Industri Sawit Kokoh Menopang Ekonomi Indonesia di Tengah Pandemi Covid-19

Produksi bulan Mei yang lebih rendah dari bulan April 2020 diduga masih disebabkan efek kemarau panjang 2019 dan pengaruh musiman. Foto: TROPIS.CO/Jos
Produksi bulan Mei yang lebih rendah dari bulan April 2020 diduga masih disebabkan efek kemarau panjang 2019 dan pengaruh musiman. Foto: TROPIS.CO/Jos

TROPIS.CO, JAKARTA – Kegiatan operasional di perkebunan kelapa sawit dan pabrik kelapa sawit masih berjalan normal.

Secara alami pelaksanaan pekerjaan di operasional perkebunan dan pabrik kelapa sawit (PKS) memang berjauhan sehngga physical distancing terjadi dengan sendirinya.

Industri sawit di Tanah Air tetap kokoh menopang ekonomi Indonesia di tengah pandemi Covid-19.

“Produksi minyak sawit pada bulan Maret adalah sedikit lebih rendah (-0,9 persen) dari produksi bulan Februari 2020 sedangkan konsumsi dalam negeri turun 3,2 persen, ekspor naik 3,3 persen, dan harga CPO turun dari rata-rata US$722 pada bulan Februari menjadi US$636 per ton-Cif Rotterdam pada bulan Maret tetapi nilai ekspornya naik 0,6 persen menjadi US$1,82 miliar,” ungkap Direktur Eksekutif Gabungan Pengsusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono di Jakarta, Sabtu (9/5/2020).

Baca juga: Ternyata Sawit pun sebagai Penangkal Corona

Dia menyatakan, dibandingkan Januari hingga Maret 2019, produksi 2020 lebih rendah 14 persen, konsumsi dalam negeri lebih tinggi 7,2 persen dan ekspor lebih rendah 16,5 persen tetapi nilai ekspor 9,45 persen lebih tinggi yaitu US$5,32 miliar.

Konsumsi minyak untuk pangan dalam negeri turun sekitar 8,3 persen sebaliknya konsumsi untuk produk oleokimia naik sebesar 14,5 persen dan konsumsi biodiesel relatif tetap.

Ketidakpastian waktu teratasinya pandemi Covid-19 menjelang puasa menyebabkan konsumsi minyak sawit untuk produk pangan menurun, sebaliknya produk oleokimia naik karena kebutuhan bahan pembersih sanitizer meningkat.

“Dari 68 ribu ton kenaikan konsumsi oleokimia, 55 persen terjadi pada gliserin yang merupakan bahan pembuatan hand sanitizer,” ujar Mukti.

Konsumsi minyak sawit untuk biodiesel relatif tetap, padahal harga minyak bumi rendah dan konsumsi solar turun sekitar 18 persen.

Ekspor minyak sawit mengalami kenaikan sebesar 83 ribu ton degan kontribusi utama dari crude palm oil (CPO) (113 ribu ton) dan oleokimia (63 ribu ton).

Menurutnya, kenaikan ekspor terbesar terjadi untuk tujuan Bangladesh, Afrika dan Tiongkok.

Ekspor ke Uni Eropa, India dan Timur Tengah sedikit naik sedangkan ekspor ke Pakistan dan Amerika Serikat turun.

Kenaikan ekspor ke Tiongkok karena diinformasikan bahwa mereka telah mulai pulih dari pandemi Covid-19.

Covid-19 telah mengganggu perekonomian dunia, tetapi semua negara tidak akan sanggup berlama-lama dalam situasi seperti saat ini dan harus segera bangkit.

Oleh sebab itu, peningkatan produktivtas dan efisiensi harus menjadi prioritas untuk menjaga viabilitas dari industri.

Baca juga: Produksi TBS Meningkat, Harga Cenderung Turun

Bulan Mei, sebagian besar Indonesia akan memasuki musim kemarau dan puncak kemarau diperkirakan akan terjadi pada bulan Agustus.

“Meskipun kemarau tahun 2020 diperkirakan tidak akan separah kemarau 2019, persiapan menghadapi kemarau untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) harus dilakukan dengan sebaik-baiknya.”

“Gapki telah membuat dan mendistribusikan protokol pencegahan Karhutla dan diharapkan dengan kewaspadaan dan kerja sama semua pihak, Karhutla 2020 dapat dicegah dan diminimalkan,” pungkas Mukti. (*)