Strategi Pengelolaan Karbon Biru di Indonesia

Ekosistem pesisir di Indonesia terutama mangrove, padang lamun dan kawasan rawa payau memiliki potensi cadangan karbon biru yang sangat besar, yaitu sebagai penyerap serta penyimpan karbon alami yang kapasitasnya melebihi hutan tropis daratan.Foto: Dewan Kelautan dan Perikanan
Ekosistem pesisir di Indonesia terutama mangrove, padang lamun dan kawasan rawa payau memiliki potensi cadangan karbon biru yang sangat besar, yaitu sebagai penyerap serta penyimpan karbon alami yang kapasitasnya melebihi hutan tropis daratan.Foto: Dewan Kelautan dan Perikanan

TROPIS.CO, JAKARTA – Ekosistem pesisir di Indonesia terutama mangrove, padang lamun dan kawasan rawa payau memiliki potensi cadangan karbon biru yang sangat besar, yaitu sebagai penyerap serta penyimpan karbon alami yang kapasitasnya melebihi hutan tropis daratan.

Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim Sarwono Kusumaatmadja menyampaikan bahwa Indonesia memiliki basis sumber daya alam dan potensi karbon biru yang sangat kaya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Hal ini didukung oleh fakta bahwa wilayah Indonesia meliputi lebih dari 60 persen dari total wilayah Coral Triangle dunia, yang terutama didominasi oleh bagian timur Indonesia.

Pemerintah saat ini sudah melakukan rehabilitasi mangrove sebagai salah satu program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

“Dunia sedang mengalami akselerasi perubahan iklim, dan perekonomian dunia akan menyesuaikan dengan tantangan tersebut.”

“Dengan potensi ekonomi dan ekologi yang sangat besar, kita harus mengatur mindset bahwa Indonesia merupakan negara climate super power,” ujar Sarwono dalam keterangan persnya, Jumat (9/7/2021).

Sementara Direktur Kehutanan dan Sumber Daya Air Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Nur Hygiawati Rahayu, menyampaikan bahwa dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, perubahan iklim masuk ke dalam Prioritas Nasional 6 dengan program prioritas yaitu pembangunan rendah karbon dan peningkatan ketahanan bencana dan iklim.

Proyek antar kementerian dan lembaga dalam hal ini antara lain rehabilitasi mangrove.

Secara umum, tantangan tata kelola mangrove adalah degradasi ekosistem, kurangnya data dan metodologi terstandardisasi, serta kurangnya kapasitas teknis, koordinasi, pendanaan dan pilot project.

“Strategi pengelolaan lahan basah dapat dilakukan dengan memperkuat database, kolaborasi berbagai pihak, merancang strategi dan mengintregasikan peta jalan, serta mengkonsentrasikan pemberdayaan masyarakat dan penataan ruang,” ujar Nur.

Baca juga: KLHK Hentikan Kegiatan Proyek Karbon yang Langgar Peraturan