Kementerian lingkungan Hidup dan Kehutanan kini tengah gesitnya “mencetak” calon pemimpin pro lingkungan. Bersama Institut Hijau, KLHK melirik generasi milaneal sebagai segmentnya. Namun jauh sebelumnya, tanpa disadari banyak pihak, melalui program Kalpataru, Adiwiyata, Proper, Wana Lestari dan Nirwasita Tantra, terobosan melahirkan green leaders sudah dilakukan. Dan kini, tak sedikit diantara mereka telah menjadi Pemimpin formal yang mampu merumuskan kebijakan yang seimbang antara pembangunan ekonomi social dan ekologi.
TROPIS.CO, JAKARTA – Menyadari kunci sukses pembangunan bidang lingkungan hidup dan kehutanan, bukan sebatas action lapangan dengan kucuran anggaran yang maha besar, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kini terus mengintensifkan mencetak kader kader pemimpin pro lingkungan. Pemimpin hijau yang memiliki talenta dan kekuatan personality dalam mengajak orang lain untuk sama sama lebih ramah terhadap lingkungan. Sosok pimpinan yang dalam perumusan kebijakannya, selalu seimbang antara social ekonomi dan ekologi.
Bambang Hendroyono, dalam refleksi akhir tahun, mengulas panjang, bagaimana sosok pemimpin hijau atau green leadership yang karismatik bervisikan lingkungan sustainability. Pemimpin yang mampu merumuskan kebijakan yang seimbang di semua sector dengan berbasiskan pada lingkungan. Pro aktif, penuh inisiatif dan kreatif terhadap kepentingan orang banyak dan alam semesta.
“Jadi tidak cukup, kalau pembangunan itu tidak didasari atas; kepentingan orang banyak dan alam semesta, karena di situlah cerminan kepedulian lingkungan yang harus dimiliki sosok pemimpin pro lingkungan,”kata Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini.
Pemahaman dari kepemimpinan hijau atau green leadership itu, dijelaskan Bambang Hendroyono, adalah kemampuan seorang individu pemimpin, dalam menentukan kebijakan yang pro-lingkungan dan memiliki talenta serta karismatik hingga bisa mempengaruhi atau memobilisasi kelompok individu lain. Sehingga kemudian, kekuatan besar dalam merealisasikan kebijakan pro lingkungan tersebut. Tentu dengan berbagai gaya dan cara kepemimpinannya.
Nah, tipe pemimpin pro lingkungan ini, kata Bambang, memang tidak lahir begitu saja, tapi harus dipersiapkan, agar lahir green leadership yang memiliki aura sebagai pemimpin berwawasan lingkungan yang mampu membangun secara berkelanjutan. Terlebih lagi, visi bangsa Indonesia sudah sangat jelas, pada 2045, disaat Indonesia berusia 100 tahun, Indonesia harus lebih maju dalam semua aspek. Sehingga memang sangat dibutuhkan lahirnya green leadership yang siap mengawal pembangunan yang sustaibability, agar adanya kesimbangan pembangunan di semua sector.
“Mereka harus memiliki visi keseimbangan, antara daya topang ekologi serta sistem sosial ekonomi, dalam hal pembangunan fisik maupun nonfisik,”tegas Bahen, panggilan akrab Bambang Hendroyono.
Dikatakannya, bahwa pengembangan kader kader pemimpin hijau yang dilakukan kementerian LHK memiliki acuan dan landasan yang jelas dengan masuknya program green leadership pada RPJMN 2024, dan juga dalam Rencana Strategis KLHK, artinya bukan hanya sekadar kegiatan yang tak memiliki target.
Nah, dalam kaitan ini, lanjut Bahen, Ibu menteri menyampaikan bagaimana pemahaman tentang Green leadership tadi, agar memimpin tidak asal asalan. Pemimpin yang tidak lepas dari knowledge dan scientist. Dan ini tentunya akan terlihat atau terbukti pada practical-nya.
“Karenanya, sosok green leadership itu musti disiapkan dan tidak terima jadi, dan dia dapat mempengaruhi dan memobilisasi anggota dan melaksanakan kegiatan pro-lingkungan.”
Lima Muatan.
Ada sejumlah muatan di balik pentingannya lahirnya kader kader green leadership, hingga menjadi posisi strategis menurut Renstra dan Bapennas, dan juga menurut semua kementerian. Kata Bahen, setidaknya ada 5 muatan – yang semuanya memerlukan leadership yang tangguh, dan harus mulai tumbuh dari sekarang, dan mesti dikawal oleh pemimpin hijau di semua tingkatan dan lapisan.
