TROPIS.CO, JAKARTA – Peraturan Presiden terkait percepatan pengembangan perhutanan sosial telah melibatkan sejumlah kementerian dan lembaga, dan dalam pelaksanaannya dapat juga mengikutsertakan korporasi agar lebih berperan dalam mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan hutan, melalui pendekatan pengembangan perhutanan sosial.
Di dalam Perpres 28/2023, tertanggal 30 Mei 2023, tentang perencanaan terpadu percepatan pengembangan perhutanan sosial, setidaknya ada 10 kementerian dan lembaga yang dibebani tanggungjawab dalam mensukseskan program perhutanan sosial ini. Dan ini kementerian pemerintahan dalam negeri. Kementerian urusan pemerintahan di bidang pertanian. Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan.
Berikutnya, kementerian urusan di bidang pariwisata dan ekonomi urusan kreatif. Kementerian pemerintahan di bidang desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi. Kementerian urusan pemerintahan di bidang koperasi dan usaha kecil menengah.
Lalu juga, kementerian urusan pemerintahan di bidang pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi. Kementerian urusan bidang perencanaan pembangunan nasional. Kementerian urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara, dan terakhir Sekretaris kabinet.
Semua kementerian ini tergabung dalam kelompok kerja nasional-Pokjanas yang ketua hariannya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Dirjen Perhutanan Sosial Kemitraan Lingkungan secara ex Officio merangkap Sekretaris Pokjanas. Dalam melaksanakan tugasnya, Pokjanas dapat melibatkan korporasi; badan usaha milik negara, badan usaha milik swasta, akademisi, tokoh masyarakat, dan juga lembaga swadaya masyarakat.
Dengan demikian, melalui Perpres 28/2023, posisi dari program perhutanan sosial, tak lagi semata menjadi tanggungjawab Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Namun sudah menjadi program strategis nasional. Sehingga pengembangannya menjadi tanggungjawab bersama, termasuk korporasi yang dapat memerankan dirinya sebagai mitra atau offtaker dari Kelompok Usaha Perhutanan Sosial atau KUPS.
Melalui Perpres 28/2023, maka semua program yang terkait dengan Perhutanan Sosial, sudah menjadi bagian dari dokumen perencanaan pembangunan nasional dan daerah. Sehingga perencanaan alokasi anggarannyapun akan lebih fokus pada program yang berorientasi pada peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya serta kapasitas kelembagaan yang mempercepat membaiknya ekonomi masyarakat pedesaan yang aktivitasnya berbasiskan perhutanan sosial.
Pemerintah Daerah, tidak perlu ragu lagi untuk memasukan anggaran pengembangan perhutanan sosial melalui Anggaran Belanja Pendapatan Daereah- APBD, karena dasarnya sudah terintegrasi dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah – RPJMD. Lantaran sudah terintegrasi, maka setiap program pusat di daerah,maupun program daerah sendiri dapat disenergikan dalam satu program besar, perhutanan sosial.
Perhutanan sosial, sudah memiliki modal dasar, yakni kawasan hutan yang di dalamnya terkandung berbagai potensi sumberdaya alam yang bernilai ekonomi, yang dapat dikelola dan dikembangkan melalui pendekatan multiusaha. Dan satu lagi modal perhutanan sosial, sumberdaya manusia yang kini jumlahnya mendekati 1,4 juta kepala keluarga yang terkoordinasi dalam Kelompok Usaha Perhutanan Sosial – yang jumlahnya sudah mendekati 10 ribu unit, tersebar dihampir semua kabupaten.
Sejatinya, bagi Pemerintah daerah, tanpa Perpres 28/2023, pun sudah seharusnya memberikan dukungan penuh terhadap program perhutanan sosial ini. Sebab misi utama dari program ini mempercepat kesejahteraan masyarakat pedesaan melalui pembukaan akses kelola kawasan hutan- yang nota benenya, masyarakat itu adalah asset pemerintah kabupaten dan kota.
