TROPIS.CO, JAKARTA – Manajemen Wilmar International Limited telah mengeluarkan kebijakan, bahwa setiap manajer kebun harus memiliki pengetahuan memadai dalam menjaga dan mengelola kawasan bernilai konservasi tinggi yang telah menjadi stock karbon.
Terhadap manajer kebun itu juga dituntut melibatkan masyarakat di sekitar dengan menerapkan standar pengelolaan terbaik. Dan ini, telah menjadi komitmen kelompok usaha yang dirintis Martua Sitorus dan Kuok Khoon Hong dalam mempertahankan areal konservasi di dalam kawasan perkebunan.
Dalam mendukung pengelolaan kawasan konservasi, manajemen Wilmar bersama Proforest telah menerbitkan dua buku panduan berkaitan dengan praktik pengelolaan terbaik bagi pekebun dalam konservasi hutan bekerjasama dengan masyarakat. Dan juga, panduan praktis pemantauan areal konservasi.
Kedua buku panduan ini saling melengkapi dan lebih difokuskan pada tata kelola kawasan konservasi di Indonesia dan Malaysia. Materinya bersumber dari pengalaman praktis Wilmar dalam menerapkan standard praktek pengelolaan terbaik di kawasan konservasi, serta melibatkan masyarakat .
“Tim Wilmar memiliki banyak pengalaman dalam mengelola dan memantau aktifitas konservasi di perkebunan mereka, termasuk mengelola berbagai situasi rumit yang dihadapi di lapangan,”kata Surin Suksuwan.
Surin adalah Direktur Proforest Asia Tenggara yang menjadi mitra dalam menyusun panduan tersebut. Proforest berkolaborasi dengan Wilmar dalam mendokumentasikan praktik-praktik terbaik ini. “Sehingga perusahaan-perusahaan lain yang memulai proses keberlanjutan dapat belajar dari pengalaman Wilmar. ” lanjut Surin Suksuwan
Perpetua Gearge, General Manager Sustainability Grup Wilmar, menegaskan bahwa telah menjadi komitmen group usaha, dalam pengelolaan usaha perkebunan berbasiskan lingkungan lestari, dan salah satu cerminan dari komitmen itu, mengharuskan manajer kebun, memiliki keterampilan tinggi dalam mengelola kawasan hutan konservasi.
Diakui Perpetua George, tidak semua perusahaan memiliki ketersediaan staf yang mampu ditugaskan untuk konservasi. Karena itu, panduan ini ditulis agar mudah difahami dan diterapkan oleh siapa saja yang bekerja di pengelolaan kawasan pertanian, kendati mereka tidak memiliki pengalaman konservasi sebelumnya.
Bersamaan dengan peluncuran panduan tersebut, Wilmar juga menyelenggarakan sesi pelatihan virtual selama dua hari dengan topik “Lokakarya Pemasok Dalam Penerapan Kebijakan NDPE Wilmar” bagi para pemasok di Indonesia. Lokakarya tersebut dihadiri 141 peserta dari 79 pabrik Pengolahan Sawit, dan 61 Grup Perusahaan.
Lokakarya tersebut diselenggarakan dalam rangka mengidentifikasi kesenjangan dan memperkuat pemahaman para pemasok dalam penerapan Kebijakan NDPE (No Deforestation, No Peat, No Exploitation) Wilmar, dengan berbagi pengalaman dalam praktek produksi minyak sawit berkelanjutan. Lokakarya ini bertujuan juga untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya permintaan pasar terhadap minyak sawit berkelanjutan, khususnya yang memenuhi persyaratan NDPE.
Sebagai grup agribisnis terkemuka, Wilmar menyadari bahwa telah memiliki peran yang penting dalam mengembangkan produk-produk berkualitas yang dibutuhkan oleh pasar global, sekaligus menjamin telah menjalankan praktek yang bertanggung jawab dan berkelanjutan dalam proses produksi. “Kami telah mengadopsi pendekatan holistic dan keberlanjutan yang sepenuhnya terintegrasi dalam model bisnis perusahaan,”tandas Perpetua Gearge.
Dipandu oleh filosofi bahwa bisnis kami harus memberikan peningkatan nilai tambah bagi para pemangku kepentingan seraya berdampak bagi lingkungan/ekologi seminimal mungkin, kami telah menjalankan praktek-praktek berbisnis yang telah selaras dengan standar sosial dan lingkungan yang dapat diterima secara universal. Kebijakan Wilmar (No Deforestation, No Peat, No Exploitation[1] (NDPE) mendasari aspirasi kami untuk senantiasa memberikan dampak positif dan mendorong transformasi di seluruh industri kelapa sawit.
.