Firman Soebagio, Hibah PSR Harus Ada Pendamping

Belasan juta masyarakat pedesaan hidup dari industri sawit, sehingga dibutuhkan kesinambungan produksi. Sayang progran PSR sangat lamban.

TROPIS.CO – JAKARTA, Kendati belum optimal dari total kebutuhan hingga waktu tanaman sawit produksi normal, tapi Komisi IV merespon positif atas kebijakan menambah dana hibah peremajaan sawit Rakyat menjadi Rp 60 Juta/hektar.

“ Ini meningkat dua kalilipat dari sebelumnya hanya Rp 30juta/hektar”kata Firman Soebagio.

Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar dapil Jawa Tengah ini, mengatakan, dengan adanya penambahan dana hibah ini, diharapkan program PSR bisa lebih dipecepat

Hanya memang dia mengingatkan, bahwa dalam pelaksanaan ini, kelompok tani hendaknya dibantu pendamping independen yang sangat memahami tehnik budidya sawit agar target optimal perhektar bisa tercapai.

Sebab tanpa ada pendampingan, Firman Soebagio khawatir, target minimal 5 hingga 6 ton CPO perhektar, akan meleset, karena petani dalam mengelola usaha tani sawitnya, kurang didasari teknis budidaya yang benar.

Selama ini tingkat produktivitas sawit rakyat jauh di bawah produktivitas sawit perusahaan. Bila perusahaan dalam kisaran 5 hingga 7 ton CPO/hektar, sawit rakyat ganya dalam kisaran 2. hingga 3 ton. Dengan adanya peremajaan diharapkan produkrivitas sawit rakyat mendekat sawit perusahaan.
“ Karenanya dibutuhkan pendampingan agar target produktivitas perhektar itu, bisa optimal” kata Firman Soebagio.

Diakui Firman bahwa. dengan hibah Rp 60 juta perhektar belum optimal, terlebih bila diperhitungkaj cost off living mereka hingga memasuki panen normal, yakni 5. hingga 7 tahun. Namun Firman berkeyakinian bahwa petani juga mempunyai sumber penghasilan lain.

Dalam suatu kegiatan di Bandung, pertengahan Februari kemarin, Presiden Direktur PT Astra Agro Lestari, Santosa menjawab TROPIS, mengatakan kebutuhan biaya untuk peremajaan sawit rakyat, untuk budidaya tanaman saja mencapai Rp 120 juta. Sementara COL petani untuk masa 84 bulan hingga tanaman sawit normal, paling tidak Rp 254 juta, dengan kebutuhan sekitar Rp 3 juta setiap bulan.

Adapun rincian dana Rp 120 juta yang disebutkan Santosa, untuk biaya land clearing, pembelian bibit siap tanan, pemupukan awal dan pemupukan rutin setiap 3 bulan. Dengan perlakuan yang benar maka sangat diyakini oleh Santosa, bahwa produktivitas sawit rakyat bakal sama dengan sawit perusahaan.

“ Jadi kalau hanya Rp 30 juta, itu hanya habis untuk
land clearing dan pembelian bibit,” kata Santosa.

Pemerintah telah mencanangkan PSR sejak 7 tahun silam dengan target rata rata 180 ribu hektar/tahun. Tapi realisasinya sangat memprohatinkan, baru sekitar 326 ribu hektar yang sejatinya dalam 7 tahun itu,sedikitnya 1,1 juta hektar. Sementara sawit rakyat yang saatnya direplanting lebih dari 3 juta hektar.

Lambatnya program PSR salah satunya disebabkan petani tidak memiliki modal. Sedangkan hibah pemerintah dari pungutan ekspor produk sawit yang disalurkan melalui Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit, hanya Rp 30 juta.

Dalam 7 tahun terakhir BPDPKS telah menyalurkan dana hibah peremajaan sawit sekitar Rp 8,5 triliun. Sangat kecil ketimbang subsidi biodesel yang dinikmati sejumlah perusahaan besar yang dalam sembilan tahun terakhir, mendekati Rp 200 Triliun.