Bank Dunia Dukung Penuh Rehab Mangrove Indonesia

Refleksi Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove RI Hartono (tiga dari kanan) bersama Direktur Pelaksana Kepala Bagian Keuangan Bank Dunia Anshula Kant (empat dari kanan) beserta jajarannya melakukan penanaman pohon mangrove di TWA Mangrove Angke Kapuk Jakarta Utara, DKI Jakarta, Selasa (27/2/2024). Perwakilan Bank Dunia datang ke Indonesia untuk memastikan program rehabilitasi 32 ribu hektare lahan mangrove di Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara sudah mulai dilaksanakan pada pertengahan Maret 2024. (ANTARA/M Riezko Bima Elko P)

TROPIS.CO, JAKARTA – Bersumber  dari  dana sejumlah negara  donatur, diketahui  Bank  Dunia  terus memberikan  dukungan pendanaan untuk merehabilitasi kawasan mangrove di Indonesia.

Pada  tahun ini, 2024, Bank  Dunia telah merencanakan mengucurkan dana sekitar  Rp 790 miliar untuk  merehabilitasi  mangrove seluas 13.000 hektar  dari rencana  total 35.000 hektar mangrove di  Provinsi  Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Timur dan  Kalimantan Utara.

” Dana sebesar  itu, akan dimanfaatkan juga  untuk  penataan ekosistem mangrove, mencakup inventarisasi, penataan dan penetapan fungsi di 4 provinsi itu,”kata  Kepala Badan Restorasi  Gambut dan Mangrove, Hartono menjawab  TROPIS, di Jakarta, Rabu (28/02).

Kata  Hartono, bahwa sejumlah negara sudah berkomitmen untuk memberikan dukungan pembiyaan dalam rangkaian pengendalian  perubahan iklim, dan dana tersebut  mereka salurkan melalui Bank Dunia yang kemudian disampaikan kepada Badan Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) yang pelaksanaannya dilakukan oleh Kementerian Maritim dan Investasi, Kementerian LHK dan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove atau BRGM.

“Yg untuk mangrove ini yg buat deal Kemkeu, Disalurkan melalui BPDLH, dan dilaksanakan oleh BRGM, KLHK dan Meninvest,”jawab Kepala BRGM Hartono menjawab TROPIS di Jakarta, Rabu(28/3).

Pada tahun ini,2024, Bank Dunia telah mengalokasi dana dukungan sekitar RP 790 miliar untuk merehap mangrove seluas 13.000 hektar, plus penataan ekosistem mangrove, mencakup inventarisasi, penataan dan penetapan fungsi di 4 provinsi, yakni Riau, Kaltim, Kaltara dan Sumut.

“Karena Tim Bank Dunia tidak bisa datang ke masing masing provinsi, maka kegiatan pencanangan program ini di pusatkan di Jakarta, yakni di Taman Wisata Alam Angke Kapuk,”ungkap Hartono lagi.

Pelaksanaan penanaman simbolis ini sudah dilakukan Selasa pagi (27/3) diikuti sejumlah instansi, selain dari BRGM juga Kementerian LHK. dan Menko Marinvest.

Indonesia merupakan pemilik kawasan mangrove yang sangat luas, mendekati 4 juta hektar. Kini mangrove dikembangkan menjadi kawasan yang mampu berkobtribusi dalam pengendalian perubahan iklim, kemampuan daya serap karbon jauh lebih tinggi ketimbang jenis tanaman lainnya.

Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, sebagai institusi di bawah langsung Presiden, telah dibebani tanggung jawab. merestorasi sedikitnya 1,2 juta hektar kawasan Gambut dan merehabilitasi sedikitnya 600 ribu hektar, mencakup sembilan provins, yakni Riau, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur,Sumatera Utara, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Papua, Papua Barat dan Riau Kepulauan.

Sumber pendanaannya, selain berasal dari Bank Dunia,juga bersumber dari APBN dan keikut sertaan pihak ketiga. Hartono menyebut suksesnya program rehabilitasi mangrove bila ada keterlibatan langsung banyak pihak, termasuk juga Pemerintah Daerah dan masyarakat.

Sementara itu Direktur Pelaksana Kepala Bagian Keuangan Bank Dunia Anshula Kant mengatakan dukungan finansial yang diberikan merupakan salah satu bentuk komitmen dari lembaganya untuk mencegah perluasan dampak perubahan iklim.

Perubahan iklim, menurut dia, telah memperbesar potensi dampak kebencanaan yang saat ini mulai dirasakan dunia, termasuk Indonesia. Oleh sebab itu perubahan tersebut harus dicegah, salah satunya dengan menjaga ekosistem mangrove.

Untuk itu, kata dia, terhitung hingga akhir tahun 2023 pihaknya sudah menyalurkan pendanaan 28,6 juta dolar AS.

“Sungguh ini kerja sama yang kuat, kita saling mendukung, terlebih Indonesia mempunyai target yang besar pengurangan emisi karbon menjadi 358 juta CO2 pada 2030,” ujarnya.

Ansula berharap program rehabilitasi yang diinisiasi Pemerintah Indonesia melalui BRGM bisa berjalan sebagaimana tujuannya, sehingga bisa membawa pengaruh baik bagi masyarakat setempat dan kemaslahatan makhluk hidup secara luas.