GAPKI: Industri Sawit Butuh Dukungan Pers Lawan Diskriminasi dan Kampanye Negatif

Prospek Industri Sawit

Devisa ekspor yang tinggi inilah yang menopang stabilitas nilai tukar rupiah terhadap valuta asing khususnya dolar AS.

“Rasanya berat membayangkan ekonomi Indonesia tanpa industri sawit,” tutur peneliti pada Paramadina Public Policy Institute ini.

Ditanya tentang prospek industri sawit ke depan, Tofan optimistis tetap positif.

Baca juga: GAPKI: Faktor-Faktor Penghambat Produksi Minyak Sawit Harus Diatasi

“Dari sisi demand, permintaan minyak sawit di pasar global akan tetap tinggi.”

“Tetapi apakah Indonesia akan tetap menjadi produsen dan eksportir minyak sawit terbesar dunia hingga 10 hingga 30 tahun mendatang, wallahualam,” katanya.

Untuk menjaga keberlangsungan industri minyak sawit Indonesia, menurut Tofan, ada satu aspek terpenting yang perlu diperhatikan yaitu aspek kebijakan.

“Bukan harga CPO yang rendah yang bisa menghancurkan industri sawit.”

Baca juga: Kelapa Sawit Berkontribusi pada PDB Perkebunan Terbanyak

“Kalaupun bisa, perlu waktu lama, karena harga selalu fluktuatif, tidak mungkin turun terus, pasti ada titik untuk naik.”

“Tetapi kebijakan yang keliru dalam menata industri minyak sawit, bisa menghancurkan industri strategis ini dalam waktu sekejap,” kata Tofan.

Dalam kaitan dengan Hari Pers Nasional, Totan berharap dukungan yang terus menerus dari pers Indonesia terhadap industri sawit.

“Terus bantu kami dalam melawan diskriminasi dan kampanye negatif sawit.”

Baca juga: Hadapi Diskriminasi Minyak Sawit Eropa, Indonesia dan Malaysia Harus Kompak

“Teman-teman pers juga harus ikut mengawal setiap proses perumusan kebijakan dan regulasi terkait sawit,”  pungkas Tofan. (*)