Tofan Mahdi: Masa Depan Industri Sawit di Tangan Generasi Muda

Tofan Mahdi, Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), mengatakan bahwa Indonesia dan Malaysia harus selalu kompak dalam menghadapi kampanye negatif diskriminasi terhadap minyak sawit dalam perdagangan minyak nabati global. Foto: GAPKI
Tofan Mahdi, Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), mengatakan bahwa Indonesia dan Malaysia harus selalu kompak dalam menghadapi kampanye negatif diskriminasi terhadap minyak sawit dalam perdagangan minyak nabati global. Foto: GAPKI

TROPS.CO, JAKARTA – Masa depan industri minyak sawit Indonesia berada di tangan generasi muda,anak-anak milenial hingga generasi Z. Perlu penguatan strategi kampanye positif di kalangan anak-anak muda.

Jika tidak, sektor kelapa sawit akan ditinggalkan. Mati bukan karena kehilangan permintaan tetapi karena kehilangan generasi yang melanjutkan tongkat estafet menjaga keberlanjutan industri strategis nasional ini.

Hal tersebut disampaikan Tofan Mahdi, Ketua Bidang Komunikasi GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia), dalam bincang santai dengan sejumlah wartawan di sela-sela kegiatan IPOC (Indonesian Palm Oil Conference) di Nusa Dua Bali, awal November lalu.

Tofan mengatakan, dengan pergeseran teknologi komunikasi digital yang masif, rasanya tantangan komunikasi di industri sawit bisa dihadapi dengan ringan jika semakin banyak generasi muda terlibat dan berperan aktif dalam banyak bidang di industri sawit.

Baca juga: Kelapa Sawit Berkontribusi pada PDB Perkebunan Terbanyak

“Di bidang teknis, sudah ada banyak muda yang masuk dan bekerja di industri sawit. Tetapi dalam bidang komunikasi, kampanye positif, dan advokasi kebijakan, perlu lebih banyak anak-anak muda terlibat di dalamnya,” kata Tofan.

Tofan Mahdi yang pernah menjadi PR Terbaik Indonesia 2016 versi Majalah PR Indonesia ini mengatakan, ada tiga tantangan besar yang dihadapi industri minyak sawit, yaitu tantangan kebijakan, keberlanjutan, dan fluktuasi harga.

Dari tiga tantangan tersebut, tantangan kebijakan adalah yang terberat.

“Fluktuasj harga CPO, sebagai sektor usaha bidang komoditas, kita dalam posisi tidak bisa melakukan apapun. Fluktuasi harga komoditas sepenuhnya ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran di paaar,” kata mantan Wakil Pemimpin Redaksi Jawa Pos ini.

Baca juga: Musdhalifah: Industri Sawit Dapat Mendukung Target Penurunan Emisi

Tantangan kedua, kata Tofan, adalah tantangan keberlanjutan. Komitmen sektor kelapa sawit terhadap tata kelola yang berkelanjutan (sustainable palm oil) adalah mutlak.

“Terkait komitmen keberlanjutan ini, ibarat pesawat terbang yang baru lepas landas, kita sudah sampai pada titik yang tidak bisa kembali atau point of no return.

Diwajibkan atau tidak, diminta Eropa atau tidak, komitmen keberlanjutan adalah mutlak,” kata Tofan yang juga menjabat sebagai Senior Vice President (SVP) of Communication, Public Affair, and Investor Relation PT. Astra Agro Lestari Tbk.

Tantangan ketiga, kata dia, adalah tantangan kebijakan. Belajar dari pengalaman yang terjadi pada semester pertama tahun 2022, Tofan berharap seluruh pemangku kepentingan dalam mata rantai industri sawit tetap kompak dan konsisten mendukung munculnya kebijakan yang pro terhadap industri sawit yang berkelanjutan.

“Teman-teman pelaku usaha dan petani sawit harus makin kompak dalam advolasi kebijakan apapun terkait sawit,” kata pria asal Pasuruan berusia 48 tahun ini.

Baca juga: Outlook Price 2023, Harga Minyak Sawit bakal Melebihi Minyak Nabati Lainnya

Selain dilibatkan dalam kampanye positif sawit, kata Tofan, generasi muda juga harus mulai terlibat dalam advolasi kebijakan terkait sawit.

“Anak muda mungkin kalah dalam pengalaman, tetapi perspektif mereka akan lebih objektif dalam melihat tantangan di industri sawit. Baik tantangan itu yang berasal dari luar negeri ataupun dalam negeri,” katanya.

Tofan Mahdi mengapresiasi program-program kampanye positif sawit yang melibatkan generasi muda seperti yang dilakukan asosiasi pelaku usaha seperti GAPKI, asosiasi petani sawit, maupun pemerintah dalam hal ini BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit). (*)