Ones Patiung, PEN Mangrove Menumbuhkan Kemandirian Masyarakat Pesisir

One Patiung saat berkunjung ke lokasi PEN Mangrove Desa Terong, Kecamatan Sijuk, Belitung.

TROPIS.CO, JAKARTA – Dari sekitar 22761 hektar penanaman mangrove program PEN Mangrove’21 wilayah Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, diyakini hingga akhir tahun ini, bisa tertanam 100 persen.

Pada saat ini dari areal seluas itu,menurut Ketua Kelompok Kerja, Pokja PEN Mangrove ’21,wilayah Sumatera, Jawa, Bali, NTB dan NTT, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, BRGM, Dr Ones Patiung, sudah tertanam hampir 90%.

Karenanya, Ones sangat meyakini, hingga akhir tahun, bisa tertanam100%. Sehingga diharapkan tim lapangan sudah bisa mempersiapkan kembali untuk program PEN Mangrove “22 yang bila merujuk pada perkiraan teknis seluas 50 ribu hektar.

Pada PEN Mangrove tahun ini, khusus untuk wilayah Sumatera,Jawa, Bali NTB dan NTT, telah dilaksanakan oleh 655 melompok masyarakat. Dan telah memberikan kesempatan kerja masyarakat terdampak pandemi Covid”19, sebanyak 22.871 orang dengan 1,6 juta Hari Orang Kerja.

Ones Patiung menjelaskan itu saat bersama TROPIS melakukan kunjungan lapangan ke sejumlah lokasi PEN Mangrove’ 21 di Kabupaten Belitung, Kamis hingga Sabtu. Dan dari berbagai kunjungan ke sejumlah wilayah PEN Mangrove di Sumatera,  Jawa, Bali, NTB dan NTT,  mulai tumbuh benih benih kemandirian masyarakat pesisir dalam pengelolaan  kawasan mangrove.  ” Sungguh ini suatu yang sangat membanggakan dalam upaya kita  mengembangkan mangrove secara berkesinambungan,”ujarnya.

Selain meninjau  PEN Mangrove di Juru Seberang, Ones juga melihat kondisi tanaman di Sungai Samak. Ones sempat mendengar bahwa penanaman di Sungai Samak ada masalah bahwa penanaman tidak sesuai petunjuk tehnis.

” Yang saya dengar, mereka bukan menanam bibit hasil semaian yang berdaun 6, melainkan menanam propagul,”ungkap Ones, tapi lanjutnya, sudah diperintahkan untuk diganti dengan bibit baru yang layak tanam.

Tidak hanya itu, Ones Patiung dalam kunjungan ke Belitung itu, sempat bertatap muka dan memberikan arahan kepada masing masing ketua kelompok, dan pendamping lapangan, berkaitan dengan administrasi pembayaran hari orang kerja yang dinilainya sangat lamban, hingga menyebabkan banyak dana HOk yang belum dicairkan. Tatap muka ini juga dihadiri  Kepala Balai PDAS RH Batu Rusa – Cerucuk,  Tekstianto dan dari Inspektorat Jenderal- Irjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Lantaran dilakukan dengan pendekatan proyek, disalah satu PEN Mangrove di Beltim terancam gagal.

Padahal batas waktu pencairan kian mendekat, sehingga dikhawatirkan tidak bisa dicairkan. Dan ini akan sangat berdampak dalam pelaporan keuangan, sehingga seolah masih ada sisa anggaran. Padahal masih banyak HOK yang belum dibayar.

Sejatinya korlap dan pendamping di tingkat desa, meminta laporan hasil kerja secara rutin setiap minggu. Sehingga permohonan pembayaran HOK itu bisa berjalan sesusai dengan skenario. Tidak menumpuk hingga tertunda satu hingga 2 bulan.

” Jadi kepada masing masing ketua Pokja untuk segera menyampaikan penagihan kepada koordinator tingkat desa yang kemudian disampaikan kepada korlap kabupaten untuk disampaikan kepada PPK,” ujar Ones.

Berkaitan dengan dampak positif dari program PEN Mangrove ini,diakui Ones, bahwa misi Presiden Joko Widodo,bahwa kehadiran PEN Mangrove ini, harus mampu menggerakan ekonomi desa dan meningkatkan daya beli masyarakat pesisir yang terdampak langsung pandemi covid 19.

” Dari beberapa daerah yang sudah kami kunjungi, PEN Mangrove sangat positif menggangkat ekonomi desa yang terdampak karena covif’19.”

Hanya memang dalam pelaksanaan lapangan perlu ditingkatkan koordinasi antar setiap lembaga pelaksana. Sehingga semua institusi atau lembaga yang terkait dengan pengelolaan dan pengembangan mangrove di wilayahnya masing masing, memiliki tanggungjawab yang sama akan keberhasilan program PEN Mangrove.