Anggaran dan Pendamping.
Direktur Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial, Catur Endah Prastiani, dalam percakapan dengan TROPIS belum lama ini, sempat menyampaikan terkait dukungan lintas Kementerian dan Lembaga pada kegiatan prioritas perhutanan sosial. Kata dia, lahirnya Perpres No 28/2023, tertanggal 30 Mei kemarin, merupakan penyelarasan kebijakan dan peraturan lintas sektor ke dalam dokumen perencanaan pembangunan nasional dan daerah.
Tidak sebatas dalam penyelarasan dalam kebijakan anggaran, melainkan juga dalam pemenuhan kebutuhan Sumber Daya Manusia, dalam hal pendamping Perhutanan Sosial. Sehingga target penyediaan 25.000 tenaga pendamping hingga 2030, bisa terpenuhi.
Optimalisasi pendampingan ini, lanjutnya, melalui pemetaan kebutuhan dan program kerjasama pendampingan, bahwa nantinya, pendampingan ini tidak harus dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tapi bisa juga dari Kementerian Pertanian, Kementerian Perikanan dan Kelautan, Kementerian Pariwisata, dan juga kementerian atau lembaga lain yang ditetapkan dalam Perpres No 28/2023.
Di dalam pendampingan ini, Kementan, bisa ikut terlibat langsung dalam menyelenggarakan pelatihan bagi anggota Kelompok Perhutanan Sosial. Pelatihan ini lebih berorientasi pada peningkatan kapasitas kelembagaan, peningkatan nilai produk, strategi pemasaran, atau pelatihan lainnya yang mampu meningkatkan wawasan dalam pengembangan komoditas budidaya berbasiskan kehutanan.
Tidak sedikit produk kehutanan yang bisa dikembangkan menjadi sumber pangan dan kesehatan, namun kebanyakan masih berupa bahan baku yang belum terkelola baik, hingga belum memberikan nilai tambah. Dan ini tentu membutuhan sentuhan dari pendamping professional.
Dengan demikian, nantinya, berbagai produk perhutanan sosial ini, oleh Kementerian Perdagangan bisa berkembang menjadi produk unggulan desa – yang pasarnya tidak sebatas domestik , tapi juga merambah pasar ekspor.
“Agar produk ini bisa diterima lebih leluasa di pasar, maka peran Badan POM pun sangat penting untuk memberikan sertifikasi terhadap produk olahan makanan karya anggota KUPS ini,”kata Catur Endah.
Begitu juga dengan Kementerian Tenaga Kerja, dapat menyelenggarakan pelatihan vokasi, peningkatan kapasitas pemuda desa. Kementerian Koperasi dan UKM pun demikian pula, menyelengarakan pelatihan terkait dengan pengembangan unit usaha koperasi, atau bentuk usaha lain dalam rangkaian memberikan nilai tambah terhadap produk hasil hutan yang dikembangkan kelompok usaha perhutanan sosial.
Dalam program peningkatan kapasitas jejaring dan kemitraan usaha, Peraturan Presiden ini, bisa mensinergikan program Perhutanan Sosial dan PROPER. Bahkan juga, pemanfaatan dana CSR bagi korporasi, apakah itu BUMN maupun swasta. Keberadaan korporasi ini sebagai mitra yang sekaligus sebagai offtakers yang berperan membuka pasar dan peningkatan kualitas produk perhutanan sosial.
Sementara itu peran yang bisa dimainkan kementerian Kominikasi dan Informasi, dalam mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan hutan, melalui program penguatan kelembagaan usaha dan system informasi Perhutanan Sosial multipihak. Kementerian Pendidikan dan kebudayaan Ristek, melalui program merdeka belajar dan kampus merdeka.
Distribusi akses.
