Perpres 28/2023, Pelaku Usaha Dilibatkan dalam Percepatan Perhutanan Sosial

Pelaku usaha diharapkan lebih banyak berperan mendukung percepatan pengelolaan perhutanan sosial. Perannya sebagai mitra dan offtaker dari Kelompok Usaha Perhutanan Sosial, tak sebatas memperkuat kapasitas kelembagaan, tapi juga membangun visi enterpteunership bagi pengurus KUPS. Semen Padang, salah satu korporasi yang kini sudah ikut mempercepat pengelolaan perhutanan sosial. Saat dilangsungkan Pestival PeSoNa di Jakarta, awal Juni kemarin, Semen Padang bersama Astra Internasional, sebagai peserta PROPER telah menandatangani persetujuan keterlibatannya dalam pembinaan KUPS.

TROPIS.CO, JAKARTA – Peraturan Presiden terkait percepatan pengembangan  perhutanan sosial  telah melibatkan  sejumlah kementerian dan lembaga, dan dalam pelaksanaannya dapat juga mengikutsertakan korporasi  agar lebih berperan  dalam  mempercepat peningkatan  kesejahteraan  masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan  hutan,  melalui pendekatan  pengembangan perhutanan sosial.

Di dalam  Perpres 28/2023, tertanggal 30 Mei 2023, tentang perencanaan terpadu percepatan pengembangan  perhutanan sosial,  setidaknya ada 10 kementerian dan lembaga yang dibebani  tanggungjawab dalam mensukseskan program perhutanan sosial ini.  Dan ini kementerian pemerintahan dalam negeri. Kementerian  urusan pemerintahan di bidang pertanian. Kementerian  yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan.

Berikutnya, kementerian   urusan di bidang pariwisata dan ekonomi urusan kreatif. Kementerian  pemerintahan di bidang desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi. Kementerian  urusan pemerintahan di bidang koperasi dan usaha kecil menengah.

Lalu juga, kementerian urusan pemerintahan di bidang pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi. Kementerian urusan bidang perencanaan pembangunan nasional. Kementerian urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara, dan terakhir Sekretaris kabinet.

Semua kementerian ini tergabung dalam  kelompok kerja nasional-Pokjanas yang ketua hariannya,  Menteri Lingkungan  Hidup dan Kehutanan, dan Dirjen Perhutanan Sosial Kemitraan Lingkungan secara ex Officio merangkap  Sekretaris Pokjanas. Dalam melaksanakan tugasnya, Pokjanas dapat melibatkan  korporasi; badan usaha milik negara, badan usaha milik swasta, akademisi, tokoh masyarakat, dan  juga lembaga swadaya masyarakat.

Dengan demikian,  melalui Perpres 28/2023,  posisi dari  program perhutanan sosial, tak lagi semata  menjadi tanggungjawab Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Namun sudah menjadi program strategis  nasional.  Sehingga pengembangannya  menjadi tanggungjawab bersama, termasuk korporasi yang dapat memerankan dirinya sebagai  mitra atau offtaker dari Kelompok Usaha Perhutanan Sosial atau KUPS.

Melalui Perpres 28/2023,  maka semua program yang terkait dengan Perhutanan Sosial,  sudah menjadi bagian dari dokumen perencanaan pembangunan nasional dan daerah. Sehingga  perencanaan alokasi anggarannyapun  akan lebih fokus pada program  yang berorientasi pada peningkatan  kualitas dan kuantitas sumberdaya serta kapasitas kelembagaan  yang mempercepat membaiknya ekonomi masyarakat  pedesaan  yang aktivitasnya berbasiskan perhutanan sosial.

Pemerintah  Daerah, tidak perlu ragu lagi untuk memasukan anggaran  pengembangan  perhutanan sosial melalui Anggaran  Belanja Pendapatan  Daereah- APBD, karena dasarnya sudah  terintegrasi dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah  Daerah – RPJMD.  Lantaran sudah terintegrasi, maka setiap program pusat di daerah,maupun program  daerah sendiri dapat disenergikan dalam satu program besar, perhutanan  sosial.

Perhutanan sosial, sudah memiliki modal dasar, yakni  kawasan hutan yang di dalamnya  terkandung berbagai potensi  sumberdaya alam  yang bernilai ekonomi, yang dapat dikelola dan dikembangkan melalui pendekatan multiusaha.  Dan satu lagi modal perhutanan sosial,   sumberdaya manusia yang kini jumlahnya  mendekati 1,4 juta kepala keluarga  yang  terkoordinasi dalam  Kelompok Usaha  Perhutanan  Sosial – yang jumlahnya  sudah mendekati  10 ribu unit, tersebar dihampir semua kabupaten.

