Strategi Pengelolaan Karbon Biru di Indonesia

Menyerap 50 Persen Karbon

Lantas, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut Kementerian Kelautan dan Periakanan Andi Rusandi menyampaikan bahwa ekosistem karbon biru berpotensi menyerap 50 persen karbon yang ada di atmosfer.

Perluasan kawasan konservasi perairan dengan target 32,5 juta hektare di tahun 2030, ditargetkan setidaknya 20 juta hektare yang dikelola dengan baik sehingga ekosistem mangrove dan lamun dapat berfungsi secara optimal.

Saat ini setidaknya 92,73 persen ekosistem lamun sudah masuk ke dalam kawasan konservasi.

Penetapan kawasan konservasi sebagai legal basis yang kuat membutuhkan pengelola, sumber daya manusia, dan anggaran.

“Diperlukan pengawalan dari pusat sehingga target konservasi sama-sama dapat dicapai antara pusat dan daerah.”

“Inovasi, kolaborasi, penyadartahuan menjadi poin penting dalam usaha konservasi ini,” ujar Andi.

Di samping itu, Direktur Pengelolaan Sampah, Ditjen PSLB3, Novrizal Tahar, menyampaikan bahwa sampah merupakan salah satu ‘predator’ bagi ekosistem pesisir di Indonesia.

Timbulan sampah di lautan berasal dari kebocoran sampah dari daratan ke perairan serta aktivitas di lautan.

Saat ini, Indonesia sedang mengimplementasikan Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2018 tentang penanganan sampah laut, bahwa Indonesia akan menurunkan sampah laut sebesar 70 persen pada tahun 2025.

Rencana aksi yang dilakukan meliputi lima kelompok kerja yang terintegrasi dengan berbagai lembaga.

“Hingga tahun 2020, dapat kita pastikan terjadi penurunan sampah laut sebesar 15,30 persen sehingga ini menunjukkan adanya upaya dan masifnya gerakan untuk memastikan sumberdaya karbon biru terjaga dengan baik.”

“Potensi untuk menjadi negara super power dengan tiga hamparan mangrove, lamun, dan terumbu karang akan sia-sia jika kita tidak menangani persoalan sampah laut,” ujar Novrizal.