Pertama peningkatan energi baru terbarukan atau EPT, dan inilah yang hendak dicapai. Pada saat ini, popularitas penggunaan EBT meningkat tiap tahun diiringi dengan kemajuan teknologidan keekonomisan yang makin terjangkau. Sungguh ini menjadi bagian prioritas yang harus dipahami para pemimpim hijau, bahkan juga bagi pemimpin, termasuk para dirjen di manapun kementeriannya.
Ada lagi energy Reduksi yang merupakan Penggunaan energy yang lebih ramah lingkungan menjadi trend dengan Gerakan hemat energy. Dan inipun diakui Bahen, sudah terlihat jelas, bahwa berbagai upaya sudah dikembangkan. Bahkan, program memberikan penghargaan kepada pelaku, baik individu, kelompok masyarakat, dan juga dunia usaha, adalah bagian dari program energy reduksi yang sudah berjalan, dan dibutuhkan pengawalan oleh pemimpin hijau, agar kebijakan ini berkelanjutan.
“Kemudian perubahan iklim kita sudah enggak usah cerita,”ujar Bahen. Namun , kata adaptasi dan mitigasi lah yang sebenarnya harus menjadi pro-lingkungan. Mengapa ? karena meningkatnya, tingkat bencana ekologis menyebabkan dunia harus menyiapkan upaya mitigasi dan adaptasi secara bersama sama. “Lantaran itu, ada yang harus dimitigasi dengan melihat kondisi real di lapangan yang merupakan pemulihan, misalnya,”lanjut Bahen.
Berikutnya, human waste management, dan inipun sudah kian tampak kalangan komunitas, terlibat secara bersama sama mengatasi timbulan sampah dan limbah, melalui langkah pengurang, penanganan dan pemanfaatan, hingga kemudian menjadi produk bernilai ekonomi yang mampu menciptakan sirkular ekonomi di kalangan masyarakat. Dan menigkatnya populasi
manusia menyebabkan meningkatnya buangan sisa, sampah dan limbah manusia. Sehingga dikhawatirkan, bila tidak sejak dini oleh kalangan green leaders, bukan mustahil menjadi masalah besar, bahkan bencana yang tak mudah untuk diselesaikan dalam waktu singkat.
Muatan green leadership yang dinilai Bahen lebih tinggi dalam bermacam ekseimbangan tadi, perhatian terhadap keaneragaman hayati. Sulit dipungkiri, konversi lahan untuk kegiatan manusia mengakibatkan menurunnya ruang bagi hewan dan tumbuhan. Sungguh ini menjadi persoalan besarm, bagaimana seorang pemimpin pro lingkungan mampu menterjemahkan dalam konsep melestarikan habitat mereka, tanpa harus mengabaikan program pembangunan yang memang sudah direncanakan.
“Kita membutuhkan sosok pemimpin hijau yang dapat membuat konsep konsep besar dalam pembangunan yang bersanding dengan hewan dan tumbuhan yang memang sejak itu adalah habitatnya,” ujar Bahen lagi.
Dengan demikian, Bahen merumuskan dari 5 muatan yang ada di balik green leadership itu, bahwa pemimpin hijau itu, sudah harus memahami betapa pentingnya akan kehadiran sumber energy baru terbarukan yang juga bagian yang tak terpisahkan dari sumber ekonomi hijau. Selain, kemampuannya dalam merumuskan kebijakan tata kelola wilayah dengan memunculkan ruang terbuka hijau, sebagai upaya mencegah terjadinya bencana hidrologi.
Pemahaman ini, memang terbatas pada pemimpin hijau yang merumuskan kebijakan pad tingkat nasional, melainkan menyebar di semua tingkat pimpinan, termasuk pada lingkungan kecil di tingkat tapak. Bahwa harus ada pemahaman bersama, bahwa hutan sebagai sumber plasma nutfah dan keanekaragaman hayati, suatu yang sangat penting.
Lima Kebijakan.
Menjelaskan arah kebijakan penyiapan pemimpin hijau di lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bahen mengataka, sedikitnya ada 5 kebijakan yang kini ditempuh, dan ini mencakup; penyelenggaraan Diklat aparatur dan non aparatur, pelatihan masyarakat yang mampu mengelola lingkungan hidup dan kehutanan secara lestari, bagui kelompok tani hutan, komunitas masyarakat, dan lembaga atau satuan pendidikan formal.
