system  informasi uji kelayakan , kemudian Divisi  monitoring dan evaluasi  Tim Uji  Kelayakan Lingkungan Hidup. Masing masing divisi dipimpin seorang kepala divisi.

Tugas LUK-LH, dijelaskan Ary, selain  membentuk Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup, juga ;melakukan sertifikasi ahli; menyusun daftar kumpulan ahli bersertifikat; menyediakan sistem informasi uji kelayakan yang merupakan bagian dari sistem informasi dokumen Lingkungan Hidup; dan melakukan pembinaan kepada Tim Uji Kelayakan Lingkungan  Hidup;  serta memonitoring dan evaluasi pelaksanaan uji kelayakan oleh Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup. ,

Sebagai perpanjangan tangan di daerah daerah;  provinsi, kabupaten dan kota, LUK-LH akan membentuk  Tim Uji  Kelayakan Lingkungan  Hidup, TUK-LH.  Nantinya,  akan dibentuk  TUK-LH pusat,  TUK-LH provinsi, TUK-LH Kabupaten dan kota, juga ada TUK-LH pusat dengan penugasan khusus.  “Tim Uji Kelayakan, bertugas membantu Menteri, gubernur, bupati/walikota untuk melakukan penilaian uji kelayakan lingkungan hidup  rencana usaha dan/atau kegiatan sesuai kewenangannya.

Keanggotaan TUK-LH, dijelaskan  Ary Sudijanto,  terdiri dari unsur Pemerintah Pusat, Pemerintah daerah dan Ahli bersertifikat. Jumlahnya minimal  10 orang, terbagi atas; 5 ahli  yang telah  tersertifikasi, dan 5 lainnya,  dari instansi lingkungan hidup pusat dan daerah.  Nah, 5 orang  dari instansi  Lingkugan Hidup ini, 3 orang telah lulus diklat Amdal penilai, dan 2 orang lulusan  diklat Amdal penyusunan.

Tidak hanya itu,  mereka telah lulus diklat Amdal Dasar atau memiliki latar belakang pendidikan teknik lingkungan atau ilmu lingkungan atau program studi sejenis yang memiliki mata kuliah Amdal dan telah berpengalaman minimal 3 tahun menilai Amdal. Atau juga, mempunyai pengalaman menilai Amdal minimal 5  tahun terakhir.

Di dalam melakukan penilaian Amdal, menurut  Ary Sudijanto, bahwa seorang  penilai anggota TUK-LH, harus memahami kemampuan dasar, terkait rencana usaha atau kegiatan yang akan dilakukan, beserta tahapan pelaksanaannya. Memahami  dan mampu  mengidentifikasi  potensi dampak lingkungan yang muncul  pada setiap tahapan kegiatan.  Dan juga, memiliki pemahaman  untuk dapat  memilah Dampak  Penting  Hipotek ( DPH) yang perlu dikaji berdasarkan pertimbangan  kondisi lokasi rencana kegiatan, dan jenis kegiatan  yang dilakukan.

Tidak hanya itu,  setiap anggota  TUK-LH, harus memiliki  pemahaman terhadap kajian DPH yang setidaknya,  harus memberikan gambaran besaran dan sifat penting dampak, sebagai dasar pertimbangan untuk rekomendasi kelayakan lingkungan. Selain, memiliki pemahaman evaluasi dampak secara holistic beserta metodenya.  Dan juga memiliki  kemampuan dasar dalam  pemahaman bahwa setiap dampak yang terjadi harus disiapkan langkah mitigasinya yang disesuaikan dengan sumber kegiatan penyebab dampak.

“Dengan pemahaman komprehensif yang dimiliki oleh anggota TUK, akan menjamin kualitas dokumen lingkungan yang dihasilkan,”tegas Ary Sudijanto lagi.

Terkait dengan peran Komisi Penilai Amdal, Ary Sudijanto menyebut, bahwa  KPA tertap melaksanakan tugas yang sedang dilakukan, hingga terbentuk LUK-LH dan TUK-LH.

Instrumen Tata Lingkungan.

Dalam  Rakenas  Amdal 2023, Dwi P. Sasongko, peneliti dari Pusat Penelitian lingkungan Hidup,  Universitas  Diponegoro, memang mengulas panjang dan lengkap  terkait dengan  Instrument  Tata lingkungan.

Dia menyebut instrument ini  mencakup pilar perencanaan, diawali  inventarisasi  Lingkungan Hidup, Penetapan wilayah ekoregion dan penyusunan  RPPLH.  Baru kemudian, pilar pemanfaatan  yang diantaranya, terkait dengan daya dukung lingkungan hidup,  daya tampung, RPPLH.  Dan terakhir pilar pengendalian; seperti  IELH dan KLHS untuk skala  landscap.  Dan  Amdal, Perling, UKL-UPL, ARL dan AL  untuk skala  tapak.

Nah, dari berbagai  instrument ini,  kata   Dwi. P  Sasongko, ada sejumlah  instrumen yang perlu disegerakan.  Sebut saja misalnya, seperti di amanatkan  Pasal  106 Peraturan Pemerintah No 22/2021.  Dan ini  terkait dengan ketentuan mengenai;  daftar Usaha dan/atau kegiatan wajib Amdal, UKL-UPL dan SPPL.  Tata cara sertifikasi LSK Amdal, LPK Amdal, dan  LPJP Amdal. Juga terakait dengan  tata cara  penilaian  Ahli Bersertifikat yang diatur dengan  ketentuan Menteri.

