Hapus Subsidi
Pemerintah perlu mengevaluasi pemberian subsidi atau insentif kepada produsen biodiesel ini. Atau langsung menghapus subsidi tersebut, karena dalam hitungan TROPIS, tanpa subsidipun para produsen biodiesel itu, sudah mendapat cuan yang relative besar. Kemudian, mengalihkan dana subsidi itu untuk percepatan Peremajaan Sawit Rakyat ( PSR).
Dalam hitungan TROPIS, tanpa insentifpun produsen biodiesel telah mengeruk cuan dalam kisaran Rp 9000 hingga Rp 10500/liter. Kalau tak percaya, mari kita hitung dengan merujuk harga juga biodiesel B35, di wilayah 1 saja, yakni Rp 21.250/liter.
HIP biodiesel atau FAME, Rp 10.896/liter. HIP Solar Rp 13.035/liter. Untuk menjadikan B35, komposisi campaurna 65% dolar dan 35% biodiesel. Artinya, harga pokok solar Rp 13.035 dikalikan 65%, maka akan didapat harga Rp 8.472/liter. Harga pokok Biodiesel, Rp 10.896 dikalikan 35%, didapat harga Rp 3.814/liter. Dengan demikian harga biodiesel B35, Rp 12.286,75/liter.
Nah, bila harga jual biodiesel B35 di wilayah 1 Rp 21.250/liter, berarti margin profit yang didapatkan produsen biodiesel sebesar Rp 8.964/liter. Sungguh cuan yang sangat besar, mendekati 75%, tentu akan lebih besar lagi, bila ditambah subsidi atau insentif yang diterima atas selisih HIP Biodiesel terhadap HIP solar, yakni Rp 2.139/liter.
“Sungguh cuan yang sangat luar biasa, mendekati Rp11.200/liter, sudah hampir sama dengan biaya produksi yang mereka keluarkan.”
Belum lagi cuan yang mereka dapatkan dari penjualan biodiesel. Sebab ada diantara Badan Usaha Bahan Bakar Nabati itu, merangkap sebagai pemegang INU ( Izin Niaga Umum), sebagai Badan Usaha Bahan Bakar Minyak. Sehingga mereka mendapatkan keuntungan ganda, yakni dari pendapatan penjualan biosolar, subsidi FAME, dan kemungkinan juga cuan dari impor solar, karena tak ada larangan bagi pemegang INU untuk mengimpor solar.
Sebut saja misalnya, PT Petro Andalan Nusantara, ini merupakan anak perusahaan Wilmar yang menjadi penjual produk biodiesel PT Wilmar Bioenergi Indonesia dan PT Wilmar Nabati Indonesia. Kelompok usaha bentukan Martua Sitorus – Koek Khoon Hong, sekitar 32 tahun nan silam, disebutkan mendapatkan alokasi biodiesel terbesar hampir setiap tahun.
Pada tahun ini, kelompok Wilmar mendapat alokasi biodiesel sebanyak 3,4 juta kilo liter, setidaknya dari 4 anak usahanya; PT Multi Mas Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia. Dapat ditebak dari subsidi saja, tahun ini Wilmar bakal mengantongi, paling tidak – andai HIP Solar dan HIP Biodiesel tak berbeda jauh dengan bulan Januari, yakni sekitar Rp 2.000-an. Ya paling tidak, Rp 6,8 triliun, menambah subsidi yang sudah diterima sebelumnya sekitar Rp 22,56 triliun lebih.
Data yang dihimpun TROPIS, pada priode 2016 – 2021, selain Wilmar Group para penikmat subsidi dana sawit kucuran BPDPKS, juga Musim Mas Rp 11,34 triliun. Royal Golden Eagle Rp 6,41 triliun, Sinar Mas Rp 5,53 triliun, dan Permata Hijau Rp 5,52 triliun. Ada sejumlah kelompok lainnya, namun relatif tak sebesar kelompok usaha ini.