TROPIS.CO – JAKARTA, Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial atau IPHPS dan Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan ayau Kulin KK yang selama ini sudah dikembangkan Perum Perhutani dalam bermitra dengan masyarakat sekitar kawasan hutan segera ditransformasikan menjadi Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial.
Kebijakan ini dituangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 4 Tahun 2023, terkait dengan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial di wilayah kawasan hutan dengan pengelolaan khusus – KHDPK yang dilangsir Februari tahun ini.
Bentuk akses legal tersebut oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada masyarakat di sekitar kawasan hutan di Pulau Jawa, namun hanya terbatas pada skema Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Tanaman Rakyat.
“Transformasi izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial dan pengakuan dan perlindungan kemitraan Kehutanan menjadi Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial pada KHDPK tidak merubah pola Pemanfaatan Hutan sesuai dengan fungsi Kawasan Hutan,”kata Bambang Supriyanto dalam percakapan dengan TROPIS.CO belum lama ini.
Dirjen Perhutanan Sosial Kemitraan Lingkungan ini mengatakan, bahwa transformasi itu dilaksanakan oleh tim teknis yang dibentuk oleh Dirjen Perhutanan Sosial. Atas pertimbangan Tim Teknis itu, kemudian dirjen mentransformasikan IPHPS dan Kulin KK itu menjadi Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial atas nama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Program transformasi ini sebagai tindak lanjut kebijakan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menciutkan konsesi Perum Perhutani – yang sebelumnya sekitar 2,4 juta hektar, kini tinggal sekitar 1, 3 juta hektar. Dan sekitar 1,1 juta hektar diantaranya, diambil oleh pemerintah yang pengelolaannya dilakukan melalui pendekatan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus.
Secara prinsif kebijakan transportasi yang dituangkan dalam Permen No 4 Tahun 2023 ini, memang sedikit beda dengan pola IPHPS dan Kulin KK. IPHPS dan Kulin KK ini skema pengelolaan hutan dengan bekerjasama antara masyarakat di sekitar kawasan hutan dengan Perhutani. Dan ini tak terbatas pada hutan produksi tapi juga di kawasan hutan lindung.
Pada awalnya banyak masyarakat di sekitar kawasan hutan menggarap areal perhutani seacra illegal. Supaya memberikan manfaat lebih besar, hingga kemudian ada akses legal, maka Perhutani membuka peluang untuk mengajukan kerjasama, sehingga aktivitas itu menjadi legal. Namun pengajuan kerjasama bukan atas nama perorangan, melainkan melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan ( LMDH) atau kelompok tani hutan.
Kendati bekerjasamanya dengan Perhutani, tapi ijin Kulin KK diterbitkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, setelah LMDH dan Perhutani menyepakati naskah kesepakatan kerjasama. Kini, dengan wilayah KHDPK, pemegang persetujuan pengelolaan Perhutanan Sosial, berdiri sendiri mengelola potensi kawasan hutan yang ada di sekitar pemukimannya.
Hingga pertengahan 2022, realisasi Kulin KK seluas 220.566 hektare untuk 458 kelompok dan 35.008 hektare IPHPS untuk 95 kelompok tani.