Strategi Pengelolaan Karbon Biru di Indonesia

Karbon Biru

Lebih lanjut, Direktur Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring Pelaporan Verifikasi Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Syaiful Anwar, menyampaikan bahwa karbon biru atau coastal wetland perlu menjadi pertimbangan dalam menghitung keluaran dan serapan emisi gas rumah kaca (GRK) Indonesia.

Untuk membangun mutual trust dan confidence sebagaimana dalam mekanisme Enhanced Transparency Framework, negara-negara diminta untuk menyampaikan laporan inventarisasi emisi GRK nasional sesuai pedoman dari IPCC.

Dalam hal ini, mangrove yang diinventarisasi tidak hanya hutan mangrove saja, tapi juga mangrove di lahan yang tidak berhutan.

“Mulai tahun 2021, carbon pool mangrove akan ditambah dengan tanah mangrove, karena mangrove sebagai vegetasi pesisir mampu menyimpan karbon dalam tanah hingga 78 persen.”

“Kalau mangrove tidak di konservasi dan malah dikonversi, akibatnya mangrove dapat menjadi emitter (GRK),” ujar Syaiful.

Penasihat Senior Menteri LHK, Efransjah dalam sambutan penutupnya menyampaikan bahwa Indonesia perlu mengetahui komunitas karbon biru yang dimiliki, salah satunya dengan inventarisasi GRK.

Harapannya, vegetasi mangrove dapat menyumbang angka pengurangan karbon.

Segala strategi umum, instrumen hukum, dan pengelolaan dalam upaya menjaga kesehatan lahan basah serta pengelolaan sampah dengan demikian perlu diseksamai sedemikian rupa sebagai fokus kontribusi aksi mitgasi dan adaptasi perubahan iklim. (*)