Produksi TBS Meningkat, Harga Cenderung Turun

Industri kelapa sawit di Tanah Air mesti dibela dari segala kampanye negatif NGO yang merugikan dan tidak benar. Foto : TROPIS.CO/Jos
Industri kelapa sawit di Tanah Air mesti dibela dari segala kampanye negatif NGO yang merugikan dan tidak benar. Foto : TROPIS.CO/Jos

TROPIS.CO, BENGKULU – Kendati pandemi Covid-19 telah memporakporandakan struktur ekonomi global namun di tingkat petani kelapa sawit, hingga saat ini belum memberikan pengaruh yang sangat signifikan.

Walau ada kecenderungan penurunan harga TBS, tapi itu lebih dikarenakan berlebihnya produksi.

Ada indikasi kuat, dalam beberapa waktu ke depan, produksi tandan buah segar (TBS), kelapa sawit petani mengalami peningkatan yang cukup signifikan dan ini diyakini bakal menurunkan harga, walau tidak terjadi secara drastis.

Setidaknya penurunan  itu sudah dirasakan kalangan petani sawit di Bengkulu dalam lima hari terakhir.

Bila sebelumnya harga TBS dalam kisaran  Rp1300 hingga Rp1400 per kilogram, tapi menjelang  tutup pekan, mulai turun dalam kisaran Rp40 hingga Rp 100 per kilogram.

Baca juga: Setelah Covid-19, Indonesia Perlu Buat Skenario Doomsday

“Dan ini harus diwaspadai oleh kalangan petani,” kata Sekretaris Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Bengkulu Daniel M. Manurung.

Karenanya  penurunan harga itu lebih dikarenakan adanya peningkatan produksi, bukan dikarenakan dampak langsung  dari pandemic Covid-19.

“Dampak langsung dirasakan oleh perusahaan karena adanya penurunan ekspor Crude Palm Oil ke sejumlah negara, menyikapi itu perusahaan melakukan  berbagai efisiensi diberbagai bidang,” tutur Danil.

“Bengkulu ini seperti oase yang menyejukkan,” kata Tofan Mahdi, Ketua Bidang Komunikasi Gapki saat konferensi pers secara online bersama Ketua Gapki cabang Bengkulu, John Irwansyah Siregar, dan Sekretaris Gapki Bengkulu, Daniel M. Manurung.

“Dari pantauan pengiriman crude palm oil (CPO) melalui pelabuhan Pulau Baai, pengiriman keluar pulau malah naik dibandingkan bulan yang sama tahun lalu,” tutur John Irwansyah Siregar menggambarkan naiknya permintaan terhadap CPO dari luar Provinsi Bengkulu.

April 2020 misalnya, pengiriman CPO naik sekitar 55 persen dibandingkan bulan yang sama tahun 2019 lalu.

Semula di angka 32.605 ton, menjadi 50.481 ton dan Maret memang ada penurunan, tapi penurunan itu terjadi karena tren panen bukan karena dampak Covid-19.

Menurutnya, situasi ini dapat terjadi berkat kelancaran distribusi komoditas kelapa sawit di Bengkulu.

“Kami berharap pemerintah terus menjamin kelancaran distribusi yang dibutuhkan dalam bisnis perusahaan minyak kelapa sawit,” lanjutnya.

Karena, jika ada hambatan transportasi, baik mobilitas di perkebunan maupun pengiriman CPO ke daerah lain, tentu akan memberi tekanan lebih berat kepada industri kelapa sawit.

Kendati begitu, Gapki Bengkulu tetap mewaspadai dampak negatif yang dapat ditimbulkan Covid 19.

Kewaspadaan itu, menurut Daniel Manurung, diwujudkan dengan menerapkan protokol operasional secara ketat.

Baca juga: Di Tengah Pandemi Covid-19, KLHK Tetap Perkuat Pengendalian Karhutla

Selain itu, koordinasi dan kerja sama dengan pemerintah daerah pun terus dilakukan untuk menekan maupun meringankan beban masyarakat akibat pelambatan ekonomi yang timbul akibat pandemi Covid-19 di Bengkulu.

Sama seperti keinginan banyak pelaku usaha, Daniel berharap Covid-19 dapat segera berlalu dan bisnis berjalan normal kembali, termasuk di industri kelapa sawit yang merupakan komoditas strategis nasional.

“Apalagi perkebunan kelapa sawit merupakan andalan masyarakat Bengkulu, sebanyak 65 persen perkebunan kelapa sawit di Bengkulu adalah kebun milik masyarakat,” pungkas Daniel. (Trop 01)