Begini Kinerja Industri Minyak Sawit Tahun 2023 dan Prospek di Tahun 2024

Prospek Industri Sawit 2024

Industri kelapa sawit Indonesia masih harus menghadapi berbagai tantangan di tahun 2024.

Dari sisi ekonomi global, ketidakpastian masih membayangi pertumbuhan ekonomi global khususnya negara- negara maju.

Baca juga: Di Tahun 2028, Diprediksi Hilirisasi Produk Sawit bakal Tembus US$107,02 Miliar

AS masih dilanda inflasi yang di atas target, China sebagai salah satu konsumen terbesar

Minyak sawit juga masih bergulat dengan pelemahan ekonomi pasca Covid-19, begitu juga dengan Eropa di mana kondisi ekonominya melemah dengan defisit fiskal yang meningkat diiringi inflasi yang masih tinggi.

Sementara itu, eskalasi geopolitik global kian memanas.

Di saat eskalasi laut hitam yang belum mereda akibat perang Rusia dan Ukraina yang juga memberikan dampak besar pada pasokan beberapa komoditas strategis di pasar global.

Baca juga: GAPKI dan Polri Kolaborasi Jaga Keamanan dan Kepastian Hukum Industri Kelapa Sawit Indonesia

Kini dunia juga harus menghadapi eskalasi geopolitik di Laut Merah akibat perang Israel dan Palestina yang juga diperkirakan dapat memberikan dampak besar terhadap pasokan komoditas mengingat laut merah merupakan jalur strategis perdagangan global.

GAPKI memperkirakan prospek industri sawit tahun 2024 mempunyai beberapa kecenderungan.

Pertama, konsumsi dalam negeri diperkirakan akan terus mengalami kenaikan, terutama untuk kebutuhan pangan, industri oleokimia dan kebutuhan energi (biodiesel) dengan adanya implementasi biodiesel (B35) secara setahun penuh (fully implemented).

Kedua, harga minyak nabati dunia termasuk minyak kelapa sawit tidak banyak mengalami perubahan dibandingkan dengan tahun 2023.

Baca juga: Di Tahun 2028, Diprediksi Hilirisasi Produk Sawit bakal Tembus US$107,02 Miliar

Ketiga, produksi diperkirakan akan stagnan.

Keempat, volume ekspor diperkirakan akan mengalami penurunan, terutama karena meningkatnya kebutuhan dalam negeri.

Untuk memastikan peningkatan produksi dan menjamin dipenuhinya kebutuhan minyak sawit dalam negeri dan ekspor, maka beberapa upaya perlu dilakukan.

Pertama, penyelesaian perkebunan sawit yang teridentifikasi masuk kawasan hutan.

Baca juga: Ini Salah Satu Keistimewaan Kelapa Sawit, Limbahnya Bisa Jadi Energi Terbarukan

Mukti menyatakan bahwa GAPKI terus mengusulkan bahwa bagi kebun sawit yang sudah memiliki alas hak baik itu SHM maupun sertifikat HGU semestinya sudah bukan Kawasan Hutan lagi.

Penyelesaian pasal 110 B jangan sampai menyebabkan pengurangan areal yang signifikan yang akan berdampak kepada pengurangan produksi sawit.

Kedua, memastikan program PSR dapat berjalan sesuai dengan targetnya (target 180.000 hektar per tahun).

Hambatan yang masih ada harus dapat diselesaikan.

Baca juga: Kepastian Hukum Penting untuk Kenyamanan dan Keamanan Investasi Sawit di Indonesia

Ketiga, peraturan yang tumpang tindih perlu segera diselesaikan, khususnya peraturan terkait kewajiban FPKM 20 persen, karena masih menimbulkan kekisruhan di lapangan.

Keempat, untuk jangka panjang, perlu dipertimbangkan kemungkinan dibangun kebun sawit untuk energi (dedicated area) khususnya pada kawasan yang sudah terdegradasi, sehingga kebutuhan minyak sawit untuk energi tidak menganggu kebutuhan untuk pangan, industri dalam negeri dan ekspor. (*)