Wilmar Indonesia kian melebarkan sayap bisnisnya hingga merambah padi petani dengan pembelian gabah di atas Harga Pokok Pembelian. Penggilingan padi masyarakat berteriak merasa terancam, dan Komisi IV DPR-RI- salah satunya membidangi pertanian, pun turun menemui sejumlah penggilingan padi di Serang, Banten. Setelah mendapatkan keterangan; Komisi IV pun memahami, apa yang dikembangkan Wilmar Padi Indonesia, tak perlu ada yang dikhawatirkan. Walau seusai melihat langsung proses penggilingan padi, terintegrasi dengan pengemasannya, menggunakan perangkat tercanggih, milik Wilmar Padi Indonesia di kawasan industri Cilegon, Sudin sempat berpesan; sebaiknya Wilmar focus pada beras premium, dan bermitra dengan penggilingan padi masyarakat.
TROPIS.CO, CILEGON – Selasa, 13 Desember 2022, di balik “perseteruan” Bulog dan Kementan soal stock beras, Komisi IV DPR RI langsung turun ke penggilingan padi , menggali informasi tentang kondisi perberasan nasional. Selain ke Penggilingan padi masyarakat, rombongan anggota parlemen yang dipimpin Ketua Komisi IV Sudin, juga bertandang ke lokasi penggilingan Wilmar Padi Indonesia di kawasan industri Cilegon.
Di perusahaan kelompok usaha Wilmar Indonesia ini, selain menjaring informasi terkait stock beras, juga mengkonfirmasi atas sejumlah isu yang berkembang di kalangan industri penggilingan beras masyarakat. “Ada kekhawatiran kehadiran Industri penggilingan padi Wilmar Padi Indonesia, bakal mematikan penggilingan padi masyarakat,”tandas Sudin.
Pasalnya, Wilmar membeli padi petani, Gabah Kering panen (HPP), di atas harga pokok, yakni dalam kisaran Rp 5800 hingga Rp 6100/kg. Sementara HPP yang ditetapkan pemerintah merujuk pada Permendag No 24/2020, di tingkat petani Rp 4200/kg, di tingkat penggilingan Rp 4250/kg. Lalu gabah kering giling (GKG) di penggilingan Rp 5250/kg, sementara di gudang Bulog, Rp 5.300/kg.
“Dengan gambaran ini, jelas penggilingan padi masyarakat, tidak akan mampu bersaing dengan Wilmar padi Indonesia, karenanya perlu ada solusi yang saling menguntungkan, tidak ada yang dimatikan,”kata anggota parlemen Fraksi PDI Perjuangan Daerah Pemilihan Lampung ini. “Mungkin, akan lebih baik, bila Wilmar Padi juga ikut membina penggilingan padi masyarakat dan menjadikan mereka sebagai mitra usaha,”lanjutnya.
Belakangan, sejak Wilmar Padi Indonesia beroperasi di Serang, awal tahun ini, sejumlah berita miring berkaitan dengan aktivitas Wilmar padi, beredar luas. Entah siapa yang memulainya, namun yang pasti kabar tentang ada sejumlah penggilingan padi milik masyarakat di kawasan Banten, “mati suri”, telah merebak tajam. Penggilingannya tak bisa beroperasi lantaran tak mendapatkan sumber bahan baku. Padi produksi petani diborong Wilmar dengan harga tinggi, dalam kisaran Rp 5800 hingga Rp 6100 perkilogram gabah kering panen.
Tak sebatas itu informasi yang berkembang. Komisi IV juga mendapat kabar , bahwa Wilmar padi menyetok beras dalam skala besar, yakni sekitar 1,2 juta ton. Sudin menyebut, kalau informasi ini benar, sungguh Komisi IV menilai suatu yang sangat ironis, mengingat kini merebak kabar menipisnya stock beras nasional.
Walau diakui Sudin, bahwa data yang disajikan oleh sejumlah institusi resmi pemerintahn tersebut, terkadang kurang akurat. “Yaa.. termasuk data BPS, apa saudara saudara percaya dengan data BPS, kalau saya kurang begitu percaya,”ujarnya.
Lantaran itu, agar penggilingan padi masyarakat tetap berproduksi, Sudin menyarankan, agar Wilmar padi lebih memilih komoditas pangan lainnya, seperti kedelai yang setiap tahunnya masih harus diimpor dalam skala besar. Atau lebih memilih memproduksi beras kualitas tinggi, premium. Sebab dengan harga tinggipun, untuk segmen tertentu, beras kualitas ini masih memiliki pangsa pasar yang besar.
Saronto Soebagio, Direktur Operasional Wilmar Padi Indonesia saat menerima kunjungan Komisi IV DPR-RI yang disertai Dirjen Tanaman Pangan, Dr Ir Suwandi dan Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, mengatakan, sejatinya industri penggilingan padi masyarakat tidak perlu khawatir akan kehadiran Wilmar Padi Indonesia di sejumlah sentra produksi beras nasional. Sebab misi yang dibawa Wilmar tidak semata business oriented, mengejar keuntungan sebesar besarnya hingga mengabaikan peran yang sudah dimainkan oleh kalangan industri penggilingan padi sebelumnya. Wilmar juga berkeinginan menjadi agen pembangunan yang siap bergandeng tangan dengan siapapun, termasuk juga dengan industri penggilingan padi masyarakat.
