Hadapi Diskriminasi Minyak Sawit Eropa, Indonesia dan Malaysia Harus Kompak

Tofan Mahdi, Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), mengatakan bahwa Indonesia dan Malaysia harus selalu kompak dalam menghadapi kampanye negatif diskriminasi terhadap minyak sawit dalam perdagangan minyak nabati global. Foto: GAPKI
Tofan Mahdi, Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), mengatakan bahwa Indonesia dan Malaysia harus selalu kompak dalam menghadapi kampanye negatif diskriminasi terhadap minyak sawit dalam perdagangan minyak nabati global. Foto: GAPKI

TROPIS.CO, JAKARTA – Indonesia dan Malaysia perlu komitmen dan kerja sama sebagai upaya memperkuat posisi sebagai negara produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia.

Tofan Mahdi, Ketua Bidang Komunikasi GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia), mengatakan bahwa dengan volume nilai produksi Indonesia sebesar 50 juta ton dan Malaysia sebesar 22 juta ton, kedua negara adalah penguasa pasar minyak nabati global.

“Karena itu Indonesia dan Malaysia harus selalu kompak dalam menghadapi kampanye negatif diskriminasi terhadap minyak sawit dalam perdagangan minyak nabati global,” kata Tofan dalam wawancaranya bersama CNBC Indonesia, Selasa (10/1/2023).

Menurutnya, melalui komitmen, kesepakatan, dan kerjasama antara Indonesia, Malaysia dan negara-negara penghasil sawit yang tergabung dalam Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) kerja sama yang terjalin bisa semakin baik ke depannya.

Baca juga: Kelapa Sawit Berkontribusi pada PDB Perkebunan Terbanyak

Tofan menuturkan Indonesia dan Malaysia sebagai penghasil minyak nabati global sampai saat ini masih dihadapkan dengan adanya diskriminasi dan kampanye negatif minyak sawit dari negara-negara penghasil komoditas minyak nabati nonsawit.

“Berbagai diskriminasi dan kampanye negatif minyak sawit yang terjadi karena adanya persaingan dagang,” tegasnya.

Diskriminasi dan kampanye negatif minyak sawit yang digencarkan tersebut seharusnya menjadi perhatian bersama Indonesia dan Malaysia mengingat hal tersebut dilakukan guna menurunkan daya saing minyak nabati di pasar global.

Sementara itu, Ketua Umum DPP Apkasindo (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) Gulat Manurung mengatakan, petani kelapa sawit harus selalu dilibatkan dalam diplomasi dan negosiasi melawan diskriminasi perdagangan oleh negara-negara maju termasuk Uni Eropa.

Baca juga: Musdhalifah: Industri Sawit Dapat Mendukung Target Penurunan Emisi

“Karena 42 persen perkebunan sawit di Indonesia adalah milik petani dan petani adalah masa depan industri sawit Indonesia,” pungkas  Gulat. (*)