Misi dasar dari Perpres 28/2023 bermuara kepada percepatan kesejahteraan masyarakat pedesaan yang selama ini bermukim di sekitar dan di dalam kawasan hutan. Puluhan tahun kehidupan mereka dimarjinalkan di tengah kaya rayanya alam sekitar. Dan setiap kali mereka menyentuh kawasan hutan, maka langsung divonis “perambah”. Sungguh memprihatinkan memang, padahal apa yang mereka lakukan, hanyalah sebatas mempertahankan hidup, pun ada kelebihan untuk biaya pendidikan putra putrinya, tak lebih dari itu.
Ironisnya, para taipan pemegang ijin konsesi, nyaris tak ada hentinya memprorak- poranda kawasan hutan yang ada di depan mereka. Masyarakat di sekitar tak hanya diperankan menjadi penonton, tapi seakan dibiarkan sebagai penerima dampak dari aktivitas eksploitasi kawasan hutan. Kesenjangan sangat mencolokm dan kehidupan masyarakat kian terbelakang.
Kondisi inilah yang mendorong Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Prof. Dr Siti Nurbaya, memberikan akses kelola kawasan hutan kepada masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan hutan. Tidak kepalang tanggung, hingga tahun 2030, dialokasi akses kelola kawasan hutan luasnya 12,7 juta hektar. Bahkan diprediksikan bisa jauh di atas itu, hingga mencapai 15 juta hektar, seperti peta indikatif yang berulangkali dipaparkan direktorat Persiapan kawasan perhutanan sosial.
Dalam perjalanan 5 tahun terakhir, akses kelola kawasan hutan sudah diberikan. Luasnya, baru sekitar 5,3 juta hektar. Artinya, untuk sampai pada target 12,7 juta hektar, masih ada kekurangan, anggaplah 8 juta hektar – di dalam Perpres disebut 7,380 juta hektar. Nah, kekurangan inilah yang mau dikejar, hingga dalam masa 7 tahun ke depan, paling tidak luas 12,7 juta hektar bisa terealisasi.
Diprediksikan akses kelola kawasan hutan seluas ini, dapat dimanfaatkan atau dikelola, paling tidak 6,25 juta kepala keluarga. Ini dengan asumsi pada areal seluas itu akan terbentuk sedikitnya 25.000 Kelompok Perhutanan Sosial – pada saat ini baru sekitar 8.000 KUP. Dan masing masing kelompok beranggotakan 25 kepala keluarga.
Kemudian mereka akan didampingi oleh 25.000 tenaga pendamping. Walau pada saat ini, jumlah tenaga pendamping masih sangat minim, baru sekitar 1500 pendamping. Nah, penyiapan tenaga pendamping dan pembentukan KUP – juga menjadi bagian dari percepatan yang diatur oleh Perpres 28/2023.
Jadi dalam perencanan terpadu percepatan pengelolaan perhutanan sosial, setidaknya ada 3 prioritas yang ingin diwujudkan. Dan ini; distribusi akses legal, atau diberikannya Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial untuk areal seluas 7.380.000 hektar. Kemudian, terbentuknya KUP yang memiliki Kelompok Usaha Perhutanan Sosial sebanyak 17.000 unit, dan tersedianya sekitar 25.000 tenaga pendamping.
Strategi yang akan dilakukan dalam mencapai target tersebut, diawali dengan penentuan skala prioritas pemberian akses legal Perhutanan Sosial. Penanganan konflik tenurial pada kawasan hutan. Dan Penguatan mekanisme dan percepatan pemberian Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial.
Begitupun Target untuk percepatan pengembangan usaha Perhutanan Sosial, akan dicapai melalui penguatan kapasitas kelembagaan KPS. Peningkatan kapasitas usaha, kemudian percepatan pengembangan usaha tematatik. Dan juga peningkatan produktivitas areal Perhutanan Sosial. Dan Percepatan pembentukan dan pengembangan Integreted Area Development – IAD, hingga terciptanya optimalisasi pemanfaatan sumberdaya dalam pencapaian peningkatan nilai tambah.