Bupati Achmad Husien, Menuju Banyumas Bebas Sampah

TROPIS.CO, – JAKARTA, Sampah benar benar telah menjadi sirkuler ekonomi bagi masyarakat Banyumas, Jawa Tengah. Sekitar 78% dari 520 hingga 600 ton timbulan sampah/hari, kini sudah terolah. Produknya berupa pavling blok, genteng, selain kompos dari sampah organik. Di Banyumas kini sedikitnya ada 3000 masyarakat yang terlibat langsung dalam pengelolaan sampah.

Di Kabupaten Banyumas, sosok bupati Achmad Husien, memang sedikit lain ketimbang bupati bupati terdahulu. Perhatiannya terhadap persoalan lingkungan, terlebih kerusakan lingkungan lantaran sampah. Ahmad Husien memang memimpikan, bagaimana Banyumas menjadi kabupaten yang terbebas sampah

Timbulan sampah yang dihasilkan masyarakat sudah harus terolah dan termanfaatkan. Sampah sudah harus memberikan nilai ekonomi bagi keseharian masyarakat. Dan dalam perjalannya, memang sudah menjadi fakta.

Dalam refleksi akhir tahun yang diselenggarakan Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, di pertengahan Desember kemarin, Achmad Husein yang hadir sebagai penanggap atas paparan Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3, Rosa Vivin Ratnasari,  mengurai banyak tentang upaya kabupaten Banyumas, dalam pengelolaan sampah.

Kata Achamad Husien, timbulan sampah di wilayahnya kini telah mendekati 520 hingga 600 ton setiap hari, dan cenderung naik disaat pandemi yang sebelumnya hanya dalam kisaran 120 hingga 130 truk, tapi kini sudah mencapai 143 truk/hari.

Nah dari timbulan sampah sebanyak itu, sekitar 78% diantaranya sudah berhasil diolah. Dan sisanya dikirim ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu dan Pusat Daur Ulang. Terhadap sampah unorganik, seperti plastik, kini telah diproses menjadi paving blok dan genteng.

” Paving blok dan genteng ini sudah kita pssarkan dengan harga Rp 45 ribu/m untuk paving blok, dan Rp 500/biji untuk genteng,”kata Achmad Husien.

Terhadap sampah organik, diolah di hanggar dan TPST dijadikan kompos makanan maggot. Sedangkan residunya yang menurut Bupati Achmad Husin yang setiap harinya, masih mencapai sekitar 45 ton perhari, kini tengah dirancang untuk dijadikan RDF, bekerjasama dengan Pemda Cilacap.

Dijelaskan, hanya ada dua solusi dalam menghabiskan residu ini. Pertama disimpan di TPA, namun di Banyumas kini tidak ada lagi TPA, kecuali hanggar, TPST dan PDU yang jumlahnya sebanyak 23 unit. Namun kapasitas yang dimiliki sangat terbatas, sehingga pilihannya dibakar.

” Nah kita jadikan RDF yang pengelolaannya kerjasama BUMD Banyumas dengan PT Semen Bangun Indonesia, anak perusahaan PT Semen Indonesia yang sebelumnya PT holcim,”ujarnya lagi.

Sebelumnya memang diakui Bupati Achmad Husien, ada 3 pilihan dalam upaya proses pembakaran residu ini. Dijadikan RDF, dibakar menggunakan insinerator, atau dihabiskan dengan pirolis. Tapi ternyata menggunakan alternatif ini, butuh biaya mahal.

” Insineratornya kita harus beli,”kata Achmad Husien, sembari menambahkan, kalau dijadikan RDF, ada nilai ekonominya walau tidak besar.

Terhadap sampah organik yang volumenya mencapai 50% dari total timbulan sampah Banyumas, selain diproses menjadi kompos juga dijadikan moggot untuk pakan. Dan ini diakui Bupati Achmad Husien cukup berkembang, dan telah memberikan nilai ekonomi bagi warga Banyumas yang terlibat dalam kegiatan pengolahan sampah – yang jumlahnya kini mendekati 3000 orang.

Berbicara tentang nilai sirkular ekonomi, sungguh ini sudah sangat dirasakan. Adanya nilai ekonomi dari setiap tahapan proses pengolahan sampah dari hulu hingga hilir, termasuk pada bank sampah yang di Banyumas kini ada 1500 unit, telah memberikan kontribusi nyata bagi pergerakan ekonomi sirkular dalam pengelolaan sampah di Banyumas.

Betapa berkembangnya ekonomi sirkular ini, terbukti dengan mampu bertahan dan berkrmbangnya hanggar, TPST dan PDU dalam masa 4 tahun terakhir. Dan pendapatan setiap unit hanggar itu, menurutnya, dalam kisaran 10 juta hingga 20 juta setiap bulan. ” Dengan gambaran ini, terindikasi jelas, bahwa sampah telah memberikan nilai ekonomi yang memberikan tambahan nilai pendapatan bagi warga Banyumas.”

Lebih 5 tahun

Di Banyumas, pengelolaan sampah secara intensif ini diceritakan Achamabd Husien sudah berlangsung sejak 5 tahun nan silam. Dan mereka melakukan, apa yang disarankan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam hal ini Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3, sudah dilakukan.

” Seingat kami, bahwa kami sudah 4 kali ketemu Bu Dirjen, dan kalau Pak Novrizal, mungkin sudah puluhan kali dalam
rangka menyelesaikan masalah sampah di Banyumas,” katanya.

Achmad Husien mengakui pihaknya banyak belajar dalam.pengelolaan sampah. Tidak sebatas dalam hal mendapatkan mesin mesin untuk pengolahan sampah, tapi bagaimana mengolah sampah menjadi maggot, pun dipelajari.

“Kemana saja kami belajar, dan ini sudah sejak 5 tahun lalu, kami melakukan semuanya. Dan sekarang, alhamdulillah sudah nyaris selesai tapi masih belum sempurna , dan masih perlu waktu lebih banyak lagi untuk bisa menyelesaikan ini,”ujarnya.

Salinmas.
Lantas bagaimana konsep yang diterapkan Ahmad Husien, dalam mewujudkan Kabupaten Banyumas bebas sampah. Konsepnya, kata dia, mengikuti apa yang disarankan Kementerian LHK.

Pengelolaan sampah dimulai dari hulu.
Diawali dari pemilahan sampah dimasyarakat. ” Kami menggunakan sistem aplikasi, namanya sistem Salinmas yaitu Sampah Online Banyumas,” jelas Ahmad Husien.

Dan ini, sudah berjalan 4 tahun dengan jumlah pelanggan mencapai 10.400 rumah tangga. Penerapan Salinmas ini relatif mudah. Warga tinggal mendaftar dengan melampirkan Nomor Induk Kependudukan ( NIK). Lalu kemudian melakukan pemilahan, sampah organik disimpan pada tong sampah yang telah dibagikan.

Nah bila sudah penuh, tinggal.hubungi petugas terdekat. Kemudian petugas akan datang, dan menimbang sampah tersebut. Dan memasukan hasil timbangannya ke account pelanggan. “Dalam masa 6 bulan direkafitulasi, dihitung berapa banyak volume sampahnya, dan kemudian dibayar,” kata Junaidi, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas.