Uni Emirat Arab Lirik Babel untuk Pengembangan Mangrove

Ones ketika berdialog dengan anggota kelompok Gadong Lestari Desa Mayang, Kelapa Kampit, Beltim.

TROPIS.CO, BELITUNG – Uni Emerat Arab melirik Bangka Belitung sebagai daerah pengembangan mangrove. Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Wilayah Sumatera Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, DR Ones Patiung mengatakan Uni Emerat Arab berencana mengembangkan tanaman mangrove seluas 10 ribu hektar pada kawasan pantai berkarang.

“Mereka melirik Bangka Belitung dan Kalimantan Timur sebagai lokasi pengembangannya,”kata Ones Patiung kepada Tropis.Co saat meninjau lokasi Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Mangrove di kabupaten Belitung, akhir pekan lalu.

Dia menjelaskan, bahwa program rehabilitasi mangrove yang bakal dikembangkan Uni Emerat Arab ini, adalah bagian dari komitmen mereka terhadap pengendalian perubahan iklim. Dan mereka berharap melalui rehabilitasi mangrove ini, mampu berkontribusi nyata dalam menurunkan pemanasan global.

“Keinginan Uni Emerat Arab ini kini masih tahap finalisasi di Menko Maritim dan Investasi,”tambah Ones Patiung.

Saat meninjau lokasi PEN Mangrove yang dilaksanakan sejumlah Kelompok Tani Hutan (KTH), Kelompok Sosial Masyarakat (KSM) serta Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS), dan kelompok Sadar Wisata( Pok Darwis) di Kabupaten Belitung dan Belitung Timur, Ones Patiung menilai program PEN Mangrove di Belitung, relatif lebih baik walau memang kurang optimal, lantaran anggota kelompok yang terlibat dalam pelaksanaan di lapangan tidak bisa optimal.

Mengapa tidak optimal, lanjut Ones, pertama kebanyakan anggota kelompok memiliki kegiatan lain. Sebut saja misalnya kalangan nelayan. Mereka tetap melaksanakan pekerjaan rutinnya, melaut. Sehingga mereka baru melakukan penanaman, saat tiba dari melaut. Berikutnya, soal pasang surut dan anggin laut.

Pada saat ini, sebagian besar wilayah pantai Belitung, mengalami hembusan angin Selatan yang menyebabkan air pasang sejak pagi hari, dan surut kembali menjelang malam. Dengan demikian, masa kerja mereka untuk menanam sangat sempit sekali, terkadang tak lebih dari 3 jam perhari.

Permasalahan lain yang dinilai Ones, hingga menyebabkan kegiatan lapangan belum optimal, bahwa seperti yang pernah dikatakan Dirjen PDAS RH, Helmi Basalama, soal masih lemahnya kelembagaan di tingkat tapak. Kondisi ini telah menyebabkan pelaksanaan di lapangan cenderung hanya dilakoni sebagian kecil pengurus kelompok.

“Karenanya, saya sangat sependapat bahwa agar optimalnya pelaksanaan program pemerintah pada tingkat tapak ini, kelembagaannya harus diperkuat dengan memilih sosok individu yang berintegritas dan bisa berperan menjadi penggerak, serta memiliki kemampuan dalam berinovasi,”ujar Ones Patiung lagi.

Ada kesan lain yang “ditangkap” dari dialog Ones dengan sejumlah ketua dan pengurus kelompok. Sebagian besar kelompok beranggapan bahwa kegiatan PEN Mangrove ini, hanya sebatas program pemerintah. Dengan anggapan itu, pola pengerjaan tak beda seperti proyek asal selesai. Sedikit yang memahami bahwa penanaman mangrove adalah salah satu upaya penyelamatan lingkungan di kawasan pesisir yang bakal memberikan nilai tambah besar bagi kehidupan keseharian masyarakat di sekitarnya.

Tanaman mangrove tak sebatas berfungsdi sebagai penahan gelombang agar pantai terhindar abrasi. Namun menurut Ones, tumbuh dan berkembangnya mangrove di kawasan berpantai, mampu meningkatkan populasi habitat laut yang ada di dalamnya. Sebut saja, udang, kepiting, ikan dan berbagai jenis satwa laut lainnya. Dan ini terbukti, apa yang dikatakan Herman dan Eggi Saputra dari KSM Suak Parak, Aik Saga, Tanjung Pandan, dan KUPS Kematang, Desa Terong, Sijuk.

“Herman menyebut bahwa masyarakat nelayan yang biasa mencari udang dengan sistem sungkor, setiap malam bisa mendapatkan udang hingga di atas 1 kg, setelah adanya tanaman mangrove,”ujar Ones. Padahal, lanjutnya, seperti yang disampaikan Herman dan Eggi, sebelumnya mungkin tak lebih dari 3 hingga 4 ons. Dan bukan hanya itu, pada awalnya sebagian besar nelayan sungkor, menolak pelaksanaan PEN Mangrove di lokasi tangkapan mereka.

Namun belakangan, mereka menerima setelah merasakan adanya dampak positif dari pengembangan tanaman mangrove ini, bahkan mereka, pada saat menyungkor menemukan ada ajir (kayu penyangga pohon mangrove), rebah lalu hanyut dibawa ombak, merekapun langsung mengambil dan menancapkan kembali di dekat pohon manggrove. Begitu juga, bila menemukan propagul (buah mangrove), langsung mereka tanam. Tapi sayang baru sebagian kecil masyarakat di sekitar lokasi PEN memahami fungsi hutan mangrove mampu mempercepat peningkataN pendapatan.

Karenanya saat berdialog dengan sejumlah anggota KUPS Kematang, Ones mengajak anggota kelompok untuk berinovasi mengoptimalkan memanfaatkan lokasi PEN Mangrove di pantai Terong itu. Terlebih Desa Terong, adalah salah satu desa wisata di Kabupaten Belitung. Sehingga kawasan PEN ini sangat berpeluang dikembangkan menjadi distinasi wisata.

“Kita ajak kalangan wisatawan itu menangkap udang atau kepiting seperti yang dilakukan masyarakat, menggunakan sungkor, dan sungkornya bisa mereka sewa dari kelompok,”tutur Ones.

Begitupun dalam menata lokasi tanaman mangrove, bisa dilakukan dengan model labirin. Tidak harus panjang lebar yang penting dalam satu hektarnya itu, dalam kisaran 3000 hingga 3300 batang bibit mangrobe, atau sekitar 5000 bibit kalo pola tanamnya rumpung berjarak.

” Jadi pola penanamannya pun bisa divariasikan sesuai dengan peruntukan kawasan tersebut, apakah untuk pariwisata atau habitatnya udang dan kepiting,”ujarnya lagi.

Nah, dalam kaitan seperti inilah, bahwa pentingnya penguatan kelompok. Mereka bisa merancang fungsi dan manfaat ganda dari program rehabilitasi mangrove melalui PEN Mangrove ini. Mencari solusi bersama bila dalam pelaksanaannya ditemui masalah.

Dengan demikian, program PEN Mangrove mampu memberikan nilai tambah besar bagi percepatan ekonomi masyarakat pesisir secara berkesinambungan.