Menebar Benih Role Model Pendamping Perhutanan Sosial

Perbaikan Indikator Sosial

Keberhasilan itu biasanya ditopang oleh perbaikan indikator sosial yang ditandai dengan semakin meningkatnya kerjasama anggota, meningkatnya rasa percaya (trust) di antara sesama anggota kelompok, serta meningkatnya jejaring dan hubungan dengan aktor eksternal.  Indikator ekologi tentu menjadi hal yang juta penting terwujud dalam peningkatan tutupan lahan hutan, menurunnya ancaman banjir, erosi, dan kekeringan.

Bagaimana supaya kelompok sampai pada kondisi tersebut? Salah satunya melalui mimpi untuk menjadi role model perhutanan sosial.

Dalam hidup seringkali kita memiliki pada model, baik disadari atau tidak. Role model adalah seseorang yang kita jadikan panutan karena keteladanannya dalam menjalankan tugas, kehidupan, hubungan pertemanan, usaha bisnis, dan sebagainya.

Demikian juga pendamping perhutanan sosial.  Panutan perlu diambil, supaya setiap orang memiliki contoh tujuan yang harus dicapai dan bagaimana cara mencapainya. Role model juga menjadi standar pencapaian, mamacu untuk berkompetisi, dan bersaing dalam hal prestasi.

Lantas….. bagaimana supaya berhasil menjadi role model pendampingan perhutaan sosial? Yang paling mendasar adalah motivasi dan pemahaman atas kebijakan dan program perhutanan sosial. Setiap pendamping perlu memahami by heart mengapa dan apa tujuan yang ingin diraih. Selanjutnya pendamping harus memahami filosofi dasar dalam melakukan pendampingan.

Mereka akan berfungsi sebagai saluran transfer informasi dan sekaligus sebagai transformer, yaitu memodifikasi inovasi yang sesuai untuk diterapkan di kelompok yang didampinginya.

Pendamping dalam mendorong keberhasilan kelompok, perlu berpegang pada prinsip transparansi dan keterbukaan, sehingga segala sesuatu yang dilaksanakan dapat dipertanggungjawabkan. Pendamping tidak pilih kasih, tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap satu dengan lainnya, bahkan mendorong agar dari sisi partisipasi gender dapat tercapai kesetaraan peran.

Tentunya telah banyak figure yang dapat dijadikan rujukan. Dari sekian banyak tokoh model perhutanan sosial ada berbagai kesamaan dasar yang dapat diperhatikan. Mereka adalah orang-orang yang memiliki minat, motivasi, dan ikhlas berjuang untuk kemajuan kelompok. Mereka tidak mementingkan diri sendiri bahkan sebaliknya berjiwa sangat altruis.

Itu adalah beberapa point penting yang selalu saya sampaikan kepada para pembelajar e-learning perhutanan sosial. Di akhir proses belajar, selalu saya tutup dengan pertanyaan “Siapkah kalian untuk menjadi role model pendamping berikutnya? semua peserta dengan semangat menjawab “siap”.

Semoga, tidak lama lagi harapan itu akan terwujud, tidak ada rumus pasti kapan saatnya tiba, yang jelas jalan tidak mudah. Tantangan dan rintangan siap menghadang. “Tidak ada pelaut ulung yang lahir dari samudera yang tenang,” itu kata motivasi yang saya suntikan kepada pesera. Berbagai rintangan seperti kebosanan, kejenuhan, dan keputusasaan bisa melanda kapan saja.

Untuk itu semua peserta, pendamping, fasilitator, tutor, pengajar dan semua pihak terkait perlu mengikatkan diri lebih erat.  Perjuangan pasca e-learning terbentang di depan mata.

Saya dan tentunya seluruh pengajar, berharap kepada para peserta semakin proaktif mencari sumber motivasi dan semangat mencari teman berdiskusi dan teman seperjuangan.

Hasil penelitian Mitsubishi Research Institute (2020) dapat menjadi bahan renungan berikutnya bahwa keberhasilan ditentukan oleh 40 persen konsep diri, 30 persen network atau jaringan, 20 persen keahlian bidangnya dan 10 persen finansial.

Tuti Herawati
Kasubdit Hkm Direktorat PKPS, Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan