TROPIS.CO, MOROWALI – Penjarahan aset Negara berupa hasil tambang nikel di Morowali seakan ada pembiaran.
Buktinya, Rabu (6/7/2022), begitu bebasnya dua tongkang yang diperkirakan berkapasitas 7500 hingga 10.000 ton, melakukan aktivitas pemuatan nikel, di jeti Desa Kolono, Bungku Timur.
Tanpa ada yang mengusik,kecuali ocehan sejumlah masyarakat yang menyaksikan sejumlah alat alat berat yang dengan leluasanya, memuat nikel ke tongkang.
Mereka menyebut berbagai aktivitas iitu illegal, karena jeti Kolono, Bungku Timur, tak memiliki izin.
Lalu nikel yang dimuat dalam tongkang berasal dari kawasan hutan produksi yang perusahaan tambangnya, tak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Perusahaannya, PT Ote, belum mengantongi persetujuan Rencana Kerja Anggaran Belanja (RKAB) dari Direktorat Jenderal Minerba, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Aktivitas ini rutin dalam beberapa tahun terakhir, tapi ironisnya, tak seorangpun yang berani mengusik.
Padahal di dekat itu, ada aparatur pemerintah yang disebut sahbandar. Namun terkesan, aparatur itu seperti tak mau tahu, walau sangat diyakini aktivitas di jeti itu ilegal.

“Kami sangat meyakini jeti itu tak berijin, lalu nikelnya dari WIUPK Blok Bahodopi Utara,” tandas Handi, tokoh pemuda Morowali yang juga mengaku sangat terusik dengan berbagai aktivitas penjarahan aset negara di Morowali ini, terutam di Bahodopi, Bungku Timur, Bungku Barat.
“Kami sudah berulangkali menyampaikan adanya penjarahan aset negara ini kepada aparatur pemerintah daerah setempat,” tambahnya.
Terakhir, Senin (4/7/2022), saat sekitar 200 masyarakat Bahodopi dan Bungku Timur yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Selamatkan Morowali melakukan aksi penyampaian aspirasi di halaman kantor Bupati Morowali, di kantornya di kawasan pemda Fonuasingko, Bungku Tengah.
“Kami sampaikan langsung kepada Bapak Bupati Morowali Drs. Taslim berbagai tindakan penjarahan hasil tambang nikel ini,” tutur Handi yang saat itu hadir sebagai “jenderal lapangan” KRS Morowali.
Hanya sayangnya, Bupati Drs Taslim, kata Handi, mengatakan persoalan tambang telah menjadi kewenangan Provinsi Sulawesi Tengah dan Pemerintah Pusat, dalam kaitan ini, Kementerian ESDM. Kendati demikian, Bupati Drs Taslim, disebut Handi, sempat menyampaikan, sebaiknya Unit Pelaksana Teknis Daerah – UPTD ESDM yang ada di Morowali untuk turun lapangan, dan langsung melakukan tindakan tegas, terhadap siapapun yang didapati melakukan illegal maining, di lokasi yang diindikasikan sebagai pusat penjarahan asset Negara.
“Kami memang mendesak agar Bupati Morowali bersikap tegas, menindak terhadap siapapun mereka, tanpa harus memandang posisi dan jabatannya,” ungkap Handi.
Dia menyakini bahwa kalau persoalan tambang ilegal ini hanya ditangani oleh aparatur di daerah tidak akan pernah tuntas.
“Hanya Presiden Joko Widodo yang mampu memberantas mafia tambang di Morowali ini dengan memerintahkan kepada Kapolri dan KPK untuk menyidik oknum oknum yang diindikasikan terlibat dan pihak pihak yang menbacking aktivitas tambang liar ini,” pungkas Handi.