Soal daftar usaha, diakui Dwi P. Sasongko, memang sudah diterbitkan  Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.  Permennya,  No 4  tahun 2021 tentang Daftar  Usaha dan /tata kegiatan yang wajib  Amdal, UKL-UPL dan SPPL.  Begitupun dengan sertifikasi, Menteri LHK Siti Nurbaya, dalam waktu  yang hampir bersamaan, juga menerbitkan Permen LHK No 18 tahun 2021.  Permen ini mencakup ; sertifikasi  kompetensi Amdal, Lembaga Penyedia jasa penyusunan  Amdal, dan uji kelayakan lingkungan hidup.

Hanya memang, kelembagaannya, ini yang menurut Dwi P.  Sasongko, perlu segera dibentuk.  Lembaga Uji Kelayakan Lingkungan  Hidup, atau LUK –LH.  Pembentuknyannya,  memang  harus dilakukan oleh Menteri LHK. Sesuai amanah  Pasal 76 PP No 22 tahun 2021.

LUK- LH, juga menjadi penilai bagi calon ahli yang akan menjadi anggota penilai di Tim Uji Kelayakan. Selain menyusun daftar Kumpulan Ahli Bersertifikat. Adalah menteri yang menetapkan ahli bersertikat sebagai anggota TUK-LH. “ Dan penetapannya dilakukan melalui LUK-LH dengan mekanisme, Penilaian calon ahli bersertifikat,”kata Dwi P Sasongko, pakar lingkungan dari Undip

Dalam  kebijakan itu disebutkan,  LUK – LH,  dibentuk oleh Menteri , bertugas membantu  menteri –  yang antara lain;  membentuk  Tim Uji  Kelayakan Lingkungan  Hidup, atau TUK – LH.   Eksistensi  dari TUK – LH,  melakukan  tugas membantu menteri, gubernur, bahkan juga Bupati dan Walikota, dalam melakukan  uji kelayakan sesuai kewenangannya.

LUK- LH, juga menjadi penilai bagi  calon ahli yang akan menjadi  anggota penilai  di  Tim  Uji Kelayakan. Selain menyusun daftar Kumpulan  Ahli Bersertifikat.  Adalah menteri  yang menetapkan  ahli bersertikat sebagai anggota TUK-LH.  “ Dan penetapannya dilakukan melalui LUK-LH  dengan mekanisme, Penilaian  calon ahli bersertifikat,”kata Dwi P Sasongko lagi.

Dijelaskan  Dwi P Sasongko, bahwa mekanisme penilaian  ahli bersertifikat ini,  merujuk pada  Pasal  85 PP tahun 2021.  Dalam pasal tersebut, pendidikan minimal  sarjana, pengalaman sesuai keilmuan paling sedikit 3  tahun.  Memiliki sertifikat pelatihan yang terkait kajian dampak lingkungan. Rekam jejak dalam  penilaian Amdal.  Ada juga, tulisan ilmiah di jurnal nasional atau internasional; dan/atau rekomendasi dari asosiasi keahlian.

Di  dalam menilai persyaratan,  Menteri bisa menugaskan  Lembaga Uji Kelayakan Lingkungan  Hidup,  dan Lembaga Uji Kelayakan dapat dibantu  oleh dewan penilai. Dalam melakukan penilaian, Dewan Penilai melakukan:.telaahan terhadap kelengkapan persyaratan; dan penilaian terhadap kemampuan calon ahli bersertifikat dalam memahami konsep Amdal dan  konsep penilaian Amdal.

Lalu kemudian, Dewan Penilai menyampaikan rekomendasi kepada Menteri yang menyatakan;  dapat diterbitkan tanda ahli bersertifikat; atau  belum dapat diterbitkan tanda ahli bersertifikat. Dan menteri juga punya wewenang, menetapkan  ahli bersertifikat secara  portopolio. Artinya, menetapkan  ahli  untuk menjadi  ahli bersertifikat.  Pertimbangannya,  rekam jejak  penilaian  dokumen Amdal  yang telah  dilakukan oleh ahli tersebut, dalam masa  5  tahun terakhir.  Lalu,  pengalaman sesuai keilmuannya, sebagai pertimbangannya. Hanya memang,  dalam melakukan  pertimbangan  portopolio ini, Menteri dibantu lembaga  uji kelayakan lingkungan hidup.

Nah nanti, bila berbagai mekanisme ini sudah dilakukan, maka menteri  akan menerbitkan Tanda Ahli Bersertifikat. Lalu kemudian, menetapkan ahli bersertifikat untuk menjadi anggota TUK- LH. Hanya memang tidak serta  merta ditetapkan, melainkan  melalui mekanisme  pengusulan.

Adapun usulannya,  jelas  Dwi,  bisa inisiatif sendiri, asosiasi keahlian, juga oleh  Direktur Jendral suatu kementerian, dan juga,  usulan  Gibenernur  melalui  OPD LH Provinsi.  Serta oleh  Bupati dan  Walikota melalui  OPD LH Kabupaten atau Kota. Selain diusulkan  oleh Lembaga Uji Kelayakan melalui undangan.

Nanti, andai  daftar kumpulan  ahli bersertifikat itu, sudah ada,  setidaknya akan diketahui,  ada sejumlah kelompok ahli  yang telah bersertifikat.  Dan ini mencakup; ahli mutu udara;  ahli transportasi; ahli mutu air;  ahli geologi; ahli mutu tanah; dan ahli hidrogeologi,  ahli keanekaragamnan hayati; ahli hidrologi,  ahli kehutanan;  ahli kelautan, ahli sosial;  ahli  kesehatan masyarakat, serta berbagai  ahli lain,  sesuai dampak  Usaha  dan Kegiatan