Pengamatan Tropis, apa yang dikatakan Ones Patiung terkait koordinasi di tingkat daerah, seperti tak pernah terjadi. Terutama dari tingkat provinsi ke kabupaten. Provinsi hanya memberikan mandat pada Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), sebagai institusi di bawah gubernur yang ada di tingkat kabupaten. Namun  pihak  KPH  seperti tidak pernah berkoordinasi dengan bupati, walau wilayah penanaman itu berupa kawasan hutan yang memang menjadi tanggungjawab KPH.

Bupati sebagai kepala daerah, seakan tidak pernah tahu bahwa ada program PEN Mangrove di wilayah administrasi pemerintahan. Lantaran ketidak- tahuan itu, institusi di bawah bupati, sebut saja dinas lingkungan Hidup,  terkadang tak mau ambil tahu terhadap pelaksanaan program PEN Mangrove yang merupakan program nasional dalam mengangkat kembali ekonomi masyarakat pesisir yang terdampak covif’19, sekaligus memperbaiki ekosistem mangrove yang kritis dan terdegradasi.

Selain itu, pola penanaman tidak dilakukan secara zone yang sesuai dengan bibit yang ditanam.  Umumnya yang ditanam Rhizophora sp  yang sumber bibitnya bukan berasal dari lingkungan sekitar, melainkan  didatangkan dari luar  yang  belum tentu  cocok dengan lingkungannya. Mungkin  tumbuh,   tapi tingkat keberhasilannya sangat rendah.

Sejatinya, menurut Ones,  untuk meningkatkan keberhasilan rehabilitasi mangrove, perlu memperhatikan pemilihan jenis mangrove yang sesuai dengan zonenya.  Sebut saja, untuk jenis mangrove yang berhadapan langsung dengan laut lepas, yang ditanam jenis  Avicenia, baru kemudian, Soneratia dan Rhizophora.

Dikatakannya, tidak semua jenis mangrove bisa tumbuh di pasar, pasir berlumpur,  lumpur berpasir atau di lumpur.  “Karena itu, nanti kita akan terapkan sistem zone, mengutamakan bibit setempat, sehingga pembibitan hendaknya dilakukan pada  lokasi tanam.”

Demi keberlangsungan tanaman,  kondisi masyarakat setempatpun hendaknya menjadi pertimbangan  dalam menentukan  lokasi penanaman.  Tidak mengganggu aktivitas nelayan, perlu kesepakatan pelaksana dengan nelayan.  Kapan pasang surutnya, dan ketinggian gelombang.

Terhadap misi jangka pendek,  memang program PEN Mangrove  telah mampu  menggerakan ekonomi masyarakat di era pandemi. Dengan adanya penghasilan mereka yang terlibat dalam PEN Mangrove, ekonomi  lokal  bergairah, daya beli masyarakat menguat.

Program PEN mangrove yang dikembangakn Kelompok Tani Hutan Dudat di Belitung, mulai bertumbuh

Keterlibatan mereka, dimulai dari penyiapan bibit propagul, ajir sebagai kayu penyangga,  hingga penanaman. Hanya memang dalam pelaksanaan penanaman,ada sebagian daerah harus berkejaran dengan pasang surutnya air laut. Sehingga kegiatannya dirasakan tidak optimal, hingga terkadang harus melakukan penanaman di malam hari dengan berbagai resikonya.

Suatu hal yang menurut Ones Patiung, dan sangat perlu ditingkatan, bahwa program PEN Mangrove ini, bukan suatu proyek yang sasarannya sebatas melaksanakan program. PEN Mangrove ini memiliki nilai nilai hakiki yang sangat dalam. Bahwa setiap pihak yang terlibat, terutama di tingkat kelompok masyarakat pelaksanaan di lapangan, itu harus tumbuh rasa memiliki dan memahami misi dasar program ini, sebagai program keberlanjutan yang tujuannya tak sebatas merehabilitasi lahan mangrove yang kritis. Melainkan ada misi lainnya bernuansa ekonomi yang diyakini mampu mewujudkan masyarakat pesisir lebih sejahtera.

Sebab di balik ekosistem mangrove itu, bakal tumbuh banyak potensi ekonomi yang mampu menopang kehidupan masyarakat. Tak sebatas membaiknya habitat mangrove hingga bertambah banyaknya udang, kepiting, ikan di sekitarnya, namun juga bila tanaman mangrove sudah tumbuh dan berkembang, bisa dikembangkan menjadi kawasan wisata.

Karenanya, Ones sangat mengharapkan, ke depan, masyarakat yang terlibat dalam program  PEN  Mangrove ini , mereka yang memang terseleksi. ” Jangan kita paksakan orang yang tak biasa turun ke pantai harus terlibat dalam kegiatan ini,”kata Ones.