Selain melakukan, peningkatan kapasitas pelaku utama dan pelaku usaha, melalui kelompok tani mandiri, lembaga pelatihan pemagangan bagi kelompok tani hutan mandiri, lembaga pelatihan pemagangan usaha kehutanan Swadaya masyarakat, wanawiyata widya karya dan tenaga penyuluh pendamping.
Berikutnya, peningkatan kapasitas SDM LHK melalui pelatihan vokas yang berorientasi industri dan wirausaha, pendidikan karya siswa dan kapasitas SDM LHK tingkat tapak. Dan kebijakan terakhir, berkaitan dengan Peta jalan (road map) pengembangan kompetensi SDM dan Aparatur KLHK, non-aparatur LHK dan SDM LHK bersertifikat kompetensi.
Kata Bahen, memang walau kebijakan mengantarkan kepemimpin hijau ini, sudah menjdi tugas dan pungsi atau tusi, dari BP2SDM, namun ini tidak berhenti di BP2SDM. Dan ini juga harus terlihat pada direktorat direktorat lainnya di Lingkup KLHK, dan juga kelompok kelompok yang menjadi binaannya. “Jadi penyelenggaraan Ditklat aparatur dan non aparatur LHK, tidak harus BP2SDM,”tandas Sekjen Bahen.
Kata Bahen ada sejumlah keberhasilan stakeholder yang oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan, dimasukan di dalam program pro lingkungan. Diantaranya, Adiwiyata yahg merupakan program lama, namun terus menerus dilakukan penyempurnaan sesuai kebutuhan lingkungan dan kondisi nyata sekarang. Dan ini targetnya, kalangan siswa di sekolah dengan berbagai tingkatannya; Sekolah Dasar, SMP dan SMA.
Program Adiwiyata ini diakui Bahen, cukup direspon oleh kalangan sekolah, guru dan para siswanya. Tahun lalu, tercatat ada 344 Sekolah Adiwiyata Nasional dan 77 Sekolah adiwiyata mandiri. Dalam program ini, kepemimpinan kepala sekolah sangat penting dalam mengerakan para siswanya agar selalu berprilaku pro lingkungan.
Peran yang dimainkan para kepala sekolah dan siswanya sangat signifikan. Kinerjanya tahun kemarin, 2021, berhasil mengurangi timbulan sampah hingga 42.534 ton. Lalu mereka juga melakukan penanaman dan pemeliharaan pohon, sebanyak 354.450 pohon. Pebuatan lubang biopori 70.890, dan sumur resapa 14.178 sumur.
“Apa yang dicapai di dalam program Adiwiyata ini, adalah cerminkan bahwa sosok sosok pemimpin hijau sudah lahir di tingkat tapak, yakni di sekolah sekolah, dan ini menandahkan program ini sudah berjalan, dan pemahaman prinsip-prinsip pro-lingkungan seperti yang diharapkan.”
Begitu juga dengan program lainya, seperti Kalpataru, Wana Lestari, Proper,dan Nirwasita Tantra. Berbagai program ini walau dibalut dengan rewads atas prestasi yang mereka capai, semuanya membawa muatan, lahirnya pemimpin hijau dari semua lapisan. Tidak sebatas aparatur lingkup LHK, tapi juga tokoh tokoh masyarakat, kelompok tani, dunia usaha, bahkan juga kalangan bupati, walikota dan gubernur yang dikemas dalam Nirwasita Tantra. “Dalam Nirwasita Tantra ini unsur DPRD juga dilibatkan, dinilai kesatuan mereka dalam mermuskan kebijakan pro lingkungan,”kata Bahen lagi.
Dalam Nirwasita Tantra ini, jelas Bahen, pemerintah dalam hal ini, Kementerian LHK, memberikan apreaisiasi kepada pemimpin daerah, baik eksekutif maupun legeslatif. Dn apresiasi ini dilandasi kepemimpinan mereka, yang berwawasan lingkungan, bersemangat, proaktif, penuh inisiatif dan kreatif terhadap kepentingan orang banyak, dan tadi, kepentuingan terhadap alam semesta.
“ Mereka dinilai memiliki visi keseimbangan antara daya topang ekologi serta sistem sosial dan pembangunan, baik fisik maupun non fisik,”tandas Bahen. Mereka dalam merumuskan dan menerapkan kebijakan atau program kerja sesuai dengan prisif metodologi pembangun an berkelanjutan, guna memperbaiki lingkungan hidup di daerahnya. “ Pada tahun lalu, ada 146 bupati, dan 57 walikota serta 27 Gubernur yang menerima penghargaan Nirwasita Tantra,”tambah Bahen lagi.