Strategi 5 Pilar Mengenjot Investasi Kehutanan.

Kementrian Lingkungan Hidup dan kehutanan,  merancang strategi 5 pilar dalam meningkatkan investasi. dan APHI pun bersemangat bekerjasama dengan Tiongkok dalam berinvestasi biomassa.

TROPIS.CO, JAKARTA – Pemerintah tampaknya, tak bertepuk sebelah tangan dalam program pemanfaatan berbagai sumberdaya alam berbasis multiusaha. Berbagai umpan yang dirancang dalam Undang Undang Cipta Kerja, 11/2020, kini mulai direspon positif sejumlah investor.

Setidaknya kini sudah ada 14 investor yang sudah menyampaikan proposal untuk menerapkan pola multiusaha dalam bisnis kehutanannya. Dan mereka itu, 9 diantaranya, mengajukan proposal untuk mendapatkan Perijinan Berusaha Pemanfaatan Hutan atau PBPH tanaman. Lainnya, proposal hutan alam.

” Memang bagi mereka yang selama ini sudah berbisnis di bidang kehutanan, apakah itu hutan tanaman, atau hutan alam, penerapan pola multiusaha dalam strategi bisnisnya, bukanlah berupa penugasan, namun sebagai kewajiban,” kata Agus Justianto, saat bicara pada pembukaan rapat Asosiasi Perusahaan Hutan Indonesia, APHI, di Jakarta, Jumat (11/2).

Kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam UUCK yang kemudian dijabarkan dalam PP.24/2021, dan lebih didetilkan lagi pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, No. 7/2021, dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumberdaya alam. Sekaligus juga memperkuat daya saing dunia usaha dalam merebut pasar.

” Dengan kemudahan satu ijin berupa PBPH, dunia usaha bisa menggali berbagai potensi hutan, tidak lagi terbatas kayu, dan pelaku usaha kita dorong melakukan rekonfigurasi,” jelas Dirjen Pengusahaan Hutan Lestari itu.

Artinya, dalam satu perijinan itu, dunia usaha dapat memanfaatkan potensi hutan non kayu. Sebut saja, potensi madu alam, ekowisata, tanaman obat, bahkan juga mengembangkan pola,sylvoporestry di dalam kawasan perijinannya.

” Pengembangan potensi kehutanan
berbasis multiusaha adalah inovasi penting pengelolaan hutan dari aspek produksi, legal, sosial, dan ekologi,” ungkap Agus Justianus lgi.

Lima Pilar.
Agus Justianto menjelaskan, bahwa dalam pengelolaan hutan lestari, pemerintah melakukan pendekatan 5 pilar yang saling terkait dan saling mengisi. Dan 5 pilar itu mencakup, kepastian kawasan hutan, peningkatan produktivitas, optimalisasi lahan hutan, diversifikasi produk hasil hutan, dan peningkatan daya saing.

Lanjut Agus, kelima pilar ini, menjadi
pegangan, dan harus dapat diimplementasikan dari hulu ke hilir. Karena itu, agar semua itu bisa dapat diwujudkan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, berupaya meningkatkan pelayanan seoptimal mungkin. Salah satunya, pelayanan berbasis digital secara terintegrasi. Dan ini, mulai dari perencanaan produksi, peredaran, hingga ekspor hasil hutan.

“Proses pelayanan berbasis digital akan mempercepat proses layanan dan mengurangi potensi ekonomi biaya tinggi,”tandas Agus Justianus.

Indoroyono Soesilo merespon positif kebijakan yang ditempuh Menteri LHK, dalam upaya mempercepat pertumbuhan usaha bisnis kehutanan. Kata mantan Menteri Pariwisata ini, bahwa fasilitasi peningkatan kinerja PBPH menjadi salah satu dari 7 program strategis yang akan dijalankan APHI.

Program strategis lainnya adalah percepatan implementasi UUCK, fasilitasi pemenuhan kewajiban anggota APHI dalam pengelolaan hutan, deregulasi pajak dan pungutan, penguatan pasar produk kayu dan olahan hasil hutan, penguatan kerja sama di bidang investasi, dan fasilitasi penyelesaian tumpang tindih PBPH dengan kegiatan non kehutanan.

Menurut Indroyono untuk pemasaran hasil hutan, APHI akan mencermati kebijakan perdagangan internasional termasuk soal kebijakan Uni Eropa (European Green Deal). Salah satunya, berkaitan tentang promosi produk kayu lisensi FLEGT VPA.

Selain juga, kebijakan larangan ekspor kayu mentah dari Rusia yang bisa menjadi peluan bagi produk kayu Indonesia. Dan yang tak kalah pentingnya, kelangkaan kontainer ekspor di tanah air. “Inipun harus menjadi perhatian kita bersama,” kata Indroyono Sorsilo.

Sementara untuk.pemguatan investasi, APHI akan melakukan kerjasama dengan asosiasi kehutanan Provinsi Shandong, Tiongkok, dan juga pegembangan energi biomassa hutan.

“Dengan mencermati isu-isu ini, kalangan pengusaha bisa melakukan perencanaan bisnis ke depan dengan lebih tepat sasaran,” tambahnya.