Gerak Maju Perhutanan Sosial di Masa Pandemi

Oleh: Swary Utami Dewi

Salam Lima Jari Perhutanan Sosial (PS) membahana pada hari pertama Refleksi Akhir Tahun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang digelar secara hibrid. Pada 16 Desember 2021 lalu, refleksi ini menampilkan dua Direktur Jenderal (Dirjen), yakni Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) dan Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL). Keduanya memberikan paparan cukup detail tentang capaian dan pembelajaran untuk 2021.

Khusus PS, Dirjen Bambang Supriyanto mengemukakan meski dunia sedang menghadapi pandemi selama dua tahun terakhir, ada beberapa capaian menarik dalam PS. Berbagai inovasi muncul baik di tingkat nasional maupun daerah. Bambang mengatakan dalam hal implementasi, misalnya, muncul bentuk fasilitasi pengusulan akses kelola, monitoring dan evaluasi secara hibrid, program percepatan kerja bareng jemput bola atau “Jareng Jebol”.

Selain itu, ada berbagai layanan inovatif berbasis online terkait permohonan dan verifikasi usulan PS secara daring melalui aplikasi, yakni AKPS, SIVA-PS, SMILE-PS. AKPS adalah aplikasi Akses Kelola PS yang digunakan dalam proses usulan, verifikasi administrasi dan verifikasi teknis. Sementara SIVA-PS merupakan Sistem Integrasi dan Validasi Anggota PS yang digunakan dalam verifikasi subjek (anggota masyarakat atau petani pengusul). Di sini dilakukan pengecekan silang data Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) yang bersangkutan dengan data yang ada di Ditjen Dukcapil (Kependudukan dan Pencatatan Sipil) saat proses verifikasi administrasi, verifikasi teknis, revisi Surat Keputusan dan hal-hal terkait pendataan sipil lainnya. Tujuannya antara lain untuk mencegah usulan dan keanggotaan ganda. Smile PS merupakan sistem monitoring dan evaluasi PS, yang digunakan untuk melakukan monitoring dan evaluasi PS lima tahunan.

Selain hal-hal di atas, Bambang juga memaparkan kerja-kerja kolaboratif lintas sektor dalam percepatan dan penguatan PS, berbagai dukungan kebijakan eksternal yang strategis, serta upaya peningkatan kelas Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS). Di tingkat daerah, berbagai inovasi juga turut dikembangkan. Sebagai contoh, ada program Integrated Area Development (IAD) dan komitmen nyata daerah melalui berbagai aturan terkait. Peningkatan kapasitas petani dan pendamping melalui pembelajaran daring dan hibrid, upaya mengembangkan pasar menggunakan platform digital marketing, serta promosi ke pasar internasional, misalnya promosi kopi agroforestri yang baru-baru ini dilakukan Dirjen PSKL di Turki, juga menjadi hal yang diungkapkan dalam paparan tersebut.

Pada acara ini, beberapa penanggap dihadirkan untuk memberikan pengayaan paparan Dirjen PSKL. Mereka adalah Chalid Muhammad, Swary Utami Dewi, Prof. Didik Harjanto dan Gaudensius Suhardi. Chalid Muhammad selaku Penasehat Senior Menteri LHK mengapresiasi berbagai capaian Perhutanan Sosial di masa pandemi ini. Dia mengharapkan adanya penguatan komunikasi publik agar berbagai capaian tersebut bisa diketahui publik luas. Juga agar paradigma PS bisa menguat di masyarakat, bahkan dunia, dapat dilakukan berbagai promosi dan kampanye kreatif.

Penanggap kedua, Swary Utami Dewi dari Kawal Borneo, turut mengapresiasi capaian Perhutanan Sosial di era pandemi ini. Tami, panggilan akrabnya, menyatakan lebih terlihat berbagai upaya korektif yang afirmatif dalam hal prinsip dan pendekatan, kebijakan, praktik dan aksi PS. Dalam hal prinsip ada keberpihakan yang kuat untuk kaum miskin dan marjinal. Lebih lanjut, ini diwujudkan dalam berbagai kebijakan terkait. Dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2020 (yang lebih dikenal sebagai UUCK), istilah dan penjelasan dasar mengenai Perhutanan Sosial tercantum dalam pasal 29 a dan b. Dalam sejarah Indonesia baru pertama kalinya istilah dan makna PS diakui lebih kuat oleh negara dengan pencantumannya dalam salah satu pasal UUCK tersebut. Selanjutnya, ada Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2021 di mana salah satu babnya mengatur lebih lanjut tentang PS. Lalu lebih detail, ada Peraturan Menteri LHK No 9 Tahun 2021 yang khusus mengatur berbagai hal tentang PS. Pendeknya, lebih terlihat upaya padu dan sinergi antara kebijakan dan praktik-praktik PS yang sudah berkembang lama di masyarakat sekitar hutan.

Tami, yang juga anggota Tim Percepatan Perhutanan Sosial (TP2PS) mencatat pula adanya penguatan kebijakan afirmatif untuk pengentasan kemiskinan di daerah tertinggal dan daerah terpencil. Ini misalnya dibuktikan dengan keberadaan PS di 91 Kabupaten Tertinggal (264 ribu KK) dan juga wilayah terpencil pada tahun 2021. Kebijakan pro-poor memang menjadi mutlak dalam PS karena data menunjukkan sepertiga dari jumlah total orang miskin Indonesia tinggal dan bergantung pada kawasan hutan.

Selain komitmen kebijakan yang pro-poor tersebut di atas, kesadaran dan penguatan gender dalam PS menjadi lebih dikuatkan. Aturan yang ada memberikan peluang sama kepada laki-laki dan perempuan untuk berperan sebagai kepala keluarga dan mencantumkan namanya dalam lampiran SK Persetujuan PS. Beberapa hal penting seperti upaya pengembangan tiga kelola (kawasan, kelembagaan dan usaha), berbagai inovasi berbasis digital, serta kerja-kerja kolaboratif dari tingkat nasional sampai daerah makin terlihat nyata. Pendeknya, meski dunia sedang terdampak pandemi, kerja kerja inovatif dan kolaboratif untuk Perhutanan Sosial ternyata mampu terus berjalan.