Peningkatan Konsumsi Biodiesel Akan Tekan Impor BBM

Diperlukan adanya suatu standar transportasi dan sistem penyimpanan yang dapat menjamin kualitas dan kontinuitas penyediaan dan penerapan B20. Foto : Okezone News
Diperlukan adanya suatu standar transportasi dan sistem penyimpanan yang dapat menjamin kualitas dan kontinuitas penyediaan dan penerapan B20. Foto : Okezone News

TROPIS.CO, JAKARTA – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengatakan peningkatan penggunaan biodiesel mampu menekan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) sehingga dapat mengurangi anggaran belanja negara.

“Peningkatan konsumsi biodiesel nasional akan semakin menekan impor BBM sekaligus meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan dan menghemat devisa,” kata Deputi Bidang Teknologi Informasi Energi dan Material BPPT, Eniya L Dewi, dalam acara Dialog Nasional Biofuel di Jakarta, Selasa (25/9/2018).

Eniya menyampaikan bahwa pertumbuhan kebutuhan energi terus meningkat dengan rata-rata tujuh persen per tahun, namun kondisi itu belum diimbangi dengan pasokan energi yang cukup.

“Ketergantungan terhadap energi fosil khususnya minyak bumi masih tinggi sedangkan cadangannya semakin terbatas dan harganya sangat berfluktuasi,” ujarya.

Dia menuturkan, pemenuhan kebutuhan energi fosil khususnya BBM masih dipenuhi melalui impor.

“Produksi minyak bumi menurun, sementara konsumsi BBM meningkat.”

“Hal ini yang menyebabkan impor BBM pun terus meningkat dan cenderung melemahkan nilai tukar rupiah,” ucap Eniya.

Besarnya subsidi BBM selama ini telah berdampak negatif pada neraca perdagangan dan neraca pembayaran.

Nilai subsidi itu seharusnya bisa dialokasikan untuk pembiayaan agenda pembangunan lain seperti infrastruktur, kesehatan dan pendidikan.

Di sisi lain, seiring peningkatan kebutuhan biodiesel nasional maka perlu dipikirkan pasokan metanol yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan tersebut.

Eniya mendorong agar pabrik produksi methanol berkembang dalam negeri.

Sejauh ini implementasi B20 berhasil meskipun ada beberapa kendala dalam penanganan selama transportasi dan penyimpanan, sehingga diperlukan adanya suatu standar transportasi dan sistem penyimpanan yang dapat menjamin kualitas dan kontinuitas penyediaan dan penerapan B20.

Oleh sebab itu, menurutnya, di dalam implementasi standar tersebut diperlukan adanya suatu pendampingan teknis dari lembaga atau institusi yang berkompeten dan mendapatkan penugasan dari pemerintah.

Sesuai dengan “roadmap” penerapan bahan bakar nabati (BBN) di Indonesia maka tes penggunaan bahan bakar B30 sebaiknya segera dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, BPPT, Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, Himpunan Industri Alat Berat Indonesia pada mesin kendaraan.

“Apabila hasilnya memenuhi persyaratan yang ditentukan maka sebaiknya segera diimplementasikan,” ujar Eniya.

Selain itu, dia mengatakan bahwa aplikasi bahan bakar B50 dan PPO50 bisa mulai digunakan pada mesin diesel medium speed ke bawah (PLTD) dengan memperhatikan viskositas yang setara dengan HSD.

Eniya menuturkan, perlunya dipersiapkan kajian pajak untuk bahan bakar fosil dan energi terbarukan khususnya pada biofuel dan BBM.

Untuk jangka panjang, perlu dilakukan kajian mesin (“engine”) untuk penggunaan B0 sampai B100.

Kemudian, upaya untuk pengembangan produksi bahan bakar hijau dari bahan baku sawit harus diakselerasi dengan memperhatikan skala ekonomis.(*)