Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan peta indikatif yang baru. Arealnya ada penambahan luas sekitar 372.417 hektar ketimbang priode kedua tahun sebelumnya. Dalam proses perubahan dan revisi PIPPIB, Pemerintah tetap akan mengakomodir masukan masyarakat.
TROPIS. Co – JAKARTA, Pemerintah akan tetap mengakomodir masukan dan pengakuan masyarakat atas hak tanahnya, dalam proses perubahan atau revisi Peta Indikatif Penghentian Pemberian Ijin Berusaha, atau PIPPIB.
“Masukan dari masyarakat memang menjadi bagian dalam menyusun perubahan PIPPIB yang dilakukan Kementerian LHK setiap 6 bulan sekali,”kata Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Pekan lalu, Selasa ( 12/4), Ruanda Agug Sugardiman bersama Belinda A Margono, Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan, dipandu Kepala Biro Humas, Nunu Nugraha, menyelenggarakan Media Briefing, berkaitan dengan perubahan dan pemutakhiran PIPPIB priode pertama, 2022.
Ruanda Agung menjelaskan, Peta indikatif priode pertama 2022 ini, disusun berdasarkan PIPPIB priode kedua tahun 2021 dengan mengakomodir pemutakhiran data enam bulan terakhi. Hasilnya ada penambahan luas areal sekitar 372.417 Hektar. “ Ya… bila priode kedua tahun kemarin sekitar 66.139.183 hektar, priode pertama tahun ini, menjadi sekitar 66.511.600 hektar,”lanjutya.

Lebih rincinya, bahwa luas kawasan PIPPIB priode pertama 2021 sekitar 51.233.571 hektar. Pada priode pertama tahun ini, menjadi 51.627.522 hektar. Sementara luas PIPPIB lahan primer dari 5.266.963 Hektar menjadi 5.257.127 Hektar. Dan PIPPIB Hutan Alam Primer dari 9.638.649 Hektar menjadi 9.626.951 hektar.
Perubahan data luas peta Indikatif itu, selain karena adanya pengakuan dari masyarakat tentang hak atas tanah, berikut tanda bukti kepemilikan lainnya, juga adanya pemutakhiran data. Baik berkaitan dengan perijinan, bidang tanah dan perubahan tata ruang, maupun pemutakhiran kawasan hutan, perubahan peruntukan kawasan hutan. Dan juga karena hasil dari survei lahan gambut dan survei hutan alam primer.
Khusus yang berkaitan dengan masyarakat, lanjut Ruanda, hasil klarifikasi dari pengakuan masyarakat itu, mereka memang diketahui telah mendapatkan perizinan, dan penguasaan lahan yang terbit sebelum Inpres Nomor 10/2011, dan sebelum Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.323/2011.
Adapun SK. 323/2011 yang dimaksud Ruada, ini terkait dengan Penetapan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Ijin Baru Pemanfaatan Hutan, Pengunaan Kawasan Hutan dan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Areal Penggunaan Lain. Artinya, bila masukan dan pengakuan itu disertai bukti pendukung, pasti diakomodir, dan ini tak hanya masyarakat biasa, melainkan dunia usaha yang sudah mendapatkan ijin, sebelum Inpres dan keputusan menteri tersebut.
“Bila hasil klarifikasinya menguatkan itu, tentu akan dikeluarkan dari PIPPIB,”tanda Ruanda Agung.
Sementara Belinda A Margono menegaskan, perubahan atau revisi PIPPIB merupakan amanah dari Presiden R sesuai AMAR KETIGA dari Instruksi Presiden No 5/2019. “Inpresnya memang mengamanatkan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, agar merevisi PIPPIB setiap 6 bulan,”kata Belinda.
Dipertegas oleh Belinda, bahwa pemahaman peta indikatif dalam kaitan pemanfaatan kawasan hutan ini, sejak terbit Inpres No 5/2019, bukan lagi sebatas penundaan. Melainkan adalah penghentian yang mencakup, PIPPIB kawasan, Gambut dan PIPPIB primer.
“Kreteria PIPPIB dari kawasan hutan adalah yang terluas, apapun kondisi tutupannya, dia pasti masuk ke dalam PIPPIB karena dia memiliki fungsi hutan lindung dan konservasi. Sedangkan untuk lahan gambut dan lahan primer, relatif stabil, dan apabila ada kekurangan, pasti telah dilakukan pengecekan di lapangan,” terang Belinda.
PIPPIB adalah kebijakan yang ditempuh pemerintah, dalam upaya perbaikan dan penyempurnaan tata kelola hutan dan lahan gambut. Sekaligus menyeimbangkan dan menyelaraskan pembangunan ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. “Secara tegas, PIPPIB adalah bentuk upaya berkesinambungan untuk menyelamatkan keberadaan hutan alam primer dan lahan gambut, serta melanjutkan upaya penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan,”tandas Belinda lagi.
Karena itu, baik Ruanda maupun Belinda, mengajak agar Gubernur, Bupati dan juga Walikota, bahkan juga instansi terkait lainnya, bila menerbitkan usulan atau rekomendasi dan penerbitan ijin baru, wajib berpedoman pada SK dan Lampiran Peta Indikatif Penghentian Pemberian Perizinan Berusaha, Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan, atau Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Baru pada Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut Tahun 2022 Periode I.
Kemudian, terhadap instansi pemberi izin kegiatan yang termasuk dalam pengecualian pada PIPPIB wajib menyampaikan laporan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan setiap 6 bulan sekali.
Peta indikatif priode pertama tahun 2022, menurut Belinda bersifat umum. Artinya bisa diakses oleh banyak orang. “Masyarakat dapat mengakses dan mengunduh informasi terkait geospasial dan PIPPIB, priode pertama, 2022 ini, melalui Sistem Informasi Geospasial Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau SIGAP KLHK,”ujarnya.