Amnesti Lahan Mesti Diberikan Pemerintah pada Para Petani Sawit

Ketua Apkasindo Gulat E. Manurung berharap pemerintah dapat memberikan amnesti lahan kepada para petani kelapa sawit. Foto: TROPIS.CO/Jos
Ketua Apkasindo Gulat E. Manurung berharap pemerintah dapat memberikan amnesti lahan kepada para petani kelapa sawit. Foto: TROPIS.CO/Jos

TROPIS.CO, JAKARTA – Lahan dalam kawasan hutan, lahan dalam kesatuan hidrologi gambut dengan fungsi lindung, lahan dalam peta indikatif penundaan pemberian izin baru (PIPPIB), dan moratorium kelapa sawit merupakan beberapa masalah utama dalam konflik tenurial lahan perkebunan sawit.

Akibat konflik tenurial lahan yang berlarut-larut ini maka sebagian besar para petani atau pekebun sawit tidak memperoleh sertifikasi ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) akibat status legalitas lahan mereka yang masih bermasalah dan salah satu solusinya, pemerintah dapat memberikan amnesti lahan kepada para petani sawit di Tanah Air.

Hal itu disampaikan Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat E. Manurung dalam acara Webinar bertema Omnibus Law dan Terobosan Kebijakan Pertanahan di Sektor Sawit yang digelar Majalah Sawit Indonesia, Rabu (13/5/2020).

Baca juga: Bambang Hendroyono: Desain Implementasi Berbasis Tapak Mampu Jadi Solusi Permanen Mencegah Karhutla

Padahal, menurut Gulat, Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 mewajibkan setiap pekebun sawit untuk memiliki sertifikat ISPO pada tahun 2025 dan salah satu syarat sertifikasi ISPO adalah para petani mempunyai surat hak milik (SHM) atas lahan perkebunan kelapa sawit yang mereka garap.

“Tahun 2025 itu singkat dan jangan sampai ada kesan dengan aturan yang ada para petani justru seperti hendak disingkirkan dari sektor industri kelapa sawit di Tanah Air.”

“Oleh sebab itu, dalam Omnibus Law Cipta Kerja ini hendaknya bisa memangkas dan menyelaraskan berbagai aturan yang ada agar para petani dapat mengurus status legal lahan mereka dengan mudah, tidak berbeli-belit, serta tidak mengeluarkan biaya pengurusan yang tinggi,” ucapnya.

Gulat pun menyorongkan beberapa solusi guna menyelesaikan konflik tenurial yang dihadapi mayoritas petani sawit Indonesia.

“Untuk lahan di kawasan non hutan, perlu ada desk petani sawit yang diwakili oleh Apkasindo di Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan hal ini sudah ada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).”

“Apkasindo turut serta berpatisipasi dalam pemetaan dan pengukuran lahan petani, sertifikasi gratis untuk lahan pekebun sawit, serta proses balik nama kolektif,” paparnya.

Untuk lahan di kawasan hutan, dia menyarankan agar Pemerintah Indonesia memberikan amnesti lahan kepada para petani sawit.

“Pemerintah bisa memberikan amnesti pajak, maka semestinya amnesti lahan juga bisa diberikan kepada para petani sawit lewat pemutihan keterlanjuran lahan dengan inventarisasi serta kewajibannya.”

“Optimalisasi lahan TORA (Tanah Objek Reforma Agraria) dan Apkasindo diikutsertakan dalam pemetaan serta pengukuran lahan petani,” tutur Gulat.

Narasumber lainnya, Rio Christiawan, mengungkapkan, ada beberapa poin yang berpihak pada para pelaku di sektor industri kelapa sawit dalam Omnibus Law Cipta Kerja yang digagas pemerintah ini.

“Proses pelepasan kawasan hutan menjadi areal penggunaan lain (APL) untuk lahan sawit menjadi lebih sederhana dan terintegrasi dengan pengurusan sertfikat hak atas tanah.”

“Ada kepastian hukum soal tata ruang lahan sehingga diharapkan waktu pengurusan lebih cepat.”

“Dengan adanya penyederhanaan aturan untuk pengadaan tanah di kawasan ekonomi khusus (KEK) maka akan mempermudah ekspansi refinery.”

“Pemerintah dapat memberikan insentif kemudahan pembangunan refinery kepentingan sektor pengolahan kelapa sawit,” kata Dosen Hukum Lingkungan dan Pertanahan dari Universitas Prasetya Mulya tersebut.

Baca juga: Masih Ada Perusahaan Perkebunan Sawit yang Tidak Menyerahkan Dokumen Pemulihan Gambut

Sementara Wakil Menteri ATR/BPN Surya Tjandra menyambut positif kegiatan Webinar ini karena dia bisa memperoleh berbagai masukan dari para pelaku di sektor industri kelapa sawit guna menyempurnakan Omnibus Law Cipta Kerja yang digagas pemerintah tersebut.

“Ke depan bisa diadakan lagi sesi diskusi seperti ini dan narasumbernya juga dilibatkan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar kita bisa mendapatkan informasi yang lebih komprehensif dan menemukan solusi yang tepat dalam mengatasi berbagai hambatan terkait persoalan legalitas lahan perkebunan sawit,” pungkas Surya. (Jos)