Kemitraan Penopang Daya Saing Industri Sawit di Pasar Global

Memberi Kemudahan

Di fase ini, pemerintah memberikan kemudahan dengan mempertimbangkan ketersediaan lahan, jumlah keluarga masyarakat sekitar yang layak sebagai peserta dan kesepakatan antara Perusahaan Perkebunan dengan masyarakat sekitar.

“Apabila tidak terdapat lahan untuk dilakukan FPKM sesuai lokasi dalam kewenangan perizinan, maka dilakukan kegiatan usaha produktif sesuai kesepakatan antara perusahaan Perkebunan dengan masyarakat sekitar,” jelas Heru.

Baca juga: Minyak Sawit Sumber Pangan dan Bioenergi Berkelanjutan

Berikutnya, bagi perusahaan perkebunan yang memiliki perizinan usaha perkebunan setelah tanggal 2 November 2020.

Jadi perusahaan yang izin usaha budidaya untuk lahan seluruh atau sebagian dari APL (areal penggunaan lain) di luar HGU dan pelepasan kawasan hutan diwajibkan menjalankan FPKM.

Maka, perusahaan wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar, seluas 20 persen dari luas lahan tersebut.

Sesuai Permentan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat Sekitar, perusahaan diberikan berbagai opsi kemitraan antara lain melalui pola kredit, pola bagi hasil, bentuk pendanaan lain yang disepakati para pihak dan bentuk kemitraan lainnya.

Baca juga: Mendorong Keterlibatan Masyarakat Perdesaan Hasilkan Minyak Sawit Berkelanjutan

Muhammad Iqbal, Kompartemen Sosialisasi dan Kebijakan PSR Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI), menyampaikan bahwa GAPKI mendukung regulasi pemerintah yang mengatur kemitraan dalam hal ini FPKM.

Melalui kemitraan, petani dapat meningkatkan pendapatan, kualitas tanaman, dan jaminan pembelian TBS dari perusahaan mitra.

Melalui kemitraan, kebun akan dikelola lebih profesional, kerja sama dengan mitra usaha membuka peluang-peluang baru, serta membangkitkan solidaritas bersama di kebun kelapa sawit.

Kemitraan lainnya harus bersifat usaha produktif yang berkelanjutan dan juga sebaliknya.

Baca juga: Musdhalifah: Industri Sawit Dapat Mendukung Target Penurunan Emisi

Nilai optimum sebagai dasar pelaksanaan kemitraan lainnya tidak bisa menjadi hibah dari perusahaan sebagai pengganti pendapatan seperti pendapatan hasil dari kebun plasma.

Hal itu agar tercipta rasa tanggung jawab dari keberlangsungan kemitraan.

“Selain itu, pelaksanaan Kemitraan menjadi tanggung jawab bersama lembaga pekebun dan perusahaan mitra serta pengelolaan kemitraan Lainnya harus berdasarkan prinsip-prinsip profesionalitas, keterbukaan dan kesetaraan,” ungkapnya.

Rino Afrino, Sekjen DPP APKASINDO, mengatakan pola kemitraan sekarang ini banyak yang sudah bubar, padahal kemitraan diharapkan dapat menjawab tantangan untuk kelapa sawit berkelanjutan yang memenuhi aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.

Dalam hal ini termasuk juga sebagai pemenuhan kewajiban perusahaan untuk fasilitasi pembangunan kebun masyarakat 20 persen (FPKM) diwaktu perpanjangan HGU.

Baca juga: Kelapa Sawit Berkontribusi pada PDB Perkebunan Terbanyak

“Posisi petani kelapa sawit di sektor hulu sebagai penghasil TBS tidak mungkin tidak bermitra. Ini yang harus menjadi perhatian untuk kita semua bahwa petani kelapa sawit itu harus bermitra dan kemitraan itu harus berkelanjutan untuk mewujudkan kelapa sawit yang berkelanjutan,” kata Rino.

Kondisi bubarnya kemitraan tercermin dari berbedanya pandangan tiga pihak yaitu perusahaan, petani, dan koperasi berkaitan kerjasama kemitraan.

Petani punya konsep kemitraan sendiri, koperasi dan perusahaan juga punya konsep tersendiri, antar tiga pihak ini tidak ada yang bersepakat untuk satu bentuk kemitraan.

Berpijak dari disertasinya yang membahas kemitraan, Rino menyampaikan formulasi kemitraan yang mampu menyatukan kembali perusahaan dan petani di wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat yang sebelumnya berpisah jalan karena ada perbedaan pandangan berkaitan kemitraan.

Baca juga: Anjungan Mitra, Kiat Jitu Astra Agro Dukung Petani Sawit

Padahal, hambatan itu sendiri menjadi peluang untuk menyatukan kemitraan.

“Saya berkeyakinan bahwa kemitraan perusahaan dengan petani menjadi resolusi petani sawit menuju produktivitas tinggi dan sejahtera.”

“Tetapi, harus ada komitmen kuat dari para pihak, morality yang baik, serta pengawasan dan pembinaan dari instansi terkait,” jelasnya. (*)