TROPIS.CO – Jakarta, Pendekatan Integreted Area Development pada program Perhutanan Sosial diorientasikan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi yang tak terbatas hanya pada sektor lingkungan hidup dan kehutanan, melainkan lebih diperuntukan pada masing masing kabupaten.
“Karenanya dalam pendekatan IAD ini yang lebih dominan berperan adalah kabupaten, sementara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sifatnya mendorong,”kata Catur Endah Prasetyani.
Direktur Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial, Ditjen Perhutanan Sosial Kemitraan Lingkungan itu kepada TROPIS.CO, baru baru ini menjelaskan, bahwa pendekatan IAD dalam implementasi perhutanan sosial, pada tahap awal akan diujicobakan di 25 kabupaten.
Strategi ini ditempuh dalam upaya mengoptimalkan berbagai potensi yang ada di dalam kawasan perhutanan sosial dan sekitarnya. Berbagai potensi itu misalnya mencakup; pariwisata, peternakan, perikanan, industri rumah tangga, bahkan juga jasa industri transportasi dan perbengkelan.
Melalui pendekatan IAD ini semua potensi yang ada di pedesaan itu, kemudian diharapkan bisa berkembang seiring dan saling mengisi dan menguatkan. Dengan demikian, nantinya, terjadi percepatan peningkatan pendapatan masyarakat yang ada di sekitar dan di dalam kawasan hutan, terutama mereka yang sudah tergabung dalam Kelompok Usaha Perhutanan Sosial- KUPS.
Dengan meningkatnya pendapatan, berarti daya beli masyarakat akan semakin baik. Sehingga menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi desa yang berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi kabupaten dan pada sektor sektor lainnya.
“Jadi pendekatan IAD ini lebih diorientasikan peningkatan pertumbuhan ekonomi di semua sektor, termasuk masing masing kabupaten, bukan sebatas sektor lingkungan Hidup dan Kehutanan,”ujar Catur Endah Prasetyani.
Bagi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tentu melalui IAD ini, target akses kelola kawasan hutan seluas 12,7 juta hektar, diharapkan bisa tercapai pada waktunya, yakni 2030. Dengan keterlibatan Pemda Kabupaten, suatu persoalan yang dihadapi, terkait tenaga pendamping, setidaknya bisa ditanggulangi, karena ada tambahan pendamping dari kabupaten.
Pada saat ini pendekatan IAD diantaranya, mulai dikembangkan di Kapupaten Lumajang, Jawa Timur, berbasiskan agroforestry, silvopastura, pariwisata Gunung Semeru yang kini mencakup 6 desa, berawal dari LMDH Wono Lestari, Desa Burno.
Kemudian di Buleleng, Bali yang mencakup empat desa yang melibatkan 6 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial – KUPS yang berkelas platinum. IAD di Buleleng dibangun atas kesepakatan 4 desa, atas pengelolaan kawasan hutan di Desa Wanagiri – yang berbasiskan sumber air. Air bagi masyarakat di 4 desa di Buleleng, telah menjadi urat nadi yang tak sebatas untuk keperluan sehari hari, melainkan sebagai sumber air subak dan air terjun di wilayah wisata.
Di Belitung, Bangka Belitung, terkait pengembangan pariwisata. Hanya di Belitung ini, harus berbenah kembali, terutama di KUPS Juru Seberang. ” Terakhir saya ke sana, melihat banyak infrastrukturnya yang harus dibenahi lagi, karena dampak dari pandemi covid kemarin,”ujar Catur Endah Prasetyani.
Dalam hal percepatan ini, Pemerintah telah menerbitkan Keputusan Presiden No. 28 tahun 2023, terkait dengan perencanaan terpadu percepatan pengembangan perhutanan sosial. Dalam Perpres tertanggal 30 Mei itu,target percepatan mencakup akses kelola kawasan hutan seluas 7,830 juta hektar, dan tersedianya tenaga pendamping 25.000 orang.
Pada saat ini, hingga Maret kemarin, kawasan hutan yang sudah dibukakan akses kelolanya sudah mencapai 5,3 juta hektar. Sementara tenaga pendamping baru sekitar 1.200 orang. Dan mereka harus mendampingi sekitar 10 ribu KUPS beranggotakan tak kurang 1,3 juta kepala keluarga.