Sejatinya, bagi Pemerintah daerah, tanpa Perpres 28/2023, pun sudah seharusnya  memberikan dukungan penuh terhadap program  perhutanan sosial ini.  Sebab misi utama dari program ini mempercepat kesejahteraan masyarakat pedesaan melalui  pembukaan akses kelola  kawasan  hutan- yang nota benenya,  masyarakat itu adalah  asset  pemerintah kabupaten dan kota.

Anggaran dan Pendamping.

Direktur Pengembangan Usaha  Perhutanan Sosial, Catur  Endah  Prastiani, dalam percakapan dengan TROPIS  belum lama ini, sempat menyampaikan terkait dukungan lintas Kementerian dan Lembaga pada kegiatan prioritas perhutanan sosial.  Kata dia, lahirnya  Perpres No 28/2023, tertanggal  30 Mei kemarin, merupakan  penyelarasan kebijakan dan peraturan  lintas sektor ke dalam dokumen  perencanaan pembangunan nasional dan daerah.

Tidak sebatas dalam  penyelarasan dalam kebijakan anggaran, melainkan juga dalam pemenuhan kebutuhan  Sumber Daya Manusia, dalam hal pendamping  Perhutanan  Sosial. Sehingga target penyediaan 25.000 tenaga pendamping hingga 2030, bisa terpenuhi.

Optimalisasi pendampingan  ini, lanjutnya,  melalui pemetaan kebutuhan dan program kerjasama  pendampingan, bahwa nantinya,  pendampingan ini tidak harus dari Kementerian Lingkungan  Hidup dan Kehutanan, tapi bisa juga  dari Kementerian Pertanian,  Kementerian Perikanan dan Kelautan, Kementerian Pariwisata,  dan juga kementerian atau lembaga lain yang ditetapkan dalam  Perpres  No 28/2023.

Di dalam pendampingan ini,  Kementan,  bisa ikut terlibat langsung dalam  menyelenggarakan pelatihan bagi anggota Kelompok Perhutanan  Sosial.  Pelatihan ini lebih berorientasi pada  peningkatan kapasitas kelembagaan, peningkatan   nilai produk, strategi pemasaran, atau pelatihan lainnya yang mampu meningkatkan wawasan dalam pengembangan  komoditas budidaya berbasiskan  kehutanan.

Tidak sedikit produk kehutanan  yang bisa dikembangkan menjadi  sumber pangan dan kesehatan, namun kebanyakan masih berupa bahan baku yang belum terkelola baik, hingga belum memberikan nilai tambah. Dan ini tentu membutuhan sentuhan dari pendamping professional.

Dengan demikian, nantinya, berbagai  produk perhutanan sosial ini, oleh  Kementerian  Perdagangan bisa  berkembang menjadi  produk unggulan  desa – yang pasarnya tidak sebatas domestik , tapi juga merambah pasar ekspor.

“Agar  produk ini bisa diterima lebih leluasa di pasar, maka  peran  Badan  POM pun sangat penting untuk memberikan sertifikasi  terhadap produk olahan makanan karya  anggota  KUPS ini,”kata  Catur Endah.

Begitu juga dengan  Kementerian  Tenaga Kerja, dapat menyelenggarakan pelatihan  vokasi, peningkatan kapasitas pemuda desa.  Kementerian Koperasi dan  UKM pun demikian pula,  menyelengarakan  pelatihan terkait dengan  pengembangan  unit usaha  koperasi, atau bentuk usaha lain dalam rangkaian memberikan nilai  tambah terhadap produk hasil hutan yang dikembangkan  kelompok usaha perhutanan sosial.

Dalam program peningkatan kapasitas jejaring dan kemitraan usaha,  Peraturan Presiden ini, bisa mensinergikan  program Perhutanan  Sosial dan PROPER.  Bahkan juga, pemanfaatan dana CSR bagi korporasi, apakah itu BUMN  maupun  swasta.  Keberadaan korporasi ini sebagai mitra yang sekaligus sebagai offtakers yang berperan membuka pasar dan peningkatan kualitas produk perhutanan sosial.

Sementara itu peran yang bisa dimainkan kementerian  Kominikasi dan Informasi, dalam mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar dan di dalam  kawasan hutan, melalui program  penguatan  kelembagaan  usaha dan system informasi Perhutanan Sosial multipihak.  Kementerian  Pendidikan dan kebudayaan  Ristek, melalui program merdeka belajar dan kampus merdeka.

