Produksi Kelapa Sawit Indonesia Dominan Tentukan Harga Minyak Nabati Dunia

Penurunan Ekspor

Thomas memprediksi, penurunan ekspor tersebut masih akan terjadi selama dua tahun ke depan seiring dengan turunnya produksi sawit Indonesia.

“Peningkatan yield per hektar di tengah keterbatasan lahan akibat adanya kebijakan moratorium harus segera dilakukan jika Indonesia tetap ingin menjadi produsen dan eksportir kelapa sawit terbesar di dunia,” tegas Mielke.

Baca juga: Perlu Lobi Politis untuk Dorong Sawit sebagai Tanaman Hutan

Hal senada diungkapkan CEO dan Founder Transgraph, Nagaraj Meda.

Menurutnya, peningkatan konsumsi industri minyak nabati secara global didorong oleh Amerika Serikat dan Indonesia.

Kebijakan Indonesia untuk melanjutkan implementasi biodiesel B35 dan akan ditingkatkan menjadi B40 pada tahun 2024 akan meningkatkan konsumsi minyak kelapa sawit hingga 12,45 juta metrik ton.

Begitupula dengan peningkatan investasi terhadap energi terbarukan.

Baca juga: Kelapa Sawit dan Undang-Undang Kehutanan

Ini juga akan meningkatkan konsumsi minyak nabati di Amerika Serikat.

“Saya kira pemerintah Indonesia harus memikirkan kembali rencana implementasi B40 di tengah tren produksi yang menurun dan lebih fokus pada pendanaan program peremajaan kebun untuk meningkatkan produksi nasional,” kata Meda.

Direktur Godrej Internasional, Dorab Mistry, menyatakan Indonesia menjadi titik sentral dari faktor-faktor yang menentukan harga.

Produksi kelapa sawit Indonesia yang merupakan ekportir sawit terbesar dunia ditambah dengan adanya ancaman dampak El Nino sehingga reaksi Indonesia terhadap kondisi pasar menjadi sangat penting.

Baca juga: Solusi Atasi Krisis Pangan Akibat Dampak El Nino, Hidupkan Kembali Potensi Pangan Lokal

“Secara makro, harga untuk tahun depan dipengaruhi oleh perkembangan suku bunga FED, seberapa parah kemungkinan resesi tahun 2024, berakhirnya perang di Ukraina dan Gaza, dan perkembangan harga Dolar Amerika,” ujar Dorab.

Di sisi lain, menurutnya, jumlah pasokan minyak nabati di tengah el nino, serta mandatori biofuel di Indonesia dan negara lainnya seperti Brasil, serta pertimbangan para kandidat Presiden Amerika Serikat terkait subsidi yang lebih besar untuk biofuel akan sangat menentukan besarnya kebutuhan minyak nabati global. (*)