Jadi Pengimpor Besar, India dan Pakistan Minta Indonesia Permudah Ekspor Minyak Sawit

Menurutnya, Pakistan akan membeli sawit dari Indonesia untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati yang akan meningkat pada akhir tahun 2023 hingga awal tahun 2024.

Total konsumsi Pakistan terhadap minyak nabati cukup besar, yaitu 4,5 juta ton dengan produksi lokal sebesar 0,75 ton.

Produksi lokal yang terbilang sedikit itu membuat Pakistan menjadi negara yang membutuhkan impor minyak nabati sebesar 3 juta ton.

Baca juga: GAPKI Optimistis Tahun Depan Harga Sawit Membaik

Kebutuhan ini masih ditambah lagi dengan kenyataan bahwa Pakistan baru-baru ini memberlakukan larangan produk pangan rekayasa genetika atau GMO, sehingga pasokan minyak nabati yang masuk menjadi lebih terbatas.

“Kami harap Indonesia tetap akan membuka keran eskpor kepada Pakistan, sebab produksi minyak nabati kami belum cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik,” ujar Abdul.

Potensi yang sama juga tampak pada pasar Tiongkok.

Meskipun saat ini terjadi kecenderungan penurunan populasi penduduk yang terjadi pada beberapa tahun terakhir.

Baca juga: Perlu Lobi Politis untuk Dorong Sawit sebagai Tanaman Hutan

Hal ini mengakibatkan akan terjadinya penurunan permintaan terhadap minyak goreng.

Penurunan kebutuhan tersebut tidak mungkin terjadi secara langsung.

Artinya, masih ada kemungkinan permintaan sawit yang tinggi untuk beberapa tahun ke depan.

Tiongkok sebagai salah satu tujuan ekspor Indonesia, menurut Alvin Tai, mengalami penurunan demand yang diakibatkan oleh penurunan populasi penduduk usia produktif.

Baca juga: Kelapa Sawit dan Undang-Undang Kehutanan

Ia memprediksi pasar Tiongkok akan mengalami penurunan kebutuhan sawit dalam dua tahun ke depan.

“Terbuka peluang yang cukup baik bagi Indonesia untuk menjual sawit kepada kami, sebelum terdapat penurunan permintaan yang akan terjadi akibat penurunannya populasi di Tiongkok,” ujar Alvin Tai, Soft Commodity Analyst Bloomberg.

Sementara itu, permintaan terhadap bioenergy semakin meningkatkan kebutuhan dunia akan kelapa sawit.

Market Analyst and Agriculture Research Refinitiv, Orlando Rodriguez, menyatakan permintaan terhadap minyak nabati secara global diprediksi akan meningkat karena percepatan berbagai program yang mendukung energi yang berkelanjutan.

Baca juga: Konflik Agraria dan Implikasi Hukum di Indonesia Jadi Tema Workshop Wartawan Sulteng

“Produksi biofuel di Amerika Serikat, diprediksi akan ada peningkatan karena produksi Etanol, Biodiesel dan juga renewable diesel.

“Pada tahun 2022, produksi ethanol mencapai lebih dari 14 juta galon, sementara biodiesel mencapai 17 juta galon.”

“Produksi Biofuel diprediksi akan meningkat terus hingga tahun 2025,” ujar Orlando.

Beberapa hal penting menjadi perhatian bagi pasar minyak nabati internasional adalah pertambahan suplai minyak nabati secara global, peningkatan permintaan dan perluasan pasar dari biofuel, konflik yang saat ini sedang berkembang seperti Rusia dan Ukraina juga dapat mempengaruhi stabilitas permintaan dan suplai.

Baca juga: Solusi Atasi Krisis Pangan Akibat Dampak El Nino, Hidupkan Kembali Potensi Pangan Lokal

Selain itu, kondisi ekonomi Amerika Serikat, Tiongkok, dan Eropa yang sedang tidak begitu stabil, serta juga El Nino juga harus menjadi perhatian karena akan berdampak pada suplai minyak kelapa sawit dan minyak nabati lainnya secara global ditengah kebutuhan yang sudah dipastikan akan meningkat di seluruh dunia. (*)