Percepatan Replanting
Andai dana subsidi ini dimanfaatkan untuk mempercepat peremajaan sawit rakyat, dengan lokasi anggaran perhektar hingga memasuki masa panen ( 4 tahun), Rp 70 juta, ini setidaknya 100 ribu hektar sawit rakyat, dalam masa 4 tahun ke depan, kembali produktiv, dalam kisaran produksi 5 – 6 ton/hektar. Artinya, paling tidak, ada penambahan produksi sawit nasional yang kini cenderung turun, setidaknya 600 ribu ton. Dan ini diekspor semua, bakal menambah kocek BPDPKS, sekitar US 30 juta dolar, atau Rp 4,5 triliun dengan kurs Rp 15.000/dolar.
Belum lagi dana subsidi perusahaan biodiesel lainnya. Sebut saja kelompok usaha milik Frangky Widjaya dalam kelompok Simar Mas dan SMART Tbk. Dan juga perusahaan milik Martua Sitorus melalui anak perusahaan PT Energi Unggul Persada. Soekanto Tanato, melalui anak perusahaannya Acalpin, Musim Mas milik Bahtiar.
PT Energi Unggul Persada, Perusahaan di bawah naungan Gama Group ini, telah mendapatkan alokasi biodiesel sebanyak 1,866 juta kiloliter. Nah artinya, pada tahun ini, Martua Sitorus bakal mengantongi gelontoran dana subsidi paling tidak, Rp 3,7 triliun.
Kembali, bila dana subsidi untuk replanting sawit rakyat, tentu akan memberikan faedah lebih besar dalam upaya pemerintah mensejahteraan petani sawit. Biar tahu saja, kini dari sekitar 7 juta hektar tanaman sawit rakyat, lebih dari 50% sudah dikategorikan tanaman tak produktive. Pemerintah yang dalam 7 tahun terakhir, telah mentargetkan peremajaan sawit rakyat seluas 1,28 juta hektar, ternyata hanya mampu merealisasikan tak lebih dari 326 ribu hektar.
Problem yang dihadapi, karena berbagai persyaratan yang cukup memberatkan petani, terutama terkait legalitas areal kebun. Namun permasalahan dasarnya, petani tak memiliki dana untuk mereplanting tanaman sawitnya. Sementara hibah yang dijanjikan BPDPKS Rp 30 juta/hektar, bagai pepatah, “jauh panggang dari api”, sangat tak memadai.
Sampai September tahun kemari, BPDPKS baru mengelontorkan dana PSR, sekitar Rp 8,5 triliun. Sangat tak sebanding dengan subsidi yang diberikan kepada produsen biodiesel yang dalam 7 tahun, sejak 2016, hampir mendekati Rp 200 triliun.
Suatu yang kini menjadi pertanyaan, apa alasan pemerintah seakan memberikan prioritas pada sejumlah kelompok usaha perkebunan sawit yang jaringan bisnisnya sudah menggurita. Padahal, diantara perusahaan itu, kini ada yang tersandung kasus hukum, baik terkait kebakaran lahan, kebun sawit di dalam kawasan hutan, maupun persoalan pajak dan Tipikor.