Koalisi Keadilan Iklim Ajukan Mitigasi Perubahan Iklim pada Presiden Jokowi

Kesenjangan Keadilan Iklim

Koalisi Keadilan Iklim melihat situasi saat ini semakin membuka kesenjangan keadilan iklim di Indonesia.

Tidak ada kemerdekaan tanpa sebuah keadilan, untuk itu, Koalisi Keadilan Iklim mendesak agar Pemerintah Indonesia untuk melakukan beberapa hal dalam mitigasi perubahan iklim.

Pertama, merancang dan menerapkan agenda perubahan iklim sebagai agenda pembangunan nasional dengan parameter dan indikator transisi berkeadilan, adaptasi efektif, serta integritas lingkungan dan sosial.

Pemerintahan selanjutnya perlu memiliki dasar untuk memperbaiki strategi pembangunan agar sejalan dengan prinsip-prinsip dan perwujudan keadilan iklim.

Kedua, secara serius menerapkan transisi energi yang berkeadilan iklim (just transition) dengan membuat peta jalan yang jelas terhadap pensiun dini PLTU batu bara, peralihan penggunaan minyak and gas dan akselerasi penggunaan energi terbarukan agar terjadi penurunan emisi secara riil dan memastikan tidak adanya warga maupun lingkungan yang dikorbankan dalam
upaya penurunan emisi.

Ketiga, memperluas perlindungan hutan alam, gambut, dan mangrove yang belum terlindungi kebijakan dengan memperkuat mekanisme perlindungan dan pengelolaan berbasis masyarakat.

Selain itu, penyelesaian tumpang-tindih, pengawasan, dan penegakan hukum terhadap seluruh bentang hutan alam.

Keempat, memfokuskan diri pada upaya penciptaan mobilitas yang berkelanjutan yang meletakkan transportasi publik yang aman, layak bagi semua kelompok masyarakat, dan berkelanjutan untuk menurunkan emisi dari sektor transportasi, mengurangi polusi udara, dan kemacetan yang menjadi problem utama transportasi di perkotaan.

Kelima, melakukan evaluasi dan transformasi proyek-proyek strategis nasional agar menjadi model pembangunan wilayah berketahanan dan berkeadilan iklim dengan emisi yang rendah serta meningkatkan kemampuan adaptasi, menyelesaikan konflik tanah dan sosial yang mengedepankan keselamatan dan kesejahteraan warga lokal.

Keenam, menyelesaikan berbagai persoalan tata kelola sumber daya alam dengan memberikan jaminan pada masyarakat adat dan komunitas lokal, termasuk penyelesaian hak atas tanah, pengesahan RUU Masyarakat Adat, dan kasus-kasus perizinan yang menjadi sumber korupsi.

Ketujuh, menerima usulan masyarakat sipil untuk memulai pembahasan RUU Keadilan Iklim melalui partisipasi yang mengakar dan melibatkan berbagai komponen masyarakat khususnya kelompok rentan, perempuan, disabilitas, generasi muda, masyarakat adat dan komunitas lokal, buruh, petani, nelayan dan kelompok lainnya, dan memastikan pelibatan kelompok rentan tersebut berdasarkan ekoregion yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. (*)