Pasca Covid-19, Ekspor Hasil Hutan Ke Tiongkok Menguat

Ekspor ke Tiongkok Naik

Sampai dengan Mei 2020, kinerja ekspor kayu olahan Indonesia turun 8,3 persen dan diikuti dengan penurunan kinerja produksi kayu bulat alam sebagai pemasok bahan baku industri sebesar 21 persen.

“FKMPI mengusulkan beberapa langkah untuk penanganan dampak pasca Covid-10, yakni kebijakan perluasan penampang ekspor produk kayu olahan untuk wood working, penerapan kebijakan Multi Usaha Kehutanan, penguatan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) di tingkat global, penguatan market intelligence produk kayu olahan unggulan Indonesia, pertemuan bisnis kayu olahan unggulan melalui virtual meeting, dan diikuti kunjungan misi dagang ke sentra industri pengolahan kayu serta pemanfaatan Indonesia Timber Exchange (ITX),” ujar Indroyono.

Fenomena yang terjadi pada perdagangan produk hasil hutan ke Tiongkok menjadi pelajaran menarik.

Di saat pandemi Covid-19, nilai ekspor produk hasil hutan Indonesia ke Tiongkok periode Januari-Mei 2020 sebesar US$1,143 miliar, justru meningkat walaupun tipis sebesar 1 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar US$1,129 miliar.

“Adanya niche market di pasar Tiongkok, membuat ekspor produk hasil hutan nilainya justru meningkat, khususnya pada produk-produk tertentu seperti plywood dengan kualitas tinggi naik 26 persen, produk kertas dari hutan tanaman industri (HTI) naik 50 persen, produk kerajinan naik 12 persen, chipwood naik 34 persen, dan woodworking naik 1 persen,” ungkap Indroyono.

Di samping itu, ada juga beberapa produk hasil hutan yang masuk pasar Tiongkok pada periode Januari-Mei 2020 mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu, seperti produk pulp turun 5 persen, veneer turun 40 persen, furnitur kayu turun 42 persen dan bangunan prefabrikasi juga mengalami penurunan 100 persen karena tidak ada realisasi.