Joko : Produksi Mesti Tetap Tinggi dan Lakukan Efisiensi

Joko Supriyono, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, berterima kasih pada pemerintah yang buka kembali keran ekspor minyak goreng. Foto: TROPIS.CO/Jos
Joko Supriyono, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, berterima kasih pada pemerintah yang buka kembali keran ekspor minyak goreng. Foto: TROPIS.CO/Jos

TROPIS.CO, NUSA DUA – Di tengah kondisi harga minyak sawit dunia yang tak menentu, para pengusaha industri kelapa sawit di Tanah Air tak boleh lalai untuk mengerjakan pekerjaan rumah sendiri, yakni menjaga produktivitas tetap tinggi atau optimal dan lakukan efisiensi agar biaya produksi bisa hemat.

Hal itu disampaikan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono di Nusa Dua, Bali, belum lama ini.

“Pekerjaan rumah itu apa, ya kita harus berusaha semaksimal mungkin meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi.”

“Hal itu mutlak karena dengan begitu kita bisa menekan biaya produksi. Pasalnya, industri kelapa sawit adalah price taker industry.”

“Artinya, pengusaha industri sawit tak bisa menentukan harga produk mereka di pasar dunia.,” ujar Joko.

Oleh sebab itu, menurut Joko, pengusaha yang mampu menyintas (survive) di industri kelapa sawit adalah mereka yang produktif dan paling efisien.

“Berapapun kondisi harga di pasar global, kita tak atur. Kita tak bisa kontrol. Yang bisa kita kontrol atau atur adalah biaya produksi kita (production cost) masing-masing.”

“Makin baik dan efisien production cost kita maka dalam situasi yang paling jelek pun, kita mampu menyintas,” tegasnya.

Ia pun mengingatkan, jangan sampai pengusaha industri sawit terlena karena pernah menikmati margin harga yang bagus sehingga tidak siap menghadapi harga minyak sawit  global yang turun saat ini.

Lantas dia memberi contoh, kalau kini harga CPO di kisaran US$500 maka bisa jadi ongkos produksi yang dikeluarkan juga di angka yang sama.

“Lantas kita bisa dapat apa? Oleh sebab itu, kita mesti lakukan efisiensi agar biaya produksi bisa ditekan, ” cetus Joko.

Tak hanya pengusaha, Joko pun mengingatkan para petani kelapa sawit agar melakukan hal yang sama, yakni produktivitas mereka tetap tinggi atau terjaga dengan pengeluaran biaya produksi yang hemat.

“Misalnya, harga di pasar TBS sebesar Rp1000,00 per kilogram, maka mereka mesti melakukan efisiensi agar biaya produksi yang mereka keluarkan Rp800,00 per kilogram,” tutur Joko.

“Jadi menghadapi situasi harga pasar yang tak menentu, kita mesti tetap optimal berproduksi dan melakukan efisiensi agar kita tetap berada di level yang kompetitif.”

“Kita tak boleh menyalahkan situasi dan mesti terus memperbaiki diri, terlepas dari situasi global yang tidak pasti,” pungkas Joko. (jos)