Di Balik Isu Surat Antigen Bagi Pemudik

Sejatinya pemerintah konsisten dan konsekuen. Bila memang keharusan ada surat antigen, maka lakukan pemeriksaan agar tujuan dari penerapan kebijakan itu, mengantisipasi meningkatnya pandemi Covid-19 di Jakarta dan sekitarnya bisa tercapai. Foto: RRI
Sejatinya pemerintah konsisten dan konsekuen. Bila memang keharusan ada surat antigen, maka lakukan pemeriksaan agar tujuan dari penerapan kebijakan itu, mengantisipasi meningkatnya pandemi Covid-19 di Jakarta dan sekitarnya bisa tercapai. Foto: RRI

TROPIS.CO, JAKARTA – Namanya Jaja Suharja, warga Cimahi, Bandung, Jawa Barat. Dia seorang kuli bangunan dan pekerja serabutan. Dalam 10 tahun terakhir, Jaja lebih banyak kegiatan di sekitar kawasan Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang Selatan.

Lebaran tahun ini, dia paksakan berlebaran di Cimahi, bersama istri dan dua anaknya.

Tahun lalu, dia tidak bisa pulang karena maraknya pandemi Covid-19, hingga pemerintah melarang para urban mudik lebaran. Alasannya, untuk mencegah penularan Covid-19 tidak bertambah besar hingga bakal membuat pemerintah kewalahan mengatasinya.

Tahun inipun sama seperti tahun lalu. Ada larangan mudik lebaran oleh pemerintah, tapi tidak seketat tahun lalu.

Larangan mudik dilakukan terhitung 6 hingga 17 Mei 2021 sehingga sarana transportasi umum seperti bus, travel, kereta api, dan pesawat udara, operasinnya dihentikan sementara kecuali untuk angkutan logistik.

Karenanya menyiasati larangan itu, Jaja mudik lebih awal. Dua hari sebelum diberlakukannya larangan itu dengan ia mudik dengan menumpang travel tujuan Bandung. Kendati ada perasaan was-was bahwa ada kabar, setiap yang mudik lebaran, saat dalam perjalanan bakal dicegat, diperiksa apa ada surat antigen, tapi itu ternyata hanya isu saja.

Ternyata kebijakan diharuskan adanya surat negatif dari Covid-19, saat Jaja mudik belum diberlakukan. Oleh sebab itu, dia lancar lancar saja, tiba di rumah tanpa ada pemeriksaan surat keterangan hasil swap antigen.

Nah, saat dia mau pulang ke Tangsel, Minggu (23/5/2021), bahwa persyaratan harus ada surat hasil swab antigen, pun didengarnya. Entah dari siapa kabar itu. Saat ditanya dapat info dari mana, dia menjawab mendengar dari televisi. Bila benar sumbernya itu dari televisi, itu berarti resmi persyaratan pemerintah.

Lantaran ada kabar harus ada surat antigen hingga kemudian kepulangannya ke Tangsel ditunda. Jaja tak mau melakukan swab antigen. Bukan tidak mau, katanya, tapi keuangan sangat terbatas. Sisa uangnya hanya cukup untuk ongkos travel.

Bukan hanya Jaja, tapi persoalan itu dialami juga oleh Ari, juga seorang pekerja bangunan. Lantaran mendapat info harus dilengkapi surat antigen sehingga dia terpaksa melakukan swab antigen agar bisa mengantarkan istri dan putri semata wayang pulang ke Belitung.

Tentu Ari harus mengeluarkan biaya untuk swab antigen ini. Bukan nilai sedikit, Rp 400 ribu, bagi seorang pekerja bangunan. Tapi apa lacur, apa yang dikhawatirkan Ari tadi, ternyata tak terjadi. Dalam perjalanannya, dari Purwakarta ke Bandara Soekarno Hatta dengan menumpang bus Damri, ternyata tidak ada pemeriksaan itu.

Ari memang tidak dirugikan karena tidak adanya pemeriksaan tersebut.Sebab swab antigennya bisa digunakan untuk persyaratan penerbangan Jakarta – Belitung. Pun halnya dengan Jaja,.juga tidak dirugikan dalam artian materi. Sebab Jaja menunda pulang hingga tidak melakukan swab antigen.

Jaja dan Ari mungkin tidak dirugikan dalam batasan uang. Namun diyakini tak sedikit masyarakat urban yang menjadi buruh serabutan di Jakarta atau tempar tempat lain, yang kecele. Mereka melakukan swab antigen dengan mengeluarkan dana sendiri, tapi di jalan mereka tidak menemukan adanya petugas yang melakukan pemeriksaan.