Evaluasi Pelatihan, Sebuah Upaya Mendapat Umpan Balik untuk Perbaikan dan Keberlanjutan Program

Setiap hari biasanya kelas virtual melalui webinar dibuka 30 menit sebelum pembelajaran dimulai. Panitia pelatihan, Kepala Seksi Penyelenggara dan Kerja Sama Diklat, Penanggung Jawab Program atau bahkan Kepala Balai Diklat menyapa peserta untuk menanyakan bagaimana keadaan mereka dan perasaan mereka. Diakhir pembelajaran sebelum peserta belajar mandiri, kembali pertanyaan-pernyaan diajukan kepada peserta.

Apa kabar bapak ibu semua?
Bagaimana perasaan ibapak ibu hari ini?
Apakah bapak ibu senang mengikuti pelatihan?
Apakah yang telah dipelajari ada manfaatnya?
Apakah penjelasan tutor dapat dimengerti?
Apakah bahan tayang atau paparan tutor terlihat jelas dan dapat terbaca?
Apakah video di LMS bisa ditonton?
Apakah admin sudah membantu mengatasi kesulitan bapak ibu?
Apakah tempat bapak ibu belajar di rumah nyaman atau ada gangguan?
Dan masih banyak pertanyaan lain yang diajukan bergantian.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada peserta mungkin dianggap sebagai pertanyaan biasa. Bahkan mungkin dinilai sekedar basa basi. Tetapi sesungguhnya pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah upaya pelaksana pelatihan untuk melakukan evaluasi.

Kami pelaksana pelatihan sedang mengukur bagaimana para peserta pelatihan bereaksi terhadap pelatihan. Tentunya Lembaga Pelatihan menginginkan para peserta merasa pelatihan yang mereka ikuti berguna dan membantu perkembangan peserta. Lembaga Pelatihan juga ingin memastikan peserta merasa nyaman dengan para tutor, topik yang diberikan, materi-materi, presentasi, panitia serta lokasi tempat mereka belajar.

Selain pertanyaan-pertanyaan lisan yang diajukan setiap hari. Panitia juga mendorong peserta untuk menyampaikan apa pun perasaan, keluhan dan respon peserta melalui WAG. Dan di akhir pelatihan, peserta diminta untuk mengisi kuesioner kepuasan pengguna terhadap system e-learning yang tersedia di Learning Management System (LMS)

Inilah yang disebut evaluasi level 1: Reaction (Reaksi), dalam model evaluasi Donald Kirkpatrick, seorang profesor di Universitas Wisconsin, sekaligus presiden dari American Society for Training and Development (ASTD).

Reaksi perlu diukur untuk menjadi referensi ke depan agar program pelatihan menjadi lebih efektif dan senantiasa berkembang, sekaligus mendeteksi apakah ada materi yang tertinggal dan tidak disampaikan.

Kemampuan apa yang ingin dicapai melalui pelatihan. Bila peserta telah dipastikan merasa nyaman mengikuti pelatihan dan memberikan reaksi positif maka diharapkan proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik sehingga tujuan pelatihan dapat tercapai.

Dalam kurikulum Pelatihan Pendampingan Program Perhutanan Sosial Paska Ijin yang ditetapkap dengan Keputusan Kepala Pusat Diklat SDM Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : SK. 64 /Dik/PEPE/Dik-2/3/2020, tanggal : 20 Maret 2020, disebutkan bahwa tujuan pelatihan adalah: peserta mampu menggulirkan aktifitas program Perhutanan Sosial sekaligus mensosialisasikan tentang mitigasi/penanganan wabah Covid-19 kepada masyarakat/kelompok Perhutanan Sosial dan para Pendamping Perhutanan Sosial di seluruh Indonesia.Tujuan pelatihan ini sering pula disebut tujuan kurikuler umum atau Kompetensi dasar.

Untuk dapat mencapai tujuan tersebut maka beberapa indikator keberhasilan harus dapat dipenuhi, yaitu setelah selesai mengikuti pelatihan ini para peserta dapat: Menjelaskan Prakondisi Petani Hutan; Menjelaskan Panduan Role Model Pendampingan Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Menjelaskan Pendampingan Tahap Awal; Menjelaskan Pengelolaan dan Pengembangan Kawasan Hutan dan Lingkungan; Menjelaskan Kerja Sama, Akses Permodalan dan Akses Pasar; Menjelaskan Pengelolaan Pengetahuan; dan yang terakhir Menjelaskan Monitoring dan Evaluasi Perhutanan Sosial.