Distribusi akses.

Misi dasar dari Perpres 28/2023 bermuara kepada percepatan kesejahteraan masyarakat pedesaan yang selama  ini bermukim di sekitar dan di dalam kawasan  hutan.  Puluhan  tahun kehidupan mereka  dimarjinalkan di tengah kaya rayanya alam sekitar. Dan setiap kali mereka menyentuh kawasan hutan, maka langsung divonis “perambah”.  Sungguh memprihatinkan memang, padahal apa yang mereka lakukan, hanyalah sebatas mempertahankan hidup, pun ada kelebihan untuk biaya pendidikan  putra putrinya, tak lebih dari itu.

Ironisnya,  para taipan pemegang ijin konsesi, nyaris  tak ada hentinya memprorak- poranda kawasan  hutan yang ada di depan mereka.  Masyarakat di sekitar tak hanya diperankan menjadi  penonton, tapi seakan dibiarkan sebagai penerima dampak dari aktivitas eksploitasi kawasan  hutan. Kesenjangan  sangat mencolokm dan kehidupan masyarakat kian terbelakang.

Kondisi inilah yang mendorong  Menteri Lingkungan  Hidup dan Kehutanan, Prof. Dr Siti Nurbaya, memberikan akses kelola kawasan hutan kepada masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan  hutan.  Tidak kepalang  tanggung, hingga  tahun 2030, dialokasi akses kelola kawasan hutan luasnya 12,7 juta hektar.  Bahkan diprediksikan bisa  jauh di atas itu, hingga mencapai 15 juta hektar, seperti peta indikatif yang berulangkali dipaparkan  direktorat Persiapan  kawasan perhutanan  sosial.

Dalam perjalanan  5  tahun terakhir, akses kelola kawasan hutan sudah diberikan.  Luasnya,  baru sekitar 5,3 juta hektar. Artinya,  untuk sampai  pada target 12,7 juta hektar,  masih ada kekurangan, anggaplah  8 juta hektar – di dalam Perpres disebut 7,380 juta hektar.  Nah, kekurangan inilah yang mau  dikejar, hingga  dalam masa  7  tahun ke depan, paling tidak  luas 12,7 juta hektar bisa terealisasi.

PBNU, sebagai organisasi kemasyarakatan pun telah melibatkan diri dalam pengembangan perhutanan sosial. Salah satu Komitmentnya bermitra dengan sejumlah KUPS di Nusa Tenggara Barat.

Diprediksikan akses kelola kawasan hutan seluas ini, dapat dimanfaatkan atau dikelola, paling tidak  6,25 juta kepala keluarga. Ini dengan asumsi  pada areal  seluas itu akan terbentuk sedikitnya  25.000 Kelompok Perhutanan   Sosial – pada saat ini baru sekitar  8.000 KUP.  Dan masing masing  kelompok beranggotakan 25 kepala keluarga.

Kemudian mereka akan didampingi oleh 25.000 tenaga  pendamping.  Walau pada saat ini,  jumlah tenaga pendamping masih sangat minim, baru sekitar 1500 pendamping.  Nah, penyiapan tenaga pendamping dan pembentukan KUP – juga menjadi bagian dari percepatan yang diatur oleh Perpres 28/2023.

Jadi dalam perencanan  terpadu percepatan pengelolaan  perhutanan sosial, setidaknya ada 3 prioritas yang ingin diwujudkan. Dan ini;  distribusi akses legal, atau diberikannya Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial untuk areal seluas 7.380.000  hektar. Kemudian,  terbentuknya KUP yang memiliki Kelompok Usaha Perhutanan  Sosial   sebanyak 17.000 unit, dan  tersedianya  sekitar 25.000 tenaga pendamping.

Strategi yang akan dilakukan dalam mencapai target tersebut,  diawali dengan penentuan skala prioritas pemberian akses legal Perhutanan Sosial.  Penanganan konflik tenurial pada kawasan hutan. Dan Penguatan mekanisme dan percepatan pemberian Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial.

Begitupun Target untuk percepatan pengembangan usaha Perhutanan Sosial, akan dicapai melalui penguatan kapasitas kelembagaan KPS. Peningkatan kapasitas usaha, kemudian percepatan pengembangan usaha tematatik. Dan juga peningkatan  produktivitas areal Perhutanan Sosial. Dan Percepatan pembentukan dan pengembangan Integreted Area  Development – IAD, hingga terciptanya optimalisasi pemanfaatan sumberdaya dalam pencapaian peningkatan nilai  tambah.