Pemerintah dan Pengusaha Sepakat Indonesia Jadi Acuan Harga CPO Dunia

Para narasumber Seminar Hybrid Majalah Sawit Indonesia “Strategi Indonesia Menjadi Harga CPO Dunia” bersama Musdhalifah Machmud, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (ketiga dari kiri). Foto: Sawit Indonesia
Para narasumber Seminar Hybrid Majalah Sawit Indonesia “Strategi Indonesia Menjadi Harga CPO Dunia” bersama Musdhalifah Machmud, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (ketiga dari kiri). Foto: Sawit Indonesia

TROPIS.CO, JAKARTA – Pemerintah dan pelaku usaha sepakat membangun rujukan harga crude palm oil (CPO) di dalam negeri melalui bursa komoditas yang kredibel dan transparan.

Karena itulah, pemerintah sebaiknya memanfaatkan sistem perdagangan CPO yang sudah ada seperti PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) yang sudah memiliki sistem dan berjalan hampir setengah abad lamanya.

Pembahasan bursa komoditas CPO ini diungkapkan dalam Seminar Hybrid Majalah Sawit Indonesia bertemakan “Strategi Indonesia Menjadi Harga CPO Dunia” yang diadakan di Jakarta, Kamis (2/3/2023).

Seminar ini menghadirkan empat pembicara antara lain Didid Noordiatmoko selaku Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan, Direktur Perencanaan dan Pengelolaan Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Kabul Wijayanto, Direktur Pemasaran Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) Dwi Sutoro, dan Direktur PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara Rahmanto Amin Jatmiko yang dimoderatori oleh Dr. Tungkot Sipayung.

Baca juga: Anjungan Mitra, Kiat Jitu Astra Agro Dukung Petani Sawit

Dalam kata sambutannya, Pemimpin Redaksi Majalah Sawit Indonesia Qayuum Amri mengatakan bahwa usulan pembentukan referensi harga CPO Indonesia melalui bursa sudah sejak lama digaungkan oleh pelaku industri, tetapi belum dapat terlaksana karena banyaknya hambatan.

Karena itulah, usulan Kementerian Perdagangan yang dinakhodai Zulkifli Hasan harus didukung semua pihak karena pendirian bursa CPO ini butuh political will.

“Selama ini, Indonesia mengambil acuan harga CPO dari Rotterdam. Padahal, produk sawit kita acapkali mendapatkan hambatan dan serangan negatif dari Uni Eropa.”

“Seharusnya, kita mampu membangun kedaulatan sawit Indonesia dengan menciptakan referensi harga CPO sendiri,” ujarnya.

Baca juga: Kelapa Sawit Berkontribusi pada PDB Perkebunan Terbanyak

Direktur Pemasaran Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero), mengatakan bahwa pengembangan bursa CPO Indonesia menjadi sangat penting untuk mengukuhkan posisi Indonesia sebagai produsen terbesar sawit di dalam negeri.

Saat ini, Indonesia masih menggunakan rujukan harga CPO dari Bursa Malaysia (MDEX) dan Bursa Rotterdam di Belanda.

Dengan menggunkaan bursa di luar negeri kadang memberikan dampak bagi keseimbangan penawaran dan permintaan di dalam negeri.

“Saat ini di Indonesia, belum ada bursa komoditas yang mampu menggerakkan tiga fungsi yaitu price discovery (pembentukan harga), price reference (acuan harga), dan hedging (lindung nilai),” ujar Dwi.

Baca juga: Tantangan Perkebunan Sawit Rakyat dan Rilis Buku Panduan Sawit: Perkebunan Sawit Rakyat

Karena itulah, Dwi mengusulkan kepada pemerintah supaya dapat memanfaatkan sistem perdagangan CPO yang sudah ada seperti PT. KPBN.

Strategi ini menjadi sangat penting apabila Kementerian Perdagangan ingin mengejar target pembentukan harga acuan CPO pada Juni mendatang.

Dwi menjelaskan bahwa bursa CPO yang ideal idealnya mempunyai tiga fungsi price discovery (pembentukan harga), price reference (acuan harga), hedging (lindung nilai), dari sebuah proses yang fair, efisien, transparan, dan terpercaya.

“Gagasan membangun tata niaga komoditi CPO Indonesia melalui pengembangan bursa CPO Indonesia ini harus didukung dan diskusikan sebagai tahapan untuk membuat Indonesia menjadi barometer sawit dunia,” ujarnya.

Baca juga: Musdhalifah: Industri Sawit Dapat Mendukung Target Penurunan Emisi