“Di Jawa Timur, sebagai wilayah awal Wilmar Padi Indonesia beroperasi, kami sudah menjalin kerjasama dengan sejumlah penggilingan, bahkan di Banten juga, kami sudah mulai melakukan pembicaraan dengan sejumlah penggilingan padi masyarakat,”ungkap Saronto.
Ditambahkan Saronto, Wilmar Padi dalam kegiatan usahanya, lebih berorientasi pada peningkatan kesejahteraan petani, sebab petanilah yang menjadi ujung tombak berkembangnya kegiatan usaha yang dirintis Wilmar dalam industri pangan. “Kini ada 5000 petani yang mengelola sawah seluas 4000 hektar yang telah menjadi mitra kerja Wilmar Padi,”kata Saronto.

Terhadap mereka, selain diberikan pelatihan dan penyuluhan teknis bertani sesuai dengan Standar Operasional – SOP, perusahaan, juga dibantu modal kerja berupa dana bergulir yang besarnya Rp 7.500.000 untuk setiap musim panen. Dan hingga saat ini, lebih dari Rp 25 miliar yang sudah disalurkan kepada masyarakat petani.
“ Tahun depan, dana bergulir ini akan terus ditingkatkan hingga mencapai Rp 65 miliar untuk areal seluas 10 ribu hektar, termasuk untuk petani di daerah pengembangan, Sumatera Selatan dan Lampung, serta Sumatera Utara,”ujar Saronto.
Saranto sangat optimis misi yang diembankan dalam membangun bisnis pangan berbasiskan petani, bakal tumbuh dan berkembang. Sehingga manajemen Wilmar padi tak merasa khawatir dana bergulir yang diberikan kepada petani, bakal tak kembali. “Kepatuhan dan disiplin petani dalam mengembalikan dana bergulir sangat tinggi, tak kurang dari 98 persen dana yang disalurkan kembali, dan dana ini pula yang kita berikan kepada petani, sebagai mitra baru Wilmar padi.”
Dan suatu yang sangat membanggakan, kata Saranto, dengan adanya peran Wilmar padi, tingkat pendapatan petani yang menjadi mitra Wilmar, setiap panen pendapatannya meningkat. Lumayan besar bagi petani, yakni tak kurang dari Rp 2 juta per musim panen, 3 bulan. Sementara saat ini, ada yang 3 kali panen, walau rata rata masih 2 kali panen dalam setahun.
“Tentu peningkatan Rp 2 juta per musim panen cukup besar bagi keluarga petani, dan inilah yang kami sampaikan, bahwa misi Wilmar Padi Indonesia,mensejahterakan petani.”
Soal Stock dan harga tinggi
Menjelaskan kondisi stok beras yang ada di gudang Wilmar Padi Indonesia Serang, Saronto Soebagio menyebut, pada saat ini tidak lebih dari 16 ribu ton, sesuai dengan kapasitas tampung yang dimiliki. Kemudian ada yang menyebut 1,2 juta ton, Saronto tidak tahu menahu dari mana sumbernya. “Namun yang pasti, stock beras di Wilmar Padi Serang, tidak lebih dari 16 ribu ton, bahkan secara keseluruhan termasuk dua gudang lain di Jawa Timur, tidak lebih 50 ribu ton,”tandasnya.
Begitupun hal dengan kehawatiran penggilingan padi masyarakat terancam dengan kehadiran Wilmar Padi, hanya lantaran berani membeli padi petani di atas HPP, sehingga menutup peluang bagi penggilingan padi masyarakat, bahkan juga Bulog untuk mendapatkan padi petani, mungkin kurang tepat, mengingat strategi pembiayaan dalam pembelian padi, tidak dihitung hari perhari, melainkan untuk satu tahun.
Artinya, jelas Saronto, pada saat musim panen raya, Wilmar membeli sesuai HPP, yakni Rp 4200 hingga Rp 4300/kg. Volume pembelian sangat banyak. Namun pada saat panceklik, volume pembeklian sedikit, karena produksi padi memang tidak banyak, dan ini seperti terjadi dalam Nopember Desember ini, karenanya harga pembelian cenderung lebih tinggi.
“Mungkin secara keseluruhan harga pembelian tidak beda jauh dengan penggilingan padi lainnya, hanya memang bagi pengilingan padi masyarakat, karena mereka itu hari per hari, membeli hari menggiling hari itu, sementara Wilmar tidak seperti itu, beli padi ini simpan dulu, beberapa waktu kemudian, baru digiling,”ungkap Saronto.
Sudin bersama anggota Komisi IV lainnya, sangat memahami apa yang dijelaskan Suranto. Walau tidak spontan menepis kabar miring terkait aktivitas Wilmar padi, termasuk berani membeli gabah dengan harga tinggi, namun saat menjawab wartawan, Sudin menjelaskan, bahwa setelah mendapat keterangan, ternyata bukan hanya memproduksi beras saja, tetapi semua sisa proses produksi, bekatul, menir, sekam, dimanfaatkan, sehingga ada nilai tambahan tidak sebatas bers.
“Jadi beda dengan penggilingan masyarakat hanya memproduksi beras saja, kalau Wilmar setelah kami mendapat keterangan, semua hasil produksi dimanfaatkan, jadi banyak turunannya, termasuk bekatul dijadikan tepung beras dan minyak, jadi ada nilai tambah yang lain,”jawab Sudin.
Walau demikian, terhadap manajemen Wilmar Padi, Sudin mengingatkan untuk bekerjasama dengan penggiling padi masyarakat, dan juga lebih focus memproduksi beras premium, biarkanlah kualitas medium porsinya penggiling padi masyarakat.