Masyarakat Pertahankan Blok Bahodopi Utara Dari Jarahan PT Oti Jaya.

Sejumlah masyarakat dari 3 desa; Bahomoahi, Kolono dan Ululere. Marowali sengasja menutup jalan masuk lokasi tambang nikel Blok Bahodopi Utara agar tidak ditambang sdecara illegal oleh PT Oti Jaya. Lokasi itu telah dimiliki PT Antam dari proses lelang, tahun 2018, dengan nilai konvensasi informasi data sekitar Rp 184,8 miliar. Lokasi tersebut kini jasdi jarahan lantaran Kementerian ESDM belum menerbitkan IUPK atas nama PT Antam.

TROPIS.CO, MOROWALI – Sejumlah masyarakat di sekitar kawasan tambang nikel Blok Bahodopi Utara hingga tadi malam, sekitar pukul 22.00, waktu Indonesia bagian tengah, masih bertahan untuk tidak membiarkan sejumlah aparat hukum yang diindikasikan dari Polres Morowali, membuka palang penghalang pintu masuk lokasi tambang yang dikelola PT Oti Jaya secara ilegal.

Tindakan  mayarakat yang sebagian besar berasal  dari Desa Bahomoahi, Kolono dan  Ululere – yang juga diikuti  masing masing kepala desa, lebih dikarenakan kepedulian terhadap penyelamatan asset negara yang juga merupakan asset masyarakat dari penjarahan perusahaan yang tak berkontribusi nyata kepada negara, termasuk daerah  dan juga masyarakat, lantaran dikelola ilegal.

Masyarakat sama sama bertahan di pintu masuk Blok Bahodopi Utara agar palang dipasang masyarakat tidak dibuka oleh aparat atas perintah PT Oti jaya karena diindikasikan ilegal.

Sehingga menjadi suatu yang sangat ironis, kegiatan illegal  tapi dilindungi oleh aparat hukum – yang sejatinya, mereka menindak perusahaan  tersebut, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Terlebih lagi ada sebagian  wilayah ijin  usaha tambang khusus – WIUPK Blok Bahodopi Utara itu,  termasuk kawasan  hutan. “Ini yang kedua kalinya, ada aparat hukum yang mungkin atas perintah perusahaan membongkar palang yang dipasang masyarakat, dan kali ini akan kami pertahankan sampai kapanpun,”kata seorang warga yang mengaku  dari Desa  Kolono.

Penjarahan asset negara berupa  tambang nikel illegal  memang sangat marak di hampir semua wilayah di Morowali.  Ironisnya pemerintah daerah dan aparat hukum, seakan membiarkan, tidak memberikan tindakan. Sehingga bukan suatu yang berlebihan bila beberapa waktu lalu mereka mendatangi kantor Bupati Morowali, lalu kemudian mendesak Bupati untuk segera  menertibkan  tambang tambang ilegal tersebut, termasuk  Blok  Bahodopi Utara, bekas konsesi tambang PT  INCO atau PT Vale, yang habis masa konsesi dan kini  telah diserahkan kepada negara.

“Oleh Negara, dalam hal ini Kementerian ESDM, Blok Bahodopi Utara, sudah dilelang dan  dimenangkan  BUMN, yakni PT ANTAM, kalau tidak salah  nilai konvensasi informasi datanya, sekitar Rp 184,8 miliar untuk areal seluas  1.896 hektar,” kata Firdaus, anggota kelompok masyarakat yang sempat  menjadi calon Bupati Marowali Priode 2019 – 2024 dari jalur independent.

Hanya memang oleh Kementerian ESDM, walau proses lelang ini sudah berlangsung sejak  September 2018, namun ijin usaha  pertambangan khususnya – IUPK hingga saat ini belum diterbitkan.  Firdaus tidak tahu pasti apa alasannya dari Kementerian ESDM, kabar sepintas yang didapatya, bahwa  Kementerian ESDM belum menerbitkan IUPK atas nama PT Aneka Tambang, lantaran adanya  gugatan dari PT Oti Jaya, karena merasa punya ijin yang diterbitkan oleh bupati priode sebelumnya.

Keterangan yang dihimpun dari Kementerian  ESDM memang menyebutkan, belum diterbitkanya IUPK atas PT Antam, walau sudah dinyatakan sebagai pemenang,  lantaran  lokasi atau Blok Bahodopi Utara, belum clear and cland.  Ada gugatan dari  pihak PT Oti terhadap kepemilikan lokasi tersebut.  Dan kini prosesnya hukumnya tengah berlangsung di Mahkamah Agung, lantaran adanya permintaan Peninjauan Kembali – PK oleh  Kementerian  ESDM.

Dijelaskan, bahwa sebelumnya Bupati Morowali sempat menerbitkan  ijin lokasi  untuk PT Oti Jaya. Namun, selang beberapa waktu kemudian,  bupati membatalkan kebijakan itu, setelah mengetahui, saat penerbitan ijin,  areal tersebut masih sah milik PT Vale. Artinya,  ijin itu diterbitkan  di lokasi yang masih sah milik  perusahaan lainnya.  “Kalau tidak salah Bupati menerbitkan ijin atas PT Oti itu sekitar tahun 2014, sementara masa konsesi PT Vale  tahun 2018 – yang kemudian setelah habuis masa konsesinya diserahkan kembali kepada negera,”katanya.

Nah oleh negara, yakni Pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM agar kawasan Blok WIUPK Bahodopi itu  tidak terlantar dan menjadi penggerak ekonomi wilayah, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan ditawarkan kepada pihak investor lain, dalam skema lelang terbuka.  “Kala itu ada 2 lokasi tambang,  Blok Bahodopi Utara di Marowali, Sulawesi  Tengah, seluas  1.896 hektar  dan di Wilayah Kerja Matarape di Sulawesi Tenggara  seluas 1.681 hektare, dengan nilai konvensasi informasi  dara masing Rp 184,8 miliar dan Rp 184,05 miliar,”ungkapnya.

Lalu kemudian,  lelang terbuka ini dimenangkan  PT Aneka Tambang, dan oleh Kementerian ESDM dikuatkan dengan  Surat Keputusan Menteri  Pertambangan No: 1805. K/2018.  Dan PT Antam sendiri, telah memenuhi semua kewajiban yang ditetapkan Kementerian  ESDM.

Bukan hanya  Antam yang berharap agar persolan ini  cepat dituntaskan, tapi masyarakat Marowalipun,  kata Firdaus, pun berharap demikian. Sebab kalau persoalan ini berlarut larut, tidak hanya pihak investor yang dirugikan tapi juga negara, karena tidak menikmati Pendapatan Negara Bukan Pajak – PNBP, dan pajak serta berbagai sumber pendapatan lainnya, di sisi lain, potensi nikel yang ada di dalam blok Bahodopi sudah tergarap habis.

” Memang harapan kami, hanya Kapolri yang mampu menghentikan aktivitas tambang ilegal di Blok Bahodopi Utara ini, sungguh kami sangat pesimis kalau berharap pada aparat hukum di daerah,”tandasnya.