Manajemen Wilmar Padi Indonesia mentargertkan perluasan areal penanaman padi tahun ini hingga 10 ribu hektar. Tingginya dukungan kelompok tani dan Pemerintah daerah, telah meningkatkan rasa optimis WPI, bahwa target seluas ini akan terealisasi.
TROPIS.CO- JAKARTA, Tak sedikitpun ada kesan pesimis dari wajah Saronto saat memaparkan program usaha yang digeluti Wilmar Padi Indonesia. Dalam kapasitas sebagai Rice Business Head, Saronto sangat meyakini apa yang sudah dilakoni WPI sejak 5 tahun nan silam, sudah pada rel yang sangat tepat. “Negara membutuhan ketersediaan pangan yang memadai dan masyarakat tani harus lebih sejahtera,”tandasnya.
Karenanya, saat ngobrol dengan sejumlah wartawan sembari berbuka puasa bersama di salah satu resto sekitar Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa( 28/3), mantan eksekutif salah satu perusahaan perkebunan PT Astra Agrolestari ini, sangat optimis misi yang dibawa WPI dalam bisnis produk pangan bisa berkembang dan berkontribusi dalam menjaga ketahanan pangan nasional.
Dengan prinsif “sekali dayung dua tiga pulau terlewati” Saronto menyebut, kemitraan dengan kelompok tani melalui Farmer Engagement Program (FEP), dapat menjadi jembatan dalam mewujudkan misi perusahaan; produksi padi meningkat, stock beras nasional terjaga, dan kesejahteraan petani membaik, perusahaan survive dan berkembang pesat.
Saranto tak mengabaikan adanya suara tak sedap yang “menyerang” keterlibatan WPI dalam berusahatani padi ini. Namun itu dianggapnya sebagai sinyal bahwa ada yang merasa terusik. Kehadiran WPI dalam dunia persawahan ini mereka anggap sebagai ancaman atas bisnis yang sudah digeluti sejak puluhan tahun. “Kita menangkap peluang, bahwa negara membutuhkan ketersediaan pangan yang sangat memadai, kesejahteraan petani harus meningkat, potensi sumberdaya alam dan SDMnya pun sangat besar,”tutur Saronto.
Lagi pula pemerintah, termasuk pemerintah daerah dan masyarakat tani sangat mendukung. Melalui Gabungan Kelompok Tani – Gapoktan, sangat antusias untuk menjadi mitra WPI. Dan sejak musim tanam II (Maret-Juni 2021) hingga saat ini, total petani yang bergabung dalam Farmer Engagement Program, ada sebanyak 7.561 orang, pada areal seluas 6.798 hektar di 17 kabupaten di Jawa dan Sumatera.
“ FEP dimulai sejak musim tanam II 2021 dengan luas lahan kemitraan 141 ha di sejumlah wilayah di Jawa Timur,”ungkapnya. Karenanya lanjut Saronto, manajemen WPI sangat berterima kasih atas kuatnya dukungan pemerintah daerah melalui Dinas Pertanian, dan Gapoktan ini.
Jadi bukan hal yang tak beralasan bagi Saronto, bila tahun ini, manajemen WPI mentargetkan luasan penanaman hingga 10 ribu hectare. Suatu peningkatan yang sangat signifikan ketimbang realisasi kemitraan tahun lalu yang baru 3.366 ha. “Tiga lokasi baru untuk FEP tahun ini Pandeglang, Lampung, dan Kuala Tanjung,”tambahnya.
Peningkatan kemitraan terjadi karena program tersebut mendapat respon positif dari petani, terutama karena adanya pendampingan dari tim agronomis perusahaan yang membantu meningkatkan produktivitas mitra. “Melalui pendampingan, produktivitas padi petani meningkat sekitar 15 persen, dan ini membuka peluang membaiknya pendapatan petani.”
Pada musim tanam I pertama tahun ini, yakni November 2022-Februari 2023, jumlah petani peserta FEP mencapai 2.302 orang dengan luas lahan 2.815 ha. Angka tersebut melonjak dibanding periode sama tahun lalu yang hanya 1.626 orang dengan luas lahan 1.113 ha.
Program tersebut dapat berjalan dengan baik juga karena dukungan dari pemerintah daerah, dinas pertanian, perusahaan agri input dan gabungan kelompok tani (Gapoktan). Dalam program itu, petani mendapatkan tiga fasilitas. Pertama berupa agri input, yaitu asuransi pertanian serta sarana dan prasarana produksi pertanian. WPI bekerjasama dengan Jasindo dan pemerintah daerah yang memberikan subsidi untuk petani. Selain itu, perusahaan juga menggandeng Asuransi Central Asia (ACA). Kedua, penerapan good agriculture practices (GAP). Ketiga, bantuan mengakses pasar yaitu perusahaan menyerap produksi beras petani dengan harga yang baik dan wajar.
Perusahaan mampu membeli gabah petani dengan harga wajar karena efisiensi produksi dan mampu memanfaatkan produk samping (by product) menjadi produk hilir yang memberikan nilai tambah. Seperti, bekatul, kulit, menir dan sekam. Sedangkan dasar pembelian gabah ditentukan oleh kualitas yang ditentukan oleh kadar air, kadar kotoran, dan butir hijau. “Intinya pembelian ditentukan oleh rendemen,” kata Saronto.
Saronto menjelaskan, dalam menjalankan bisnisnya, WPI memiliki tiga tujuan utama. Pertama, membantu meningkatkan kesejahteraan petani dengan membeli gabah dengan harga yang baik dan wajar. Kedua, membantu pemerintah dalam ketahanan pangan. Ketiga, membantu pemerintah mengendalikan inflasi akibat dampak kenaikan harga beras. “Kami berupaya mengikuti arahan pemerintah untuk ikut meningkatkan ketahanan pangan di dalam negeri,” kata dia.
Pihaknya juga menghadapi sejumlah tantangan dalam program tersebut. Diantaranya, edukasi pengetahuan dan teknologi baru yang diperkenalkan tim FEP karena adanya knowledge gap. Selain itu, tim juga harus membangun hubungan emosional yang kuat dengan petani, karena tidak jarang saat panen tiba mereka didekati oleh tengkulak dengan iming-iming harga yang lebih tinggi. (Tropis01)