Di Tahun 2028, Diprediksi Hilirisasi Produk Sawit bakal Tembus US$107,02 Miliar

Salah Paham

Dalam diskusi sesi pertama, Sahat Sinaga mengungkapkan kesalahpahaman soal sawit yang diperuntukkan untuk minyak goreng.

Padahal, ujar dia, saat sawit dijadikan minyak goreng otomatis kandungan vitaminnya akan hilang karena suhu panas.

Baca juga: Pakistan Jadi Pasar Potensial Minyak Sawit Indonesia

Padahal, sawit mengandung kadar β-carotene serta tokoferol dan tocotrienol yang relatif tinggi.

β-carotene merupakan sumber vitamin A dan antioksidan sedangkan tokoferol dan tocotrienol yang merupakan salah satu golongan vitamin E yang berasal dari tumbuhan yang juga dapat berperan sebagai antioksidan.

“Sawit menghasilkan vitamin A yang 15 kali dari wortel dan vitamin E yang 20 kali dari minyak olive.”

“Minyak zaitun hanya mengandung vitamin E sebesar 51 ppm, sementara kandungan vitamin E minyak sawit jauh lebih tinggi yakni 1172 ppm.”

Baca juga: Produksi Kelapa Sawit Indonesia Dominan Tentukan Harga Minyak Nabati Dunia

“Padahal, harga olive oil jauh lebih mahal dibanding sawit,” jelas Sahat.

Sahat juga menambahkan, yang tidak banyak diketahui soal sawit bahwa yakni komoditi ini merupakan satu satunya jenis vegetable oil yang mirip dengan kandungan air susu ibu.

Dengan C18, Octadecenoic Acids yang mencapai 36,3 persen.

“Barang begitu bagus kok dibuat minyak goreng. Gimana itu peneliti peneliti kita PPKS itu,” ucapnya.

Baca juga: Jadi Pengimpor Besar, India dan Pakistan Minta Indonesia Permudah Ekspor Minyak Sawit

Sahat menyampaikan, hilirisasi sawit dengan teknologi yang ada saat ini nilai usahanya di tahun 2023 sudah mencapai US$62,9 miliar.

Angka tersebut berasal dari hasil ekspor sebesar US$38,4 miliar, domestik US$21,4 miliar dan biomassa US$3,1 miliar.

“Hilirisasi industri sawit dengan jumlah jenis produk sebanyak 54 jenis di tahun 2007 meningkat ke-179 jenis di tahun 2023, dan kesempatan masih terbuka luas untuk dikembangkan agar meningkatkan revenue sawit kita,” ujar Sahat.