TROPIS.CO – JAKARTA – Permasalahan pembiaran penambangan illegal dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia, termasuk yang lagi santer diberitakan adalah penambangan nikel di Kabupaten Morowali, dan tentunya sangat mencerminkan rendahnya wibawa dan kemampuan pemerintah dalam menyelamatkan pendapatan negara dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Pakar hukum lingkungan dan sumberdaya alam dari Universitas Al Azhar Indonesia Jakarta, Dr Sadino menegaskan ini sebagai respon atas gerakan masyarakat Morowali yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Selamatkan (KRS) Morowali yang mendesak agar Presiden Joko Widodo bersikap tegas dalam menyelamatkan sumber pendapatan negara di Morowali dari mafia tambang.
“Adanya kesan pembiaran ini sebagai cermin rendahnya wibawa pemerintah di hadapan para penambang liar,”tandasnya di Jakarta, Selasa (12/7).
Gambaran seperti ini, kata pakar hukum lingkungan ini, sangat menyeluruh dihampir semua daerah tambang. Pemerintah Daerah, bahkan juga aparatur negara yang bertanggungjawab di bidang pertambangan dan aparat penegak hukum terkesan tak berdaya. Sejatinya mereka punya tanggungjawab menertibkan dan menindak para mafia tambang. Namun ironisnya ada kesan para oknum aparatur ini seperti bekerjasama dengan penambang.
Di Morowali disebutkannya, tambang ilegal ini, telah menimbulkan dampak pada kondisi lingkungan di wilayah itu. Tak usah heran bila belakangan ini, sering terjadi banjir yang kemudian merusak dan merugikan masyarakat. Sejumlah infrastruktur rusak dan pergerakan ekonomi masyarakat terhambat.
Sebagai contoh, seperti banjir besar yang terjadi di Kecamatan Bungku Pesisir, Minggu lalu, tanah longsor menutupi jalan utama yang menghubungkan Desa Buleleng dan Desa Laroenal. Padahal itu satu satunya jalan poros utama yang juga dipakai truk truk mengangkut barang tambang.
Karenanya, Pemerintah harus bersikap tegas terhadap aktivitas tambang liar yang dilakukan sejumlah perusahaan tak berijin di Morowali, termasuk juga di Wilayah Ijin Usaha Produksi Khusus – WIUPK Bahodopi Utara, eks PT INCO yang kini milik BUMN, PT Aneka Tambang seluas 1.890 hektar yang didapat dari lelang terbuka di Kementerian ESDM tahun 2018, senilai Rp 184 miliar lebih.
Kini kawasan itu ditambang ilegal oleh perusahaan lokal yang tak memiliki RKAB dari Dirjen Minerba, dan juga Persetujuan Penggunaan Kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, lantaran areal tersebut sebagian besar berupa kawasan hutan produksi.
“Penambangan liar yang dilakukan sejumlah perusahaan tak berijin di Morowali, memang harus dituntaskan, tidak bisa dibiarkan hanya dengan alasan, bahwa persoalan tambang kewenangan pusat. Bupati, sebagai pimpinan daerah dalam kewenanganya, bila tidak bisa menindak, sejatinya melaporkan persoalan pertambangan liar itu kepada Pemerintah Pusat, Menteri ESDM yang tembusan suratnya kepada Gubernur.
“Sebab apapun alasannya, pertambangan liar itu adalah illegal yang akan menimbulkan kerugian diberbagai pihak,”tandas Dr Sadino.
Pertama, karena didalam hasil tambang terdapat hak negara dalam bentuk pendapatan engara bukan pajak dan menjadi sumber pendapatan Negara, maka dapat dipastikan Negara akan kehilangan potensi pendapatan dalam nilai yang sangat besar. Pendapatan negara bukan pajak dan pendapatan lainnya, hilang begitu saja.
Begitu juga daerah, tidak bisa menikmati royalty atau distribusi pendapatan lainnya. Mungkin, dalam berbagai kasus penambangan liar atau illegal yang diuntungkan, hanyalah oknum pejabat daerah, aparat hukum, dan juga kalangan individu yang mengatasnamakan LSM.
Sementara Negara dan pemerintah tidak dapat apa- apa, kecuali menderita kerugian yang sangat besar dari kerusakan lingkungan. Dan kerusakan lingkungan ini akan terus berlanjut, tak jarang menimbulkan musibah banjir dan malapetaka lainnya, hingga menjadi musibah bagi masyarakat di daerah. “Sejatinya persoalan ini menjadi perhatian serius dari semua pihak jangan hanya melihat kepentingan sesaat,”kata Dr. Sadinio lagi.
Doktor hukum alumni Universitas Katolik Prahyangan Bandung ini, sangat memahami bahwa kondisi seperti ini, tidak mungkin akan tuntas bila hanya ditangani oleh daerah. Dan kasus seperti ini, hanya bisa diselesaikan, bila ada intervensi pemerintah pusat. “Presiden perintahkan Kapolri untuk menindak para penambang illegal ini, siapapun orang dan jabatan serta posisinya,”tegas Sadino lagi,.
Di Negara hukum, tidak dibenarkan adanya pembiaran terhadap tindakan illegal. Pembiaran akan berdampak pada kewibawaan pemerintahan. Karenanya tindakan tegas harus segera diambil pemerintah. “ Harus kita selamatkan sumber pendapatan negara dari berbagai tindakan illegal, dan potensi sumber pendapatan negara tidak sebatas hasil tambang yang dijarah, tapi juga kelestarian lingkungan yang harus terjaga,”katanya.
Sekadar mengingatkan, pada Senin (4/7), sekitar 200 masyarakat Bahodopi dan Bungku Timur melakukan aksi di kawasan perkantoran Morowali. Masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Selamatkan – KRS Morowali itu, mendesak agar persoalan tambang liar, termasuk pada kawasan Blok Bahodopi Utara dihentikan. Menindak semua pelaku dan pihak pihak yang ada di belakangnya tanpa melihat posisi dan jabatannya.
Tuntutan itu tidak sebatas disampaikan kepada Bupati Morowali Drs Taslim tapi juga ke Presiden Joko Widodo. “ Kita mendesak agar Presiden Joko Widodo memerintahkan Kapolri menindak semua penambang liar di Morowali, dan membebaskan Morowali dari mafia tambang yang menjarah asset negara,”tandas Handi, Presiden Lapangn